Market

Respons Resesi Global, Kebijakan Jokowi Jangan Kontraproduktif!

Selasa, 18 Okt 2022 – 11:11 WIB

Respons Resesi Global, Kebijakan Jokowi Jangan Kontraproduktif! - inilah.com

Mungkin anda suka

Ilustrasi. (Foto: iStockphoto.com)

Ekonom mewanti-wanti agar Pemerintahan Jokowi tidak mengeluarkan kebijakan kontraproduktif dalam merespons potensi resesi global. Terutama, kebijakan yang dapat menggerus daya beli masyarakat.

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan, resesi global terutama akan dialami negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan China. Sementara untuk negara-negara yang mempunyai pasar besar, seperti Indonesia dan India semestinya lebih resilience (tangguh).

Pemerintah, kata dia, perlu menjaga kebijakannya supaya permintaan di dalam negeri tidak ikut turun. “Jadi jangan mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif terhadap daya beli, pengembangan pelaku usaha yang berorientasi pasar di dalam negeri,” kata Faisal kepada Inilah.com di Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Sebab, ditegaskan Faisal, sekarang bantalan ekonomi berada di dalam negeri. “Makanya, pemerintah perlu hati-hati dalam melakukan normalisasi kebijakan,” ujarnya.

Apalagi, pemerintah berencana melakukan normalisasi kebijakan fiskal di mana defisit akan ditekan ke bawah 3% pada 2023. “Itu artinya spending dikurangi dan insentif dikurangi,” tuturnya.

Ia menegaskan, pemerintah perlu hati-hati dalam melakukannya. “Sebab, jika tidak memenuhi skala prioritas dalam pengurangan insentif, misalnya, ini bisa berdampak kepada sektor-sektor yang bisa menjadi bantalan pada saat terjadi krisis atau resesi global,” imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, situasi dunia kini dalam bahaya. Tidak hanya untuk periode tahun ini, namun juga bisa merambat hingga 2023. Proyeksi tersebut juga mengacu kepada laporan World Economic Outlook: Countering The Cost of Living Crisis yang dirilis Dana Moneter Internasional (IMF).

Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini tidak berubah, yakni pada 3,2%. Sementara tahun depan, pertumbuhan ekonomi dipangkas menjadi 2,7% dari sebelumnya 2,9%. IMF melihat situasi 2023 merupakan profil pertumbuhan terlemah sejak 2001, kecuali masa pandemi COVID-19 dan krisis keuangan global. Selain itu, resesi dipastikan akan menimpa Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Sementara Jepang cenderung stabil di mana untuk 2022 dan 2023, ekonomi tumbuh masing-masing 1,7% dan 1,6%. Sedangkan ekonomi China diproyeksikan tumbuh 3,2% pada 2022 dan 4,4% pada 2023.

Untuk India, diperkirakan tumbuh 6,8% dan 6,1%, Brasil 2,8% dan 1%, serta Meksiko 2,1% dan 1,2%. “Kita tidak boleh mengabaikan kemungkinan peningkatan risiko resesi,” imbuh Sri Mulyani.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button