Presiden AS Donald Trump. (Foto: Getty Images/Alex Wong)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi membeberkan dampak keputusan Presiden AS, Donald Trump mematok tarif timbal balik (resiprokal) 32 persen untuk seluruh produk Indonesia yang masuk ke AS, mulai 1 Agustus 2025.
Dia mengatakan, pemberlakukan tarif masuk yang cukup tinggi terhadap seluruh produk Indonesia itu, jelas merugikan dan melemahkan fondasi hubungan dagang Indonesia dengan AS.
“Tarif tinggi tersebut akan menyulitkan produk-produk Indonesia bisa bersaing di pasar AS. Sektor yang potensial terdampak seperti tekstil, alas kaki, elektronik, dan karet yang menjadi tulang punggung ekspor nonmigas nasional,” ujar Syafruddin kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Dia mengatakan, pelaku usaha Indonesia tak punya banyak pilihan. Kecuali, memangkas margin, mengurangi produksi atau menghentikan ekspor ke AS.
Jika itu terjadi, lanjut Syafruddin, penerimaan negara berupa devisa bakal tergerus signifikan. Kondisi ini memperbesar risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) khususnya di industri padat karya.
“Kita mengkhawatirkan efek rambatan terhadap perekonomian nasional. Ketika ekspor tertekan, pertumbuhan ekonomi pun ikut melambat. Realisasi pertumbuhan Indonesia tahun ini menghadapi risiko tambahan,” ucapnya.
Diketahui, dalam kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN tahun anggaran 2026 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2026 mencapai 5,2 hingga 5,8 persen.
Di sisi lain, meski pemerintah telah mengirimkan utusan ke Amerika dan memberikan penawaran sebagai proses negosiasi menurutnya Indonesia tidak boleh larut menghadapi tarif Trump yang sesungguhnya adalah doktrin intimidasi yang belum pasti menguntungkan.
“Kita perlu menyadari bahwa Trump tidak mau free trade maupun fair trade, tapi submissive trade. Indonesia perlu berperan aktif dalam BRICS dalam menjaga kebijakan perdagangan multilateral meski Trump menambah ancaman dengan tarif ekstra 10 persen,” ucapnya.
“Dealing dengan Trump tidak lagi memperlihatkan akal sehat. Tidak terlihat reputasi Trump akan punya komitmen terhadap kesepakatan. Dalam situasi seperti itu lebih baik kita kembali ke gagasan zero tariff corridor. Percuma dan hanya buang waktu negosiasi penurunan tarif dengan Trump. Finalkan saja tawaran kita mutual zero tarif antara AS dan Indonesia. Itu fair,” tambah dia.