Apa Itu Chromebook? Laptop Google untuk Sekolah yang Diusut Kejagung


Chromebook kembali menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengusut proyek pengadaan laptop senilai Rp9,9 triliun yang menggunakan perangkat ini. Proyek yang dijalankan oleh Kemendikbudristek antara 2019 hingga 2022 itu diduga mengandung unsur pelanggaran hukum, mulai dari pemaksaan sistem operasi hingga ketidaksesuaian dengan kebutuhan lapangan. Tapi, apa sebenarnya Chromebook itu?

Laptop Ringan Berbasis Chrome OS

Chromebook adalah jenis laptop yang menjalankan sistem operasi Chrome OS, sebuah platform buatan Google yang mengandalkan cloud computing dan aplikasi berbasis web. Tidak seperti laptop Windows atau Mac yang bergantung pada software yang diinstal langsung, Chromebook lebih banyak menggunakan layanan daring seperti Google Docs, Google Classroom, dan Google Drive.

Secara global, Chromebook pertama kali hadir 15 Juni 2011, hasil kolaborasi Google dengan Acer dan Samsung. Platform ini menjalankan Chrome OS, yang dibangun atas basis browser Chrome dan didesain khusus untuk penggunaan cloud dan aplikasi web

Karena sistemnya ringan, Chromebook biasanya lebih murah, cepat menyala (booting), dan hemat daya baterai. Keunggulan inilah yang membuatnya populer di dunia pendidikan, khususnya di Amerika Serikat.

Cocokkah untuk Sekolah di Indonesia?

Meski memiliki sejumlah kelebihan, penerapan Chromebook di Indonesia tidak semudah membalik telapak tangan. Infrastruktur internet yang belum merata membuat perangkat ini tidak optimal di banyak wilayah, terutama daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Chromebook nyaris tidak bisa berfungsi maksimal tanpa koneksi internet stabil.

Pada 2018, Pustekkom Kemendikbud sebenarnya sudah melakukan uji coba 1.000 unit Chromebook dan menyimpulkan bahwa perangkat ini “tidak sesuai” untuk kondisi sekolah yang belum punya akses internet memadai. Namun, rekomendasi itu berubah pada 2020, ketika pengadaan besar-besaran dilakukan dengan spesifikasi wajib OS Chrome.

Hasil uji coba mendorong tim teknis merekomendasikan laptop berbasis Windows, yang dinilai lebih fleksibel dan sesuai konteks sekolah di Indonesia. Tapi dalam versi kajian berikutnya, Kemendikbudristek mengganti rekomendasi tersebut menjadi Chromebook—langkah yang kemudian memicu kontroversi.

Diselidiki Kejagung, Diduga Ada Persekongkolan

Kejaksaan Agung tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook yang menggunakan dana negara hampir Rp10 triliun. Indikasi awal menunjukkan adanya “pengaturan vendor” dan pemaksaan penggunaan Chromebook alih-alih sistem operasi lain seperti Windows yang lebih lazim digunakan guru dan siswa di Indonesia.

Sebanyak 28 saksi telah diperiksa, termasuk mantan staf khusus Mendikbud, pejabat pengadaan, dan beberapa vendor lokal seperti Advan, Axioo, Zyrex, SPC, dan Evercoss yang terlibat dalam pengadaan. Belum ada tersangka, tetapi proses penyidikan terus berjalan.

Penggunaan Chromebook di Indonesia berakar dari pilot projek Kemendikbudristek, yang meski mendapat hasil evaluasi kurang optimal, tetap dilanjutkan dan dieksekusi besar-besaran saat pandemi. Pilihan ini didorong by cost, keamanan, dan kemudahan manajemen per images, walaupun tantangan infrastruktur dan kesiapan pengguna jadi hambatan nyata.