News

Bantuan tak Sesuai Janji, Korban Tragedi Rumoh Geudong Datangi Wali Nanggroe Aceh

Belasan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Tragedi Rumoh Geudong beraudiensi dengan Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haythar di Aceh, Kamis (7/9/2023), untuk menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi terkait proses pendataan.

“Kedatangan para korban HAM Rumoh Geudong tersebut ke Meuligoe Wali Nanggroe Aceh difasilitasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Paska Aceh,” kata Kabaghumas dan Kerja Sama Wali Nanggroe M Nasir Syamaun di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (7/9/2023).

Perwakilan dari LSM Paska Aceh, Nursakdah Husein, menyampaikan banyak persoalan yang dihadapi para korban pelanggaran HAM Tragedi Rumoh Geudong di Kabupaten Pidie, Aceh.

Antara lain, bantuan tidak sesuai dengan kebutuhan saat pendataan, banyak korban belum diverifikasi kembali pasca-pendataan, serta masih ada korban belum didata sama sekali.

“Kemudian, ada pihak yang menyatakan bahwa tanggal 21 Agustus dijadikan hari pelanggaran HAM Rumoh Geudong. Itu dibuat tanpa ada kesepakatan dengan para korban secara menyeluruh,” jelas Nursakdah.

Oleh karena itu, Nursakdah meminta dukungan Wali Nanggroe untuk mendorong pihak-pihak terkait, baik pemerintah daerah dan Pemerintah pusat, untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Baca Juga:

Jokowi: Para Pemimpin ASEAN Harus Jadi Nakhoda di Kapal Sendiri

Menanggapi keluhan para korban pelanggaran HAM tersebut, Malik Mahmud meminta instansi daerah terkait untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

“Hari ini, bersama para korban yang hadir, saya mengundang instansi-instansi terkait, BRA, KKR, dan Pemerintah Aceh, untuk mendengar langsung apa saja persoalan yang terjadi,” kata Malik.

Menurut dia, masalah itu muncul karena kurangnya komunikasi dan koordinasi antar-instansi yang telah diberi tanggung jawab, sehingga menyebabkan kinerja mereka tidak sinergis.

“Mulai saat ini, harus kerja sama dengan baik dan datangkan hasilnya. Semua laporan bawa kepada saya. Kalau tidak bisa diselesaikan, saya yang akan turun langsung, datang ke pemerintah pusat menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi para korban ini,” ujar Malik Mahmud.

Korban Kekerasan TNI-Polri

Pada Selasa (27/6/2023) lalu, Presiden Jokowi melakukan peluncuran atau kick off implementasi rekomendasi Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (TPP HAM) Berat Masa Lalu di Rumoh Geudong, Pidie, Aceh. Kick off ini diinisiasi oleh Ketua Pengarah TPP HAM sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD.

Baca Juga:

Ngabalin Bantah Jokowi Ikut Cawe-cawe dari Duet Anies-Cak Imin

Rumoh Geudong dipilih jadi lokasi kegiatan kick off karena sejumlah alasan. Salah satunya karena dianggap jadi simbol kekerasan saat Aceh ditetapkan sebagai daerah operasi militer (DOM).

Rumah Geudong merupakan bukti sejarah penyiksaan terhadap masyarakat Aceh yang dilakukan aparat TNI dan Polri selama masa konflik Aceh (1989-1998). Kala itu, Rumoh Geudong menjadi basis Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) selama masa DOM di Aceh.

Kejahatan kemanusiaan itu setidaknya mengakibatkan 109 penduduk sipil diduga disiksa dan 74 perempuan diperkosa. Laporan juga menyebutkan, setidaknya terdapat sembilan orang dibunuh di Rumoh Geudong dan delapan orang lainnya tidak pernah kembali ke keluarganya.

Peristiwa Rumah Geudong itu kemudian menjadi salah satu dari 12 pelanggaran HAM berat yang diakui negara melalui Jokowi pada Januari lalu.

Namun, jelang seremoni kegiatan kick off, sisa-sisa bangunan Rumoh Geudong dihancurkan sejak Selasa (20/6/2023). Penghancuran bangunan di sekeliling Rumoh Geudong itu rencananya dialihfungsikan untuk bangunan masjid. 

Saat ini hanya tersisa tangga yang terbuat dari semen. Tangga ini diyakini sebagai tempat naik ke lantai Rumoh Geudong.

Baca Juga:

Golkar: Anies Bisa Bebas Kritik Jokowi, Demokrasi Masih Berkualitas

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button