Demo Matikan Aplikasi Sehari, Ekonom: Keringat Ojol Dihisap Aplikator hingga ke Tulang


Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai, aksi demo besar-besaran yang kabarnya diikuti 25.000 pengemudi pengemudi ojek online (ojol) dan driver online, mencerminkan semakin eksploitatifnya platform transportasi online.

“Akar masalah yang memicu demonstrasi Ojol pada hari ini, jelas bukan baru muncul kemarin sore. Ini karena pengemudi ojol dan driver online, semakin terjepit skema-skema platform yang kian eksploitatif,” kata Achmad Mur, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Apa jadinya jika ribuan ojol dan driver online mematikan mesin motor, mobil serta aplikasinya selama 24 jam penuh? Dia bilang, pertanyaan ini bukan sekadar skenario fiksi, melainkan kenyataan yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota lain, pada 20 Mei 2025. Bertepatan  dengan Hari Kebangkitan Nasional. Di mana, lebih dari 25.000 pengemudi ojol, baik roda dua maupun empat, memilih berhenti beroperasi.

“Layanan transportasi, pesan makanan, hingga pengiriman barang lumpuh sementara. Mereka bukan mogok karena malas, tetapi karena lelah. Ya, lelah dihisap sistem yang memotong keringat mereka hingga tulang,” kata Achmad Nur.

Di balik klakson dan jaket hijau, lanjutnya, tersimpan cerita ketimpangan relasi antara aplikator digital raksasa dengan pengemudi transportasi online yang menjadi ujung tombak layanan.

“Aksi ini adalah peringatan keras, jika negara terus menutup telinga terhadap ketidakadilan digital, maka jalan raya akan terus menjadi panggung perlawanan,” imbuhnya.

Suka atau tidak, lanjut Achmad Hidayat, saat ini, ojol maupun driver online (roda empat), bukan sekadar alat transportasi biasa. Namun sudah menjadi denyut nadi ekonomi kota. Bak pembuluh darah yang menyambungkan jantung ke organ-organ vital lain. “Di mana, ojol mengantarkan makanan, dokumen, anak sekolah, bahkan kebutuhan darurat,” ungkapnya.

Namun, kata Achmad Nur, selama bertahun-tahun, pengemudinya harus bekerja dalam struktur yang timpang. Potongan komisi hingga 20 persen, program ‘hemat’, ‘prioritas’, ‘slot’ yang tidak transparan, hingga insentif yang datang dan pergi seperti ilusi.

“Seperti Anda diminta membangun rumah, tapi arsitek, pemborong, dan pemilik tanah, tidak pernah mengajak Anda bicara soal upah, atau waktu kerja,” kata Achmad Nur.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono menyatakan, unjuk rasa bertajuk ‘Aksi 205’ ini, diikuti 25 ribu pengemudi transportasi online, baik roda dua maupun roda empat, asal Jabodetabek, Jawa, dan sebagian Sumatra.

“Diperkirakan lebih dari 25 ribu pengemudi ojol dari berbagai daerah di Jawa, sebagian Sumatra dan Jabodetabek akan hadir. Mereka telah datang secara bergelombang ke Jakarta dan berkumpul di sejumlah titik basecamp komunitas ojol di lima wilayah kota,” ujar Igun, Senin (19/5/2025).

Dia menjelaskan, demo akan dilakukan secara strategis di lima titik wilayah Kota Jakarta, yakni Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Istana Merdeka, DPR, serta seluruh titik yang berkaitan dengan perusahaan aplikasi.

Aksi dimulai sekitar pukul 13.00 WIB, kata Igun, tak akan berhenti sebelum tuntutan mereka didengar dan ditindaklanjuti. Selain turun ke jalan, para pengemudi transportasi online itu, mematikan aplikasi secara massal (offbid) selama 24 jam, mulai pukul 00.00 hingga 23.59 WIB.

“Kalau masih ada yang nekat nyalakan orderan, berarti mereka siap tanggung risikonya. Itu artinya mereka sengaja memprovokasi kami yang sedang mematikan aplikasi dan ikut unjuk rasa nanti,” jelas Igun.