Elon Musk Bikin Partai Baru: Harta Melorot Rp194 Triliun, Tesla Terguncang


Elon Musk kembali membuat gebrakan kontroversial. Manusia paling tajir sedunia ini mengumumkan rencana mendirikan partai politik baru di Amerika Serikat (AS). Namun, langkah ini justru disambut dingin pasar, membuat saham Tesla merosot tajam dan berujung pada lenyapnya harta kekayaan Musk senilai Rp194 triliun dalam sehari.

Pengumuman Musk ini bukan hanya sekadar gebrakan politik, melainkan juga memicu perseteruan sengit dengan Presiden AS Donald Trump. Perselisihan ini, tak pelak mengancam stabilitas kerajaan bisnis sang miliarder, terutama Tesla.

Pada awal pekan, saham Tesla anjlok 6,8 persen. Penurunan ini menambah daftar panjang kemerosotan saham Tesla yang mencapai sekitar 14 persen selama lima minggu terakhir. Sentimen negatif ini disebut-sebut kuat berkaitan dengan perselisihan publik antara Musk dan Trump.

Mengutip Forbes, dalam satu hari saja, kekayaan bersih Elon Musk menguap US$12 miliar, atau setara dengan Rp 194,4 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.200). Meski demikian, Musk masih menyandang predikat orang terkaya sejagat raya dengan total kekayaan mencapai US$393,1 miliar (Rp6.368 triliun).

Kembalinya Musk ke dunia politik ini bertolak belakang dengan janji yang pernah ia lontarkan kepada para pemegang saham Tesla akhir tahun lalu. Padahal, pada April lalu, Musk sempat menekankan fokusnya pada Tesla untuk menekan penurunan penjualan kendaraan listrik yang tengah terjadi.

Analis Wedbush, Daniel Ives, menilai bahwa keputusan Musk untuk semakin dalam terjun ke dunia politik justru berlawanan arah dengan keinginan para investor Tesla. Penurunan penjualan Tesla sendiri sebagian disebabkan oleh ketidaksukaan konsumen pada Musk yang kerap menyuarakan tujuan-tujuan politik sayap kanan.

Hubungan Retak dan Dampak ke Tesla

Hubungan Musk dengan pemerintahan Trump sebenarnya sempat terjalin erat. Musk bahkan sempat membantu mendanai kampanye Trump dan ditunjuk sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) dengan tugas mencari penghematan triliunan dolar di seluruh pemerintahan. 

Saham Tesla sempat melonjak setelah kemenangan Trump, didorong ekspektasi investor akan kedekatan Musk dengan Gedung Putih.

Namun, hubungan itu kini retak. Musk meninggalkan pemerintahan Trump pada akhir Mei lalu setelah masa tugasnya di Doge berakhir. Kepergiannya terjadi di tengah perselisihan keduanya mengenai rancangan undang-undang pajak dan pengeluaran yang disebut Trump sebagai ‘RUU besar dan indah’.

Musk tidak berhasil menggunakan pengaruhnya untuk membuat Trump membalikkan posisi pada kendaraan listrik dan energi terbarukan, yang keduanya sangat tertekan dalam RUU tersebut.

Trump menyalahkan berakhirnya kebijakan ramah kendaraan listrik atas penentangan keras Musk terhadap RUU tersebut. Analis William Blair, Jed Dorsheimer, memperkirakan lebih dari US$2 miliar keuntungan dari penjualan kredit regulasi terancam oleh RUU yang telah ditandatangani Trump menjadi undang-undang itu.

Akibatnya, kapitalisasi pasar Tesla telah anjlok lebih dari US$200 miliar sejak Musk meninggalkan jabatannya, menjadi sekitarUS$940 miliar pada hari Senin (7/7/2025).

Valuasi produsen mobil ini bahkan turun drastis dari puncaknya pada pertengahan Desember yang mencapai lebih dari US$1,5 triliun.

Pengumuman Musk untuk membentuk partai politik baru, yang dikatakannya diperlukan untuk memerangi sistem satu partai yang merongrong demokrasi AS, disampaikan pada akhir pekan liburan 4 Juli 2025. 
Respon Trump tak kalah sengit. Melalui platform Truth Social, ia mengecam Musk dan menyatakan sedih melihat sang miliarder itu benar-benar ‘keluar jalur’ yang pada dasarnya menjadi ‘KERETA API selama lima minggu terakhir’.

Bahkan, Trump juga mengatakan akan ‘mempertimbangkan’ untuk mendeportasi Musk ke negara asalnya, Afrika Selatan.