Kanal

Indonesia Harus Waspada Virus Marburg, Angka Kematiannya 88 Persen

Dunia kesehatan kembali dibuat khawatir setelah munculnya virus Marburg yang mulai menyebar di beberapa negara. Warga pantas khawatir dan tidak boleh lengah mengingat virus ini memiliki tingkat fatalitas yang tinggi yakni 88 persen. Apa sebenarnya penyakit ini dan bagaimana gejalanya?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan penularan penyakit virus Marburg terus berlanjut di Guinea Khatulistiwa pada 22 Maret 2023. Jumlah terkonfirmasi saat ini ada 29 kasus, termasuk 27 kematian. Sementara di wilayah Afrika Timur, Tanzania juga melaporkan 8 kasus virus Marburg, lima di antaranya meninggal dunia, tiga lainnya tengah mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

“Upaya otoritas kesehatan Tanzania untuk menetapkan penyebab penyakit ini merupakan indikasi yang jelas dari tekad untuk menanggapi wabah secara efektif,” kata Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika. “Kami bekerja sama dengan pemerintah untuk secara cepat meningkatkan langkah-langkah pengendalian untuk menghentikan penyebaran virus,” lanjutnya lagi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI juga mulai mewaspadai potensi masuknya virus Marburg ke Indonesia. Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengingatkan agar pemerintah dan masyarakat tidak lengah terhadap potensi masuknya virus Marburg. “Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg,” ujarnya di Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Saat ini, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Marburg. Pemerintah daerah, fasilitas layanan kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait diminta untuk waspada.

Indonesia sendiri telah melakukan penilaian risiko cepat penyakit yang disebabkan virus Marburg pada 20 Februari lalu. Hasilnya, didapatkan bahwa kemungkinan adanya importasi kasus virus Marburg di Indonesia terbilang rendah. Namun demikian, Syahril tetap mengingatkan masyarakat tetap waspada karena penyakit yang disebabkan oleh virus Marburg memiliki fatalitas yang tinggi, dengan angka mencapai 88 persen.

Virus ini menimbulkan penyakit demam berdarah yang jarang terjadi. Gejalanya mirip dengan penyakit lain seperti malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia. “Hal ini [kemiripan gejala] yang menyebabkan penyakit virus Marburg susah diidentifikasi,” ujar Syahril.

Sudah ada sejak 1967

Virus Marburg dan Ebola keduanya anggota keluarga Filoviridae (filovirus). Meski disebabkan oleh virus yang berbeda, kedua penyakit ini secara klinis serupa. Kedua penyakit ini langka dan berpotensi menimbulkan wabah dengan tingkat kematian yang tinggi.

Menurut WHO, virus Marburg adalah agen penyebab penyakit virus Marburg (MVD), penyakit dengan rasio fatalitas kasus hingga 88%, tetapi bisa jauh lebih rendah dengan perawatan pasien yang baik. Penyakit virus Marburg awalnya terdeteksi pada tahun 1967 setelah wabah simultan di Marburg dan Frankfurt di Jerman; dan di Beograd, Serbia.

Dua wabah besar yang terjadi secara bersamaan di Marburg dan Frankfurt di Jerman, dan di Beograd, Serbia pada 1967 itu, menjadi pengenalan awal penyakit tersebut. Wabah tersebut dikaitkan dengan pekerjaan laboratorium yang menggunakan monyet hijau Afrika (Cercopithecus aethiops) yang diimpor dari Uganda.

Selanjutnya, wabah dan kasus sporadis telah dilaporkan di Angola, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Afrika Selatan (pada seseorang dengan riwayat perjalanan baru ke Zimbabwe) dan Uganda. Pada tahun 2008, dua kasus independen dilaporkan pada para pelancong yang mengunjungi gua yang dihuni oleh koloni kelelawar Rousettus di Uganda.

Cara penularan

Awalnya, infeksi MVD manusia terjadi akibat kontak yang terlalu lama dengan tambang atau gua yang dihuni oleh koloni kelelawar Rousettus aegyptiacus. Untungnya, jenis kelelawar ini tidak ditemukan di Indonesia.

Marburg menyebar melalui penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung (melalui kulit yang rusak atau selaput lendir) dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi, dan dengan permukaan dan bahan (misalnya alas tidur, pakaian) yang terkontaminasi cairan ini .

Petugas kesehatan juga sering terinfeksi saat merawat pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi MVD. Ini terjadi melalui kontak dekat dengan pasien ketika tindakan pencegahan pengendalian infeksi tidak dilakukan secara ketat. Penularan melalui peralatan injeksi yang terkontaminasi atau melalui luka jarum suntik dikaitkan dengan penyakit yang lebih parah, kerusakan yang cepat, dan kemungkinan tingkat kematian yang lebih tinggi.

Upacara pemakaman yang melibatkan kontak langsung dengan jenazah juga dapat berkontribusi dalam transmisi Marburg. Orang dengan virus ini akan tetap bisa menularkan penyakit ini selama darah mereka mengandung virus.

Gejala penyakit virus Marburg

Masih menurut WHO, masa inkubasi, interval dari infeksi hingga timbulnya gejala, bervariasi dari 2 hingga 21 hari. Penyakit yang disebabkan oleh virus Marburg dimulai secara tiba-tiba, dengan demam tinggi, sakit kepala parah, dan rasa tidak enak badan yang parah. Nyeri otot dan nyeri adalah fitur umum. Diare berair yang parah, sakit perut dan kram, mual dan muntah dapat dimulai pada hari ketiga. Diare bisa bertahan selama seminggu.

Penampilan pasien pada fase ini telah dideskripsikan sebagai mirip ‘hantu’, mata cekung, wajah tanpa ekspresi, dan kelesuan yang ekstrem. Pada wabah Eropa tahun 1967, ruam yang tidak gatal merupakan gambaran yang terlihat pada sebagian besar pasien antara 2 dan 7 hari setelah timbulnya gejala.

Banyak pasien mengalami manifestasi hemoragik parah antara 5 dan 7 hari, dan kasus yang fatal biasanya memiliki beberapa bentuk perdarahan, seringkali dari beberapa area. Darah segar dalam muntahan dan feses sering disertai dengan pendarahan dari hidung, gusi, dan vagina.

Pendarahan spontan di tempat venepuncture (di mana akses intravena diperoleh untuk memberikan cairan atau mendapatkan sampel darah) bisa sangat menyusahkan. Selama fase penyakit yang parah, pasien menderita demam tinggi. Keterlibatan sistem saraf pusat dapat mengakibatkan kebingungan, lekas marah, dan agresi. Orkitis (radang pada salah satu atau kedua testis) telah dilaporkan kadang-kadang pada fase akhir penyakit (15 hari).

Dalam kasus yang fatal, kematian paling sering terjadi antara 8 dan 9 hari setelah timbulnya gejala, biasanya didahului oleh kehilangan darah yang parah dan syok.

Hingga saat ini, belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah penularan virus Marburg. Dua vaksin Marburg baru memasuki uji klinis fase 1, yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen. “Belum ada obat khusus. Pengobatan (infeksi virus Marburg) bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit,” ucap Syahril.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button