Budi Arie Sudah Semestinya Diperiksa Kasus Judol, Penegak Hukum Jangan Terpengaruh Kepentingan Lain


Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf menilai sudah saatnya mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi diperiksa oleh aparat penegak hukum karena telah ada saksi yang memberikan keterangan di persidangan.

“Menurut saya, menteri tersebut bisa diperiksa oleh aparat penegak hukum karena sudah ada saksi yang menyebut nama yang bersangkutan di ruang persidangan,” kata Hudi kepada Inilah.com, di Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Hudi menyebutkan, aparat penegak hukum juga perlu mendalami terkait nama-nama situs judol yang diamankan apakah terus beroperasi atau tidak serta memeriksa para karyawan situs judol tersebut.

Ia mendorong agar aparat penegak hukum dapat menambahkan bukti-bukti yang telah ada dan segera melakukan proses hukum kepada Budi Arie sebelum adanya dugaan untuk menghilangkan bukti-bukti lain.

“Aparat penegak hukum seyogyanya tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan lain di luar hukum. Oleh karena itu, diharapkan aparat penegak hukum dapat berkerja secara profesional,” ujarnya menegaskan.

Diketahui, terdakwa Denden Imadudin, eks pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan pengamanan situs judi online (judol) di Kementerian Kominfo, kini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (11/6/2025).

Sidang kali ini mengahadirkan empat terdakwa, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.

Dalam keterangannya, Denden mengungkap dugaan keterlibatan pejabat tinggi dalam praktik penjagaan situs judol di Kominfo yang sebelumnya sempat berhenti, namun kembali berjalan usai disebut-sebut mendapat restu dari “atasan”.

Diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.

Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.

Klaster ketiga yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.

Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol. Para terdakwa yang baru diketahui adalah Darmawati dan Adriana Angela Brigita.

Dalam perkara dengan terdakwa klaster koordinator, para terdakwa dikenakan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Serta juga Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.