Berkas Belum Lengkap, Kejagung akan Panggil Lagi Nadiem


Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung berencana kembali memeriksa mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pada pemeriksaan pertama, Senin (23/6/2025), terdapat sejumlah data yang belum diserahkan oleh Nadiem untuk keperluan penyidikan perkara ini.

“Nah kalau melihat dari masih ada data-data yang masih belum dibawa, belum diserahkan,” kata Harli kepada awak media di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, dikutip Selasa (24/6/2025).

Harli menambahkan, masih ada materi pemeriksaan yang perlu didalami lebih lanjut. Khususnya, untuk mengonfirmasi keterangan saksi-saksi lain kepada Nadiem. Dalam pemeriksaan kemarin, penyidik baru mengajukan 31 poin pertanyaan.

“Kemudian masih ada pertanyaan-pertanyaan juga yang perlu didalami dan saya kira ini sangat terkait dengan beberapa jawaban nanti dari pihak-pihak lain yang akan terus dikonfirmasi kepada yang bersangkutan (Nadiem),” ujarnya.

Namun demikian, Harli belum menginformasikan lebih lanjut mengenai jadwal pemanggilan lanjutan terhadap Nadiem.

Nadiem telah diperiksa selama hampir 12 jam oleh penyidik Jampidsus. Ia tiba di Gedung Bundar pada pukul 09.10 WIB dan keluar pada pukul 20.58 WIB atau sekitar 11 jam 48 menit kemudian. Pemeriksaan dilakukan dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.

Usai diperiksa, Nadiem menyatakan akan tetap kooperatif dan menyampaikan pernyataan resmi di hadapan awak media.

“Saya akan terus bersikap kooperatif untuk membantu menjernihkan persoalan ini demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap transformasi pendidikan yang telah kita bangun bersama. Terima kasih dan izinkan saya pulang karena keluarga saya telah menunggu,” kata Nadiem.

Namun, ia enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait dugaan keterlibatannya dalam perkara tersebut. Beberapa pertanyaan yang diajukan mencakup dugaan perintah pengkondisian pengadaan Chromebook oleh tiga eks staf khususnya: Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arief; kejanggalan dalam Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang menetapkan spesifikasi laptop pendidikan harus berbasis ChromeOS; serta pernyataan Jurist Tan soal permintaan fee 30 persen kepada Google.

Tanpa memberikan tanggapan, Nadiem langsung masuk ke dalam mobil minibus hitamnya dan meninggalkan lokasi didampingi kuasa hukumnya.

Nadiem diperiksa untuk didalami keterlibatannya dalam rapat pada Mei 2020 yang disebut menjadi titik awal kebijakan pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek.

“Nah kemudian ada hal yang sangat penting didalami oleh penyidik dalam kaitan dengan rapat pada bulan Mei 2020,” kata Harli.

Penyidik menduga adanya permufakatan jahat dalam perubahan kajian teknis pengadaan Chromebook. Padahal, kajian awal pada April 2020 merekomendasikan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, hasil kajian tersebut berubah pada bulan Juni menjadi ChromeOS.

“Karena kita tahu bahwa sebenarnya kajian teknis itu kan sudah dilakukan sejak bulan April. Lalu pada akhirnya dirubah di bulan, kalau saya nggak salah, di bulan Juni atau Juli,” ujar Harli.

Penyidik juga menyoroti peran dua mantan staf khusus Nadiem, yakni Jurist Tan dan Fiona Handayani, yang diduga mengarahkan tim teknis untuk merekomendasikan Chromebook. Fokus penyidikan turut mengarah pada rapat tertanggal 6 Mei 2020 yang dianggap krusial.

“Nah tetapi sebelum itu ada rapat tanggal 6 Mei 2020 dan oleh penyidik ini yang akan didalami. Nah tentu ada kaitannya juga dengan bagaimana peran dari para stafsus,” katanya.

Selain itu, penyidik turut mempertanyakan sejauh mana pengetahuan dan keterlibatan Nadiem dalam proyek pengadaan laptop senilai Rp9,98 triliun tersebut. Dari total anggaran itu, Rp3,58 triliun berasal dari bantuan TIK tahun 2020–2022 dan Rp6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

“Oleh karenanya, bagaimana pengetahuan yang bersangkutan dalam kapasitasnya sebagai Menteri terkait dengan penggunaan anggaran Rp9,9 triliun ini dalam proyek pengadaan Chromebook ini,” ucap Harli.