News

Gus Yahya Pilih Khofifah Jadi Ketua PBNU Karena Punya Kapasitas

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan alasanya mengajak Khofifah Indar Parawansa dan Alissa Wahid untuk mengemban amanah sebagai Ketua PBNU adalah karena faktor kebutuhan.

“Beliau-beliau ini kita ajak bergabung di PBNU karena kita butuh, bukan karena perempuan. Kalau sekadar perempuan, mungkin saya bisa ajak istri saya masuk PBNU,” kata Gus Yahya pada Silaturahim PBNU, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) se-Indonesia dan Gubernur Jawa Timur Hj Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (16/2/2022) malam.

Dia mengatakan kebutuhannya pada sosok Khofifah tidak lain karena cita-cita kebangkitan NU di bidang teknokrasi. Gus Yahya mempercayai Gubernur Khofifah Indar Parawansa sebagai sosok yang paling memahami, mengerti, sekaligus berpengalaman di bidangnya.

Khofifah menjadi perempuan pertama sebagai Ketua PBNU bukan karena untuk kesetaraan gender. Tetapi Khofifah memiliki potensi dalam bidang teknokrasi.

“Tidak ada yang berpengalaman lebih baik dalam bidang ini selain Khofifah,” ujarnya.

Sebagai informasi, Khofifah sudah menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada usianya yang baru menginjak 34 tahun di era Kabinet Persatuan yang dipimpin oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Gus Yahya menceritakan, Gus Dur mengatakan bahwa jika orang NU hendak masuk di wilayah eksekutif, setidaknya harus memiliki pengalaman tiga periode di legislatif. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi seorang Khofifah.

Oleh karena itu, Gus Yahya meminta Khofifah secara khusus untuk berkeliling Indonesia dalam rangka melatih PWNU se-Indonesia mengenai teknokrasi.

“Bu Khofifah akan kita minta berkeliling Indonesia mengajar PWNU se-Indonesia tentang bagaimana mengelola membangun teknokrasi di dalam Nahdlatul Ulama,” ujarnya.

Hal ini, menurutnya, sangat penting mengingat perlunya membangun NU dengan sistem ala pemerintahan (governing NU). Gagasan ini ia tulis dalam bukunya yang berjudul Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

“Mengelola NU laksana pemerintahan,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.

Bedanya NU dengan pemerintahan adalah anggotanya yang hanya terikat sebagai kewargaan atau rekanan (fellowship), bukan kewarganegaraan (citizenship). Perbedaan lainnya, NU tidak memiliki wilayah teritori sebagaimana negara.

Apalagi di masa kepemimpinannya yang baru berjalan ini, Gus Yahya sudah membuat berbagai kerja sama yang bisa diturunkan ke tingkat wilayah, cabang, hingga majelis wakil cabang (MWC).

Ia menyebut kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait berbagai hal seperti peremajaan kebun sawit rakyat dan kehutanan sosial sekurangnya bisa diturunkan ke 130 cabang.

Sementara dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, PBNU telah menandatangani kerja sama membangun 90 titik kampung nelayan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button