Inersia

Hati-Hati Konsumsi Gula Tersembunyi pada Makanan dan Minuman Kemasan

Konsumsi gula menjadi berbahaya ketika jumlahnya berlebihan. dr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM, selaku Dokter Spesialis Gizi Klinis menjelaskan, konsumsi gula berlebih berkontribusi terhadap tingginya asupan kalori yang dapat meningkatkan risiko obesitas dan diabetes.

Sayangnya, masyarakat masih cenderung mengonsumsi gula dalam jumlah yang tinggi, baik dari penambahan gula saat memasak, makan, dan minum maupun melalui konsumsi makanan dan minuman manis yang tinggi gula.

“Gula identik dengan gula pasir, padahal sebenarnya bukan hanya gula pasir saja, ada gula merah, gula batu, ada gula yang ngumpet di dalam makanan, ada di dalam kopi cihui yang sering kita minum, kental manis, itu juga kandungan gulanya tinggi,” kata Marya Haryono saat temu media virtual, Jakarta, baru-baru ini.

Tidak hanya itu, ada pula gula di dalam masakan yang juga perlu dihitung.

“Itu juga tinggi. Itu ada tambahan gula untuk menambahkan cita rasa. Ini harus diperhatikan,” tambahnya.

Masih menurut Marya, masyarakat juga perlu waspada dengan kandungan gula yang terkandung di makanan dan minuman kemasan.

Untuk itu, masyarakat perlu lebih jeli dalam memerhatikan label kemasan guna mengetahui kandungan gula tersembunyi (hidden sugar) di makanan minuman.

“Hal ini penting agar kita dapat lebih sadar akan jumlah gula yang dikonsumsi setiap harinya,” ujarnya.

Selain itu, masyarakat juga secara rutin perlu melakukan pengukuran berat badan untuk mengetahui apakah berat badan mereka termasuk kategori normal atau overweight dan bahkan obesitas. Cara pengukurannya dengan metode perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu jumlah berat badan (dalam kilogram) dibagi tinggi badan (dalam meter) kuadrat.

Berdasarkan World Health Organization, untuk orang Asia, apabila hasil BMI-nya di bawah 18,5 maka tergolong kurus, sementara BMI 18,5-22,9 termasuk kategori normal.

Masyarakat perlu lebih waspada apabila hasil BMI mencapai angka 23,0-24,9 karena sudah termasuk overweight, 25-29,9 termasuk kategori obesitas tingkat I, dan ≥30 dinyatakan obesitas tingkat II,” jelas dr. Marya.

Yusra Egayanti, S.Si, Apt, MP, Koordinator Standardisasi Pangan Olahan Keperluan Gizi Khusus, Badan POM RI, mengatakan, cermat membaca label kemasan pangan olahan dapat membantu kita lebih bijak dalam konsumsi gula dan terhindar dari risiko obesitas.

“Masyarakat harus selalu memperhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (seperti lemak, lemak jenuh, protein, garam/natrium, dan karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian,” ujar Yusra.

Idealnya, dalam sehari, masyarakat dapat mengonsumsi tidak lebih dari, gula sebanyak 50 gram atau setara dengan empat sendok makan, garam sebanyak 5 gram atau setara dengan satu sendok teh, dan lemak total sebanyak 67 gram atau lima sendok makan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Mia Umi Kartikawati

Redaktur, traveller, penikmat senja, musik, film, a jurnalist, content creator enthusiast, food lovers, a mom who really love kids. Terus belajar untuk berbagi dan bersyukur dalam jalani hidup agar bisa mendapat berkah.
Back to top button