Gagal Hentikan Gelombang Utang, Moody’s Cabut Rating Kredit Teratas Pemerintah AS


Moody’s Ratings telah mencabut peringkat kredit teratas pemerintah Amerika Serikat, dengan alasan kegagalan berturut-turut untuk menghentikan peningkatan gelombang utang. Ini merupakan langkah mengejutkan yang dapat mempersulit upaya Presiden Donald Trump untuk memotong pajak dan mengirimkan dampak ke pasar global.

Moody’s akhir pekan lalu menurunkan dari standar emas Aaa menjadi Aa1. “Pemerintahan dan Kongres AS berturut-turut telah gagal menyepakati langkah-langkah untuk membalikkan tren defisit fiskal tahunan yang besar dan meningkatnya biaya bunga,” katanya saat mengubah prospeknya terhadap AS menjadi “stabil” dari “negatif”.

Namun AS masih mempertahankan kekuatan kredit yang luar biasa seperti ukuran, ketahanan, dan dinamisme ekonominya serta peran dolar AS sebagai mata uang cadangan global.

Moody’s adalah lembaga pemeringkat utama terakhir dari tiga lembaga pemeringkat utama yang menurunkan peringkat kredit pemerintah federal. Standard & Poor’s sebelumnya menurunkan peringkat utang federal pada  2011, sementara  Fitch Ratings menyusul pada 2023.

Dalam sebuah pernyataan, Moody’s mengatakan, “Kami memperkirakan defisit federal akan melebar, mencapai hampir 9 persen dari [ekonomi AS] pada 2035, naik dari 6,4 persen pada tahun 2024, terutama didorong oleh peningkatan pembayaran bunga utang, meningkatnya pengeluaran hak, dan relatif rendahnya perolehan pendapatan.”

Moody’s menyatakan, memperpanjang pemotongan pajak Presiden Donald Trump tahun 2017, yang merupakan prioritas Kongres dengan kendali Partai Republik, akan menambah US$4 triliun selama dekade berikutnya ke defisit primer federal, tidak termasuk pembayaran bunga.

Direktur komunikasi Gedung Putih Steven Cheung menanggapi penurunan peringkat tersebut melalui unggahan di media sosial, dengan mengkritik ekonom Moody’s, Mark Zandi. Ia menyebut Zandi sebagai lawan politik Trump. “Tidak ada yang menganggap serius ‘analisisnya’. Dia telah terbukti salah berkali-kali,” kata Cheung.

Stephen Moore, mantan penasihat ekonomi senior Trump dan ekonom di Heritage Foundation, menyebut tindakan tersebut keterlaluan. “Jika obligasi pemerintah yang didukung AS bukan aset triple A, lalu apa?” ​​katanya mengutip Reuters.

Kekhawatiran Pasar Obligasi

Sistem politik macet tidak mampu mengatasi defisit besar yang telah terakumulasi di AS. Partai Republik menolak kenaikan pajak, dan Partai Demokrat enggan memangkas pengeluaran.

Pekan lalu, anggota DPR dari Partai Republik gagal meloloskan paket besar keringanan pajak dan pemotongan belanja melalui Komite Anggaran. Sekelompok kecil anggota DPR dari Partai Republik garis keras, ngotot melakukan pemotongan lebih tajam untuk Medicaid dan keringanan pajak energi hijau Presiden Joe Biden, bergabung dengan semua anggota Demokrat yang menentangnya. Ini kemunduran politik yang jarang terjadi bagi presiden dari Partai Republik.

Sejak kembali ke Gedung Putih pada 20 Januari, Trump telah mengatakan dia akan menyeimbangkan anggaran sementara Menteri Keuangannya, Scott Bessent, telah berulang kali mengatakan bahwa pemerintahan saat ini bertujuan untuk menurunkan biaya pendanaan pemerintah AS.

Upaya Trump untuk memangkas pengeluaran melalui Departemen Efisiensi Pemerintah milik Elon Musk telah gagal mencapai tujuan awal. Sementara upaya meningkatkan pendapatan melalui tarif telah memicu kekhawatiran tentang perang dagang dan perlambatan global, yang mengguncang pasar. Jika tidak diatasi, kekhawatiran tersebut dapat memicu kehancuran pasar obligasi dan menghambat kemampuan pemerintah untuk menjalankan agendanya.

Penurunan peringkat, yang terjadi setelah penutupan pasar, menyebabkan imbal hasil obligasi Treasury lebih tinggi. Analis mengatakan hal itu dapat memberi investor jeda ketika pasar dibuka kembali untuk perdagangan reguler.

“Sangat mengejutkan. Ini hal yang besar – pasar sama sekali tidak menduga hal ini,” kata Tom di Galoma, direktur pelaksana suku bunga dan perdagangan di Mischler Financial di Utah.