Eks Ketua KPU Hasyim Asy’ari Nilai Permohonan PAW Harun Masiku adalah Sikap Resmi Partai


Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari menilai langkah hukum dalam proses permohonan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 merupakan sikap partai politik, bukan tindakan pribadi dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

Pernyataan itu disampaikan Hasyim saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan perintangan penyidikan dan suap terkait pengkondisian anggota DPR RI periode 2019–2024 dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).

“Hubungan hukum KPU ini dengan partai politik. Kalau ada orang bertanda tangan itu oleh undang-undang disebut sebagai pimpinan partai politik. Dalam hal ini yang kami terima, apakah usulan nama-nama calon dan seterusnya, kapasitasnya Mas Hasto sebagai sekjen, karena suratnya memakai kop resmi partai politik,” kata Hasyim dalam sidang ketika ditanya oleh salah satu kuasa hukum Hasto, Patra M Zen.

Patra kemudian mempertanyakan soal langkah hukum seperti pengajuan judicial review ke Mahkamah Agung (MA), permohonan fatwa, hingga surat-menyurat ke KPU agar Harun diloloskan ke Senayan.

Menanggapi hal itu, Hasyim menegaskan bahwa langkah-langkah tersebut merupakan sikap resmi partai, bukan individu.

“DPP PDI Perjuangan,” ucap Hasyim.

Lebih lanjut, Patra merujuk pada surat PDIP kepada KPU tertanggal 5 Agustus 2019 yang meminta pengalihan suara calon legislatif yang telah meninggal dunia, Nazaruddin Kiemas, kepada Harun Masiku.

Dalam surat tersebut, terdapat tanda tangan Hasto. Namun, Hasyim tetap menyatakan bahwa langkah tersebut merupakan sikap partai politik peserta pemilu.

Selain itu, Hasyim juga menjelaskan bahwa semua surat balasan dari KPU selalu ditujukan kepada institusi partai politik, bukan kepada individu.

“Surat balasan atau respons kami kepada pengirim surat, yaitu DPP PDI Perjuangan,” ujar Hasyim.

Patra pun menilai bahwa tindakan-tindakan hukum tersebut bukan perbuatan pribadi Hasto, melainkan kebijakan resmi partai yang dilaksanakan oleh Hasto dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal.

Meski demikian, ketika ditanya apakah Hasto sebagai individu terlibat dalam langkah hukum PAW anggota DPR RI, Hasyim menolak untuk menjawab.

“Saya tidak mau menjawab itu. Bagi saya cukup bahwa yang berkirim surat DPP PDI Perjuangan dan kami di KPU menjawab kepada DPP PDI Perjuangan,” ucap Hasyim.

Sebelumnya diberitakan, Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020, serta meminta stafnya, Kusnadi, membuang ponselnya saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024.

Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Suap sebesar Rp600 juta itu diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDI-P Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio.

Menurut jaksa, suap tersebut bertujuan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).

Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.