Kanal

Bayar Pinjol Tak Cuma Modal KTP

“Kami dari KSP SEHATI MAKMUR BERSAMA mengeluarkan pinjaman dana berbasis online 5/250jt jk mnt cht wa kmi;081343294xxx”

Pesan ini sempat berseliweran entah itu melalui SMS maupun pesan Whatsapp. Namun jangan sekalipun dibalas, sebab ini bisa jadi awal pintu masuk kedalam lingkaran setan pinjaman online (Pinjol).

Demikian yang pernah dirasakan pengusaha kedai kopi bernama Riza. Sebagai pengusaha kelas UMKM yang baru saja merintis ditambah baru menikah memaksanya mencari jalan guna menutupi kebutuhan hidup. Awal mula terjerat Pinjol bermula saat dirinya harus menutupi kerugian kedai kopi sekitar Rp2 juta.  

Saat itu pencairan dan pembayaran berjalan lancar sehingga dirinya meminjam lagi sebesar Rp10 juta untuk jangka waktu enam bulan. Kali ini uang itu ia gunakan untuk membeli perabotan rumah tangga guna mengisi rumah kontrakannya.

Kejanggalan mulai dirasakan Riza lantaran pencairan dana pinjaman ke rekening tidak sesuai, dari pinjaman Rp10 juta yang dicairkan hanya Rp9,5 juta. Pihak penyedia jasa pinjol ilegal menyebut bahwa potongan itu adalah biaya layanan dan penggunaan situs atau aplikasi.

Riza mengaku dikenakan bunga sebesar Rp4 persen dalam sehari atau 120 persen sebulan. Angsuran yang dibayar pun menjadi lebih dari dua kali lipat dari pokok pinjaman. Beruntung ia dapat melunasinya, itu pun setelah terlebih dahulu foto dan sebuah pesan penghinaan disebar keseluruh nomor kontak yang ada di telepon genggamnya.

post-cover
Ilustrasi ancaman Pinjol (Foto:Istimewa)

Memang kesulitan finansial sering membuat seseorang gelap mata. Bisa jadi, pinjaman online (pinjol) ilegal menjadi solusi ditengah sulitnya mencari pinjaman uang. Pendapatan kecil, sementara biaya hidup kian tinggi menjadi pemicu para korban terjebak pinjol ilegal. 

Bukan Cuma Riza. Coba saja ketik di mesin pencarian, ragam korban dari aktivitas pinjol illegal ini, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pelaku usaha, ASN, hingga pengajar.

Hasil penelitian terbaru Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menunjukan bahwa sebanyak 1,4 persen penduduk Indonesia pernah menggunakan layanan pinjol legal. Sementara mayoritas pengguna jasa pinjol ini berasal dari lulusan SMA dan berpenghasilan Rp1 juta-Rp5 juta.

“Maraknya penggunaan pinjaman online ini, salah satunya disebabkan oleh pola belanja online masyarakat yang meningkat setelah pandemi,” ujar peneliti Indef, Nailul Huda kepada Inilah.com.

Salah satu daya tarik yang ditawarkan pinjol ilegal memang memanjakan masyarakat. Tidak dibutuhkannya verifikasi kelayakan debitur atau peminjam, dan tidak dibutuhkan jaminan atau agunan tertentu, serta syarat administrasi berkas yang mudah. Syarat meminjam uang di pinjol ilegal hanya memerlukan foto diri dan KTP. 

Ketentuan tersebut juga berlaku untuk pinjol legal, yang membedakan hanyalah tidak dimintai melampirkan rekening koran dan sertifikat kepemilikan aset sebagai jaminan.

Sementara syarat meminjam uang di bank konvensional, harus menyertakan KTP, penghasilan atau slip gaji, NPWP, rekening koran, buku tabungan, surat keterangan bekerja, serta sertifikat kepemilikan aset sebagai barang jaminan.

Namun dibalik kemudahan yang diberikan, pemilik usaha pinjol ilegal akan menetapkan fee besar ditambah dengan bunga yang super tinggi. Hal ini dilakukan untuk menutup potensi kerugian yang mereka tanggung nantinya. Karena ini pinjaman online, sama saja diibaratkan meminjamkan sejumlah uang kepada orang lain yang tidak dikenal sebelumnya.

post-cover
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) himbau nasabah jangan gunakan pinjol ilegal. (Foto: Facebook OJK Indonesia)

Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menunjukkan bahwa bunga yang ditetapkan bank lebih rendah yakni kurang dari 2 persen per bulan.

