News

Banjir Libya Bak Tsunami, Laut Seperti Tempat Pembuangan Mayat

Banjir bandang yang menerjang Kota Derna, di wilayah Libya timur, pada Senin (11/9/2023) disebut teramat dahsyat bak tsunami. Setidaknya 6.000 orang tewas dalam bencana tersebut, menurut laporan terbaru.

Sampai saat ini, tim SAR masih terus berjibaku melakukan penyelamatan korban selamat dan juga evakuasi korban tewas, di mana sekitar 10.000 orang masih dilaporkan hilang.

Mungkin anda suka

Sejumlah saksi mata menceritakan mayat-mayat masih berserakan di jalanan tiga hari setelah banjir melanda. Persediaan air bersih pun kian terbatas.

Proses penyelamatan dan penanggulangan bencana juga dilaporkan berjalan lambat menyusul pemerintah kota yang belum sempurna menyusul krisis politik yang masih berlangsung di Libya.

Sejumlah pihak bahkan menilai skala kehancuran akibat bencana banjir ini jauh lebih buruk dari perkiraan para pejabat Libya sendiri.

“Laut terus-menerus menjadi seperti tempat pembuangan puluhan mayat dan jenazah (korban banjir),” kata Menteri Penerbangan Sipil di Libya Timur, Hichem Abu Chkiouat, seperti dikutip The Guardian, Kamis (14/9/2023).

Sementara itu, konsultan spesialis data di UNICEF, Rashad Hamed, mengatakan banjir bandang Libya menelan ribuan orang lantaran buruknya kondisi bendungan yang sudah lama terabaikan.

Banjir di Libya pada dasarnya akibat hujan deras dan Badai Daniel yang menghantam pantai utara pada Sabtu (9/9/2023) malam. Karena tak kuasa menahan debit air, dua bendungan di Kota Derna pun jebol.

“Bendungan Derna menahan air hujan dan spillway yang terabaikan pada bendungan, yang sudah lama tidak dibersihkan, gagal mengalirkan air. Akibatnya bendungan roboh dan air menyapu kota dan membuangnya ke laut,” ucap Hamed.

Saking parahnya, warga yang berasal dari pemerintahan Libya di timur bahkan menyebut banjir itu bak tsunami.

Sementara itu, kepada BBC, Hisham Chkiouat mengatakan tanggul yang jebol di selatan Derna tersebut menghanyutkan sebagian besar kota ke laut lepas. “Saya terkejut atas apa yang saya lihat. Itu seperti tsunami,” katanya.

“Sebuah kota besar telah hancur. Ada sejumlah besar korban yang bertambah setiap jam,” lanjut Chkiouat.

Rekaman video menunjukkan banjir bergolak melewati kota diikuti mobil-mobil yang hanyut terbawa arus. Hampir seluruh bangunan yang dilewati arus banjir hancur.

“Awalnya kami hanya mengira itu hujan lebat tapi pada tengah malam kami mendengar ledakan besar dan bendungan itu meledak,” kata Raja Sassi, warga yang selamat dari banjir bersama istri dan putri kecilnya.

Beberapa kabar menyebut banyak orang yang tersapu ke laut, sementara yang lain berusaha berpegangan pada atap untuk bertahan hidup.

Wakil Sekretaris Kementerian Kesehatan Libya Saadeddin Abdul Wakil melaporkan korban banjir bandang ini telah mencapai 6.000 orang. Sekitar 10.000 orang hingga kini masih menghilang.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Libya Letnan Tarek al-Kharraz mengatakan ada 3.840 orang yang tewas di Kota Derna. Sebanyak 3.190 di antaranya telah dimakamkan.

Dari jumlah tersebut, 400 di antaranya merupakan warga negara asing. Sebagian besar berasal dari Sudan dan Mesir.

Seorang anggota tim bantuan di Kota Bayda, Kasim Al-Qatani, mengatakan tim penyelamat kesulitan mencapai Derna lantaran sebagian besar jalur utama ke kota itu ‘tidak berfungsi karena mengalami kerusakan yang parah’.

Jenazah para korban pun hingga kini masih berserakan di jalan. Tak ada makanan maupun air bersih bagi mereka yang masih bertahan hidup.

Sejumlah negara sejauh ini sudah menawarkan maupun memberikan bantuan kepada negara di Afrika utara tersebut. Negara-negara itu antara lain AS, Jerman, Iran, Italia, Qatar, hingga Turki.

Sejauh ini, Kementerian Luar Negeri RI memastikan tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam banjir Libya.

KBRI Tripoli mencatat ada 282 orang WNI yang tinggal di Libya, di mana sebagian besar tinggal di wilayah Libya barat.

Sementara itu bagi WNI di seluruh Libya yang mengalami keadaan darurat bisa menghubungi Hotline KBRI Tripoli 24 jam dengan nomor +218 94 891.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button