Ditanya Komisi V DPR, Hanya Grab yang Potong Penghasilan Ojol PPh 6 Persen

Senin, 07 Nov 2022 – 21:43 WIB

Driver Grab kena pungutan PPh 21 sebesar 6 persen. (Foto: Viva).

Ada yang menarik saat Komisi V DPR menggelar rapat dengan pendapat dengan 3 aplikator ojek online (ojol). Khususnya saat ditanya soal pungutan PPh 21 sebesar 6 persen kepada driver ojol.

Wakil Ketua Komisi V DPR, Ridwan Bae tiba-tiba mempertanyakan adanya pungutan atau pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) 21, sebesar 6 persen kepada driver ojol. Pertanyaan itu berdasarkan informasi dari Koalisi Driver Online (KADO).

“Mereka ditarik PPh 21 sebesar 6 persen. Tetapi dasar penarikannya apa? Kemudian, bukti setor seharusnya diberikan kepada driver, kok tidak diberikan? Kalau tidak diberikan bukti setornya, lalu uangnya kemana?” tandas Ridwan di Gedung Komisi V DPR, Jakarta, Senin (7/11/2022).

Pertanyaan itu langsung disambar Presiden of Grab Indonesia (PT Grab Teknologi Indonesia), Ridzki Kramadibrata bahwa potongan 6 persen untuk PPh 21, benar-benar disetorkan kepada pemerintah.

“Itu adalah pendapatan mitra pengemudi yang didapatkan dari kami, bukan dari penumpang. Bukan yang dilaporkan pengemudi, tapi memang komponen yang kami beri, berupa insentif,” kata Ridzki.

Dirinya memastikan tidak sepeserpun dana potongan itu, masuk ke kantong aplikator. Terkait, bukti potongan pajak yang tidak diberikan kepada mitra pengemudi, menurutnya, sengaja tidak diberikan. Namun bila diminta akan diberikan kepada mitra pengemudi.

“Bukti pemotongan tersebut kami setorkan kepada negara, bisa di-download langsung mitra pengemudi di dalam aplikasinya. Jelas bukti pemotongan dan itu kemana, disetorkan kemana, itu ada bagi mereka. Memang itu komponen unik. Itu pendapatan mereka yang didapatkan dari perusahaan aplikasi,” jelasnya.

Ridzki menambahkan besaran potongan pajak sebesar 6 persen ditetapkan karena tidak ada NPWP sebagaimana aturan yang ada. “6 persen itu pendapatan mitra pengemudi yang datang dari kami. Dalam bentuk insentif atau program. Biaya jasa langsung tidak diganggu gugat. Itu murni hak mitra. Bensin, helm, penyusutan kendaraan, ada juga komponen keuntungan mitra pengemudi. Memang ada komponennya. Ini juga sudah hasil diskusi Kementerian Perhubungan dengan mitra aplikasi dan juga sudah diskusi dengan mitra pengemudi. Ini sudah berjalan 2-3 tahun,” kata Ridzki. .

Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, Shinto Nugroho justru bilang sebaliknya. GoTo tidak sepeser pun memungut PPh 21 terhadap mitra pengemudi, lantaran hubungan antara perusahaan dan mitra pengemudi, adalah kemitraan.

“Kami tidak melakukan atau memiliki program terkait penarikan dan pemungutan pajak PPh untuk mitra pengemudi karena hubungan antara Gojek dan mitranya adalah hubungan kemitraan, bukan sebagai pegawai di mana ini diatur dalam Pasal 21 UU PPh,” kata Shinto.

Shinto mengatakan, GoTo telah melakukan sosialisasi dan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk melakukan edukasi dan penghitungan dan pendaftaran NPWP bagi para pengemudi. “Karena banyak pengemudi melakukan ini (kemitraan) secara freelance atau dalam waktu free time mereka,” katanya.

Ada pun terkait kepatuhan pajak perusahaan, Shinto memastikan perusahaan telah membayar pajak sepenuhnya dan sudah dilakukan audit oleh auditor independen sebelum IPO.  Sedangkan Legal Consel PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim), Jerio mengatakan, pihaknya tidak melakukan pemotongan PPh 21 kepada mitra pengemudi, karena hubungan kemitraan. “Idem dengan Gojek, kami juga tidak melakukan pemungutan tersebut karena sistemnya masih kemitraan dan itu di luar kewenangan kami,” katanya.

Exit mobile version