Hangout

Hati-hati! Ini 4 Dampak Flexing pada Kesehatan

Fenomena flexing atau pamer sedang ramai diperbincangkan di media sosial lantaran dikaitkan dengan kegiatan memamerkan barang mewah. Biasanya orang yang melalukan flexing sedang mencari perhatian dari lingkugan sekitar.

Ada banyak alasan kenapa seseorang senang memamerkan apa yang dmiliki. Namun, salah satu penyebab yang mendorong mereka berasal dari kurangnya rasa percaya diri, sehingga mereka perlu pengakuan dari orang lain.

Agar mengenal fenomena ini lebih jauh, yuk kenali dampak flexing bagi kesehatan mental berikut informasinya.

Apa itu Flexing?

Dilansir dari Dictionary, flexing atau pamer adalah perilaku manusia memamerkan fisik, barang, atau hal lain yang dianggap lebih unggul.

Namun, flexing dapat menjadi hal yang negatif jika didasari rasa tidak percaya diri, cemburu, kesepian, hingga kondisi psikis lainnya. Dampaknya dari fenomena ini akan memicu perilaku ekstrem.

Penyebab Flexing

Ada banyak alasan yang dapat memicu seseorang untuk melakukan flexing. Namun, minimnya rasa percaya diri adalah penyebab flexing yang paling umum.

Menurut Verywell Mind, seseorang yang tidak percaya diri kerap terlihat seperti meremehkan diri sendiri dan mengalami gejala depresi. Namun di sisi lain, orang yang tidak percaya diri juga bisa menunjukkan perilaku agresif, anti-sosial, mencari perhatian secara berlebihan, dan perilaku negatif lainnya.

Sedangkan seseorang yang merasa kesepian dan memiliki kecemasan sosial, cenderung menggunakan media sosial untuk mencari validasi. Akibatnya, orang tersebut akan menunjukkan perilaku yang memancing perhatian ketika berinteraksi dengan orang lain di media sosial.

Pamer secara berlebihan juga bisa menjadi tanda-tanda gangguan kesehatan mental atau gangguan kepribadian tertentu, seperti:

  • Histrionic Personality Disorder yang ditandai dengan ketidakstabilan emosi dan kecenderungan untuk mencari perhatian.
  • Borderline Personality Disorder yang membuat penderita sulit untuk mengontrol perilaku serta suasana hatinya, dan memiliki kecenderungan untuk mencari perhatian serta validasi dari orang lain.
  • Gangguan bipolar yang membuat seseorang mengalami perubahan suasana hati secara tiba-tiba.
  • Narcissistic Personality Disorder yang membuat penderita merasa dirinya lebih hebat atau lebih penting daripada orang lain .
  • Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang membuat penderita sulit untuk memusatkan perhatian.
  • Oppositional Defiant Disorder yang membuat penderita mudah marah dan tersinggung.
  • Intermittent Explosive Disorder yang membuat seseorang sulit untuk mengontrol amarahnya sehingga cenderung melakukan tindakan yang kasar.

Beberapa gangguan kesehatan mental tersebut perlu diwaspadai karena bisa menjadi semakin parah dan akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang ketika tidak ditangani secara medis.

Dampak Flexing bagi Kesehatan Mental

Bangga terhadap diri sendiri adalah perasaan yang wajar muncul sebagai bentuk apresiasi terhadap pencapaian atau prestasi yang dimiliki. Namun, flexing secara berlebihan dengan asumsi bahwa diri sendiri lebih hebat jika dibandingkan dengan orang lain bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mental.

Menurut Independent, berikut dampak flexing bagi kesehatan mental yang perlu diwaspadai.

1.    Haus akan validasi

Media sosial bisa membahayakan jika ditujukan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain secara terus-menerus dengan cara flexing. Pasalnya, flexing mengharuskan seseorang memamerkan kelebihan di media sosial demi perhatian dari orang lain.

Akibatnya, mereka merasa perlu untuk diakui orang lain terkait apapun yang kamu miliki dalam hidupnya. Apabila aksi flexing tidak sesuai harapan, mungkin mereka akan merasa stres, tidak bahagia, dan bahkan depresi.

2. Stres dan cemas

Flexing juga dapat memicu stres dan cemas, sebab mereka merasa dituntut untuk memberi tahu orang lain tentang pencapaian atau kekayaanmu. Selain itu, mereka merasa selalu harus sempurna di depan orang lain karena berkaitan dengan ketenaran di sosial.

Jika tidak sempurna, mereka akan merasa cemas terhadap komentar orang lain yang tidak mengenakkan.

3. Mencoba menjatuhkan orang lain

Ada berbagai motif orang melakukan flexing, mulai dari haus akan validasi hingga rencana menjatuhkan orang lain. Saat mereka berhasil menjatuhkan orang lain karena aksi pamernya, suasana hatinya menjadi senang dan puas.

Masalahnya, respons senang dan puas bisa berbahaya bagi kesehatan mental jika dilakukan melalui perbuatan buruk. Selain itu, mereka merasa harus lebih dari orang lain dan menjadikan mereka sebagai standar keberhasilannya.

4. Depresi

Media sosial tidak hanya terbukti menyebabkan ketidakbahagiaan, tetapi juga dapat menyebabkan depresi jika tidak digunakan sebagaimana mestinya. Fenomena flexing semakin marak terjadi di media sosial dan perbandingan diri sendiri dengan orang lain tak terhindarkan.

Selain itu, adanya ketidakbahagiaan ketika aksi flexing tidak sesuai harapan juga bisa menjadi faktor risiko depresi. Memuaskan keinginan untuk pamer tidak ada habisnya karena tren selalu berganti setiap harinya.

Nah, itulah empat dampak flexing bagi kesehatan mental yang sedang marak di media sosial. Dengan mengetahui apa itu flexing dan dampaknya terhadap kesehatan mental, Anda bisa melakukan penyesuaian sehingga bisa menghindari kecenderungan untuk pamer.

Ditulis oleh: Farhan Ramadhan

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button