Pinjol legal atau yang resmi dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ditetapkan batas maksimal bunga 0,4 persen per hari atau 12 persen setiap bulan.

“Fintech pendanaan yang resmi dan sudah terdaftar di OJK akan mematuhi seluruh peraturan yang ada. Termasuk soal besar bunga yang tidak boleh melampaui 0,8 persen per hari dan penagihan yang diberi jangka 90 hari maksimal. Jika peminjam menunggak dalam jangka panjang, bunga tidak lebih dari 100 persen,” demikian dikutip dari website resmi AFPI.

Coba bandingkan dengan pinjol ilegal, kasus Riza contohnya, dimana bunga yang harus dibayar sebesar 4 persen sehari atau mencapai 120 persen dalam sebulan. Maka tak heran banyak para korban pinjol berakhir tragis, salah satunya kisah seorang supir taksi berinisial Z yang ditemukan tidak bernyawa karena gantung diri di Jakarta Selatan pada Senin, 11 Februari 2019.

Saat jenazahnya ditemukan, polisi menemukan selembar surat wasiat yang isinya menyebutkan bahwa Z sedang terlilit utang dan sedang dikejar-kejar oleh penagih utang dari platform pinjol. Miris.

 Ngutang Bukan Cuma Urusan Kebutuhan

Apa yang kemudian lebih miris? Adalah mereka yang rela berhutang demi bergaya.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), banyak masyarakat yang memanfaatkan pinjaman online (pinjol) untuk keperluan yang konsumtif, seperti membeli HP baru, jalan-jalan, membeli baju, tiket konser dan sebagainya. Dan kebanyakan dari mereka adalah anak muda.

post-cover
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) himbau nasabah jangan gunakan pinjol ilegal. (Foto: Facebook OJK Indonesia)

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, mengatakan, memang, generasi muda saat ini menjadi incaran perusahaan pinjaman online dikarenakan sifat konsumtif yang mereka miliki. Tercatat  Per Juni 2023, pinjaman rata-rata untuk peminjam dibawah usia 19 tahun adalah Rp2,3 juta dan untuk peminjam dengan rentang usia 20—34 tahun adalah Rp2,5 juta.

“Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal jumlah rekening penerima pinjaman online (pinjol) aktif berusia 19-34 tahun yang mencapai 10,91 juta penerima dengan nilai pinjaman sebesar Rp 26,87 triliun pada Juni 2023,” kata Didi Irwadi kepada Inilah.com

Hal ini sejalan dengan riset dari Indef yang mendapati pertumbuhan pinjol di Tanah Air mencapai 71 persen di Desember 2022. Tren itu berlanjut hingga Juli 2023, pinjol tercatat tumbuh 18 persen. 

Dari situ indef mendapati perubahan tren penyaluran sektor pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan P2P lending. Sektor pembiayaan yang semula didominasi oleh sektor produktif kini beralih ke sektor konsumtif. 

Indef mencatat Maret tahun 2022, sekitar 62,72 persen pinjaman fintech P2P lending disalurkan ke sektor konsumtif dan pada Juni 2023, meningkat mencapai 64,2 persen. 

post-cover
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) himbau nasabah jangan gunakan pinjol ilegal. (Foto: Instagram OJK Indonesia)

“Sementara sisanya, 35,8 ini untuk produktif. Produktif itu untuk kebutuhan sehari-hari apakah kebutuhan makan, minum dan kebutuhan rumah tangga,” ujar Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad kepada Inilah.com.

Kondisi tersebut dianggap akan menjadi malapetaka bagi generasi muda. Pasalnya, tingkat literasi keuangan Indonesia masih cukup rendah, yakni di angka 49 persen. Sedangkan tingkat inklusi keuangan telah menembus angka 85 persen. Itu berarti, peningkatan akses masyarakat terhadap jasa keuangan tidak diikuti dengan pengetahuan yang utuh. Akibatnya, tak sedikit kasus terkait pinjol terjadi. 

Jauh sebelum era Pinjol berjaya, Orkes Pengantar Minum Racun (PMR) satu dekade silam sempat menyindir prilaku manusia yang rela berhutang demi bergaya lewat sebuah lagu berjudul “Katanya”.

“Hey katanya…Mau pigi ke Eropa. 

Hey katanya…Beli koper kulit gajah

Ternyata kalau kerumah 

Mampir dulu di tetangga

Bisik-bisik,…Pinjem duit tuk bergaya,”

(Nebby/Vonita/diana)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button