Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati merespons penasihat ekonomi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada 2016, Arthur Laffer agar Indonesia menerapkan flat tax atau pajak tetap.
Alasannya, setoran pajak lebih maksimal, Indonesia menjadi lebih sejahtera. Namun Sri Mulyani, keberatan. Karena, kebijakan itu tak cocok diterapkan di Indonesia.
“Kalau disebutkan satu rate tax, atau flat, di Indonesia kita punya lima bracket of income tax (lima paket penerimaan pajak). Saya tanya sama audience di sini, kalau yang sangat kaya dengan yang pendapatannya hanya di UMR, bayar pajaknya sama. Kira-kira, setuju enggak? Saya hampir yakin, semua bilang enggak setuju,” ujar Sri Mulyani dalam Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Menurut perempuan ayu kelahiran Lampung itu, jika Indonesia menerapkan pajak tetap terhadap seluruh masyarakat, tanpa mempertimbangkan besaran penghasilan per-orang, itulah sejatinya ketidakadilan.
“Kita ada dari 5 persen, 15 persen, 25 persen, 30 persen, dan 35 persen. Itu pasti beda banget dengan yang diadvokasi Pak Arthur Laffer. Karena kita mengatakan yang pendapatannya di atas Rp5 miliar dengan yang pendapatannya Rp60 juta per tahun, ya harusnya ratenya beda. Itu asas keadilan distribusi,” kata dia.
Selanjutnya, Sri Mulyani menyebut pajak korporasi di Indonesia, ditetapkan sebesar 22 persen. “Kalau di seluruh dunia itu termasuk dalam level menengah, karena ada yang lebih tinggi dari kita,” terang Sri Mulyani.
Adapun tarif pajak orang pribadi berdasarkan Undang-undang Harmonisai Peraturan Pajak (UU HPP) nomor 7 tahun 2021 yang memperbaharui Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Pajak Penghasilan (PPh), sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak (PKP) tahunan hingga Rp60.000.000 terkena tarif pajak 5 persen. Kemudian, penghasilan tahunan di atas Rp60.000.000 hingga Rp250.000.000 terkena tarif pajak 15 persen.
Selanjutnya, penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 terkena tarif 25 persen. Unuk penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000 hingga Rp5 minliar, dikenai pajak 30 persen. Khusus penghasilan tahunan di atas Rp5 miiar dikenai pajak 35 persen.
Ekonom senior AS, Arthur Laffer sempat mengusulkan pemerintah Indonesia menerapkan sistem pajak tetap atau flat tax untuk mendorong kemakmuran ekonomi.
Menurut Laffer, sistem pajak tetap penting karena tidak menciptakan diskriminasi antarkelompok.
“Saya tidak berkapasitas untuk berbicara tentang kebijakan khusus pemerintahan Anda. Namun prinsip-prinsipnya, yang menjadi kunci, anda perlu memiliki (sistem) pajak tetap dengan tarif rendah dan berbasis luas,” ujar Laffer.
“Sehingga anda tidak mendiskriminasi orang-orang yang sukses. Anda perlu memilikinya (sistem pajak tetap). Itu sangat, sangat penting,” lanjut mantan penasihat ekonomi Presiden Trump itu.
Dia menjelaskan, sistem flat tax bersifat netral. Skema ini diyakini bisa meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Dengan pendapatan yang lebih besar, pemerintah bisa mendanai lebih banyak program.
Selain sistem pajak, Laffer juga menyarankan efisiensi anggaran. Ia menilai sektor swasta harus diberi ruang lebih luas untuk berbisnis.