Sejumlah bayi tengah mendapatkan perawatan intensif di RS Al-Shifa, Jalur Gaza, Palestina. (Foto: Dok. UNICEF)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Jeritan pilu bayi-bayi mungil di Jalur Gaza kini jadi horor baru. Lebih dari 100 bayi prematur kini dalam kondisi super kritis, nyawanya di ujung tanduk. Kenapa? Karena rumah sakit tempat mereka seharusnya dirawat kini ‘kehabisan nafas’, nyaris kolaps akibat krisis bahan bakar parah imbas pengepungan brutal Israel.
Dua rumah sakit paling besar di Gaza, Al-Shifa dan Nasser di Khan Younis, kompak melaporkan kondisi darurat pada Rabu (9/7/2025). Gempuran Israel yang tak henti dalam 24 jam terakhir, jadi pelengkap penderitaan.
Direktur RS Al-Shifa Muhammad Abu Salmiyah tak bisa lagi menahan sesaknya dada. Dia bilang, bukan cuma 100 lebih bayi prematur itu yang terancam, tapi juga sekitar 350 pasien cuci darah.
“Stasiun oksigen bakal berhenti. Laboratorium dan bank darah tak bisa berfungsi. Unit darah di pendingin bakal rusak. Rumah sakit ini akan berubah dari tempat penyembuhan jadi ‘kuburan’ bagi semua yang ada di dalam!” jerit Abu Salmiyah, seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (10/7/2025).
Dia bahkan menuding Israel sengaja ‘menguras’ pasokan bahan bakar, hanya memberi ‘setetes demi setetes’. Saking desperate-nya, Departemen Hemodialisa di RS Al-Shifa sudah ditutup. Itu demi listrik Unit Perawatan Intensif (ICU) dan ruang operasi tetap menyala, karena mati sedetik saja, nyawa taruhannya!
Rumah Sakit Masuk ‘Jam-Jam Terakhir’
RS Nasser juga tak kalah merana. Mereka menyebut kondisi saat ini sudah masuk ‘jam-jam terakhir yang krusial’. Krisis bahan bakar memanggang mereka habis-habisan.
“Dengan indikator bahan bakar mendekati nol, para dokter kini berjibaku menyelamatkan nyawa, dalam perlombaan melawan waktu, kematian, dan kegelapan,” begitu bunyi pernyataan resmi rumah sakit yang bikin merinding.
Jubir RS Nasser Mohammed Sakr gamblang bilang: mereka butuh 4.500 liter bahan bakar per hari untuk sekadar bernapas. Tapi kini? Hanya tersisa 3.000 liter, itu pun cuma cukup untuk 24 jam ke depan. Habis itu, entah apa jadinya.
Sakr bahkan menggambarkan pemandangan pilu di ruang bedah. Staf medis harus bekerja tanpa listrik, tanpa AC, tanpa kipas. “Semua alat dimatikan. Keringat staf medis menetes ke luka pasien, meningkatkan risiko infeksi,” kata seorang dokter dalam video yang beredar, suaranya putus asa.
Sistem Kesehatan Gaza Nyaris Ambruk Total
Ya, serangan brutal Israel sejak Oktober 2023 memang telah menghancurkan sistem kesehatan Gaza sampai ke akar-akarnya.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sampai Mei mencatat, cuma 19 dari 36 rumah sakit di Gaza yang masih beroperasi, itu pun cuma parsial. Lebih dari 94 persen fasilitas kesehatan sudah rusak atau luluh lantak, dan yang paling gila, lebih dari 600 serangan langsung menghantam rumah sakit.
WHO juga mencatat, lebih dari 1.500 tenaga kesehatan tewas saat menjalankan tugas mulia mereka. Dan 185 lainnya kini meringkuk dalam tahanan militer Israel.
“Sektor kesehatan Gaza kini sudah bertekuk lutut,” tegas WHO. “Rumah sakit kekurangan bahan bakar dan obat-obatan, sementara jumlah korban terus berdatangan. Situasi ini mustahil bisa ditangani.”
Data Kementerian Kesehatan Gaza sendiri makin bikin dada sesak. Serangan Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan sebanyak 57.575 warga Palestina dan melukai 136.879 lainnya. Sebuah tragedi kemanusiaan dari kebiadaban Israel yang terus berlanjut.