Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menilai rencana pemberlakuan tarif impor baru oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mendorong negara-negara anggota ASEAN kompak meninggalkan mata uang dolar AS (US$) dan menggantikannya dengan mata uang lokal.
“Karena ada ketakutan negara-negara ini (ASEAN) yang tadinya enggak dikenai biaya import, sehingga mendorong mereka menggunakan mata uang regional dalam perdagangan domestiknya. Jadi Trump itu sudah tahu (rencana) ASEAN menghindari (US$). Dengan begitu, supaya ASEAN jangan menggunakan mata uang regional, dikeluarkan biaya tambahan. Biaya import itu dikenakan ke hampir semua negara bahkan ada 20 negara,” ujar Ibrahim dihubungi inilah.com, Jakarta, dikutip Selasa (15/4/2025).
Menurutnya, Trump sudah mengetahui taktik negara anggota ASEAN sehingga dia memutuskan menaikan tarif impor. Dengan begitu negara-negara yang sudah sepakat menggunakan mata uang lokal melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat.
“Buktinya benar hampir semua negara berkomunikasi dengan Trump. Lantaran banyaknya negara yang melakukan negosiasi sehingga ditunda 90 hari. Waktu penundaan 90 hari itu sebenarnya dampak untuk melawan negara-negara yang dalam perdagangannya mau menggunakan mata uang regional itu,” tegas dia.
Negara-negara anggota ASEAN diduga kompak meninggalkan mata uang US$ (dedolarisasi) dan menggantikannya dengan mata uang lokal. Hal itu tertuang dalam kesepakatan para gubernur bank sentral dari negara anggota ASEAN dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara anggota ASEAN ke-12 di Kuala Lumpur, Malaysia pada 10 April 2025.
Dalam pertemuan itu, bank sentral Kamboja atau National Bank of Cambodia (NBC) resmi mengumumkan partisipasinya dalam inisiatif Regional Payment Connectivity (RPC) saat peluncuran fase kedua QR Connectivity Malaysia-Kamboja pada 8 April 2025.
Inisiatif RPC yang dibentuk pada 2022 oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand ini, sebelumnya telah diperluas dengan keikutsertaan Vietnam (Agustus 2023), Brunei Darussalam (Februari 2024), serta Lao PDR (April 2024).
Tujuan pembentukan RPC adalah mendorong pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif, antara lain melalui sistem pembayaran cepat dan QR, guna memperkuat integrasi keuangan, fasilitasi perdagangan, remitansi, serta akses pasar bagi UMKM di kawasan.