Market

Jokowi Naikkan BBM, Pengembang Menjerit Terhimpit Harga Bahan Bangunan

Selasa, 06 Sep 2022 – 14:38 WIB

Jokowi Naikkan BBM, Pengembang Menjerit Terhimpit Bahan Bangunan

Pengembang keluhkan harga bahan bagunan mahal sementara harga rumah subsidi yang ditetapkan pemerintah tidak naik.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak pada bertambahnya ongkos produksi properti semakin memojokkan posisi pengembang rumah subsidi.

Wakil Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), Hari Gani mengatakan, tidak ada kenaikan harga BBM saja, harga bahan bangunan naik antara 15-20 persen. Kini beban bertambah lantaran pemerintah menaikkan harga BBM subsidi sebesar 30 persen.

Dikutip Selasa (6/9/2022), Hari mengakui, beban berat pengembang cukup terasa khususnya untuk proyek rumah subsidi. Di mana, tiga tahun ini, harganya tidak pernah naik. Padahal, pihaknya sudah mengusulkan kenaikan harga 7 persen namun belum ada respons. “Kita berharap pemerintah segera melakukan penyesuaian harga rumah subsidi. Kalau enggak ya berat,” ungkapnya.

Dalam hal ini, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diharapkan merespons aspirasi dari pengembang. “Ini sudah 3 tahun nggak naik ya, maunya 20 persen lah paling nggak. Itu 7 persen permintaan kita 6 bulan yang lalu. Jangan sampe turun lagi dari 7 persen, sekarang udah inflasi segala macem, material sekarang kenaikannya sudah sampai 15-20 persen,” tuturnya.

Merujuk pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) kelompok bangunan atau konstruksi per Juli 2022 mengalami kenaikan 0,64 persen dari bulan sebelumnya. Data tersebut juga mencatat kenaikan harga bangunan hingga 5,88 persen year on year (yoy).

Masih kata Hari, kenaikan harga BBM subsidi jenis Solar memantik kenaikan harga aspal, semen, dan pasir. Dari kenaikan harga material tersebut, Hari mewanti-wanti pemerintah agar tidak menurunkan usulan kenaikan harga rumah subsidi sebesar 7 persen. “Kita sudah minta ke PUPR juga minimal kenaikannya itu sesuai dengan apa yang pernah kita bahas sama-sama, sekitar 7 persen kenaikannya untuk rumah subsidi. Sebenernya 7 persen pun sekarang kalau dinaikin sudah nggak nendang lagi,” paparnya.

Hari mengungkapkan akibat berbagai kenaikan harga yang semakin tak terbendung, para pengembang di daerah mau tak mau menghentikan penjualan. Sebab, ongkos produksi yang dikeluarkan tak sebanding dengan harga jual.

Dia mengingatkan, kebutuhan rumah bagi para masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang masih belum terpenuhi. Bahkan data sensus penduduk mencatat angka backlog mencapai 12 juta saat ini. Untuk saat ini, pihaknya berharap Kementerian terkait untuk segera memberikan kepastian harga baru. Dengan demikian, ekosistem sektor properti dapat melaju di mana pengembang memperoleh margin dan pembeli mendapatkan hunian yang layak.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button