Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi menegaskan pihaknya tidak pernah terlibat dalam aksi mengintimidasi seseorang yang menggunakan hak kebebasan berpendapatnya.
Hal ini terkait adanya dugaan intimidasi terhadap seseorang setelah menulis tulisan atau pendapat terkait keterlibatan TNI dalam jabatan sipil di salah satu media massa Indonesia.
“TNI tidak pernah dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan intimidatif terhadap warga yang menjalankan hak konstitusionalnya dalam menyampaikan pendapat,” Kata Kristomei dalam siaran pers resmi Mabes TNI, Senin (26/5/2025).
Menurut Kristomei, TNI sangat mendukung prinsip kebebasan berpendapat di muka umum serta terbuka akan kritik dari masyarakat.
“Setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi, pendapat, maupun kritik secara terbuka dan bertanggung jawab,” kata Kristomei.
Dia menilai kebebasan berpendapat adalah bagian dari prinsip demokrasi yang harus di jaga TNI. Karenanya, setiap hak warga dalam memberikan pendapat haruslah dilindungi pemerintah, termasuk TNI.
Kristomei sendiri tidak membenarkan tindakan intimidatif terhadap seseorang yang menggunakan hak kebebasan berpendapatnya.
Menurut dia, pihak yang mengintimidasi seseorang karena menggunakan hak kebebasan berpendapatnya harus ditindak secara hukum.
Kristomei juga tidak membenarkan beberapa pihak yang terkesan menyudutkan instansinya karena dianggap terlibat dalam aksi intimidasi tersebut.
“TNI mengajak masyarakat untuk tetap waspada terhadap upaya-upaya provokasi dan penggiringan opini yang menyesatkan,” kata Kristomei.
“Kami menolak keras segala bentuk tuduhan yang diarahkan kepada TNI tanpa bukti, data, fakta yang kredibel dan sah,” tambah dia.
Sebelumnya, keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta mengungkap dugaan intimidasi kepada sejumlah mahasiswa kampus tersebut yang melayangkan gugatan terhadap UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa FH UII, M. Rayyan Syahbana, dijelaskan kronologi peristiwa termasuk bentuk dugaan intimidasi oleh aparat.
Rayyan berujar, beberapa mahasiswa FH UII pada tanggal 9 Mei 2025 melakukan uji formil terkait UU TNI ke MK. Dasar mereka dikarenakan terdapat indikasi kuat pelanggaran prosedural dalam proses pembentukan UU TNI, yakni ketiadaan partisipasi masyarakat yang melanggar asas keterbukaan di Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011.
Hal lain, mahasiswa penggugat menyebut ada kejanggalan dalam Naskah Akademik yang digunakan dalam penyusunan rancangan revisi UU itu.
Setelah persidangan pertama, MK memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan dan menyerahkannya pada tanggal 22 Mei 2025.
Namun, pada tanggal 20 Mei 2025 tepat dua hari sebelum sidang kedua, mahasiswa FH UII bernama Abdur Rahman Aufklarung yang merupakan salah satu pemohon dalam perkara tersebut, diminta data pribadinya oleh orang yang mengaku berasal dari Mahkamah Konstitusi.