Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menantang Pimpinan KPK Jilid VI yang dikomandoi Setyo Budiyanto untuk memproses hukum dirinya beserta pimpinan KPK Jilid V lainnya—Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Lili Pintauli Siregar—jika memang dianggap melakukan perintangan terhadap proses hukum penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kala itu.
Pernyataan keras Alex ini menanggapi kesaksian penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dalam sidang perkara dugaan perintangan penyidikan dan suap dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025). Dalam kesaksiannya, Rossa menyebut bahwa para pimpinan KPK Jilid V saat itu menolak menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam ekspose perkara Januari 2020.
Alex tak terima dirinya dan rekan pimpinan Jilid V dituding menghalangi penyidikan hanya karena belum menyetujui penetapan Hasto sebagai tersangka kala itu. Menurutnya, keputusan itu diambil secara kolektif karena Harun Masiku, tersangka utama dalam kasus tersebut, belum tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
“Tanyakan ke pimpinan yang sekarang. Bagaimana pendapat mereka jika pimpinan secara kolektif kolegial menolak/tidak setuju ato meminta penyidik untuk lebih fokus ke pencarian tersangka sebelum menetapkan tersangka lainnya kemudian dituduh menghalangi penyidikan,” kata Alex saat dihubungi wartawan, Selasa (13/5/2025).
Alex juga mempertanyakan mekanisme hukum dalam penetapan tersangka di KPK.
“Tanyakan juga siapa yang berwenang menetapkan tersangka penyidik atau pimpinan. Apakah setiap perkara yang diekspose harus disetujui oleh pimpinan. Kalo pimpinan tidak setuju apakah bisa disebut menghalangi penyidikan??” katanya.
Ia menegaskan, jika memang dirinya dan pimpinan lain dianggap melakukan perintangan, maka silakan diproses hukum.
“Jangan tanya saya. Saya sudah bukan pimpinan. Tindak lanjutnya ada pada pimpinan sekarang. Kalo putusan 4 pimpinan sebelumnya dianggap menghalangi penyidikan silahkan diproses,” ujar Alex.
Sebelumnya, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti hadir sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan perintangan penyidikan dan suap dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).
Dalam kesaksiannya, Rossa mengungkap bahwa Firli Bahuri secara sepihak membocorkan informasi terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Januari 2020 kepada media. Akibatnya, jejak Hasto menghilang dan upaya penangkapan pun gagal.
Setelah kejadian itu, Rossa mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Firli. Ia dikeluarkan dari Satgas Penyidikan Harun Masiku dan dipulangkan ke institusi asalnya, Polri.
Selain itu, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan oleh kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, pimpinan KPK Jilid V lainnya—yakni Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar—juga disebut-sebut turut merintangi proses penetapan Hasto sebagai tersangka saat gelar perkara. Firli sendiri tidak hadir dalam rapat tersebut.
Maqdir mempertanyakan mengapa hingga kini para pimpinan Jilid V belum pernah diperiksa penyidik, meskipun diduga turut terlibat dalam perintangan penyidikan. Rossa membenarkan bahwa pemanggilan memang belum dilakukan.
Menanggapi fakta-fakta persidangan tersebut, mantan penyidik senior KPK, Mochamad Praswad Nugraha, mendesak agar KPK segera memanggil Firli Bahuri serta seluruh pimpinan KPK Jilid V lainnya.
Ia menegaskan bahwa KPK tidak boleh terlihat tidak objektif dalam penegakan hukum, apalagi jika melibatkan internal lembaga itu sendiri.
Menurut Praswad, KPK seharusnya segera menetapkan Firli sebagai tersangka dan memanggil semua pihak yang diduga terlibat dalam upaya perintangan penyidikan.