News

Berkaca dari Pengalaman, Pakar Nilai KPU Bisa Abaikan Putusan PN Jakpus

Ahli hukum tata negara Agus Riewanto mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) boleh untuk tidak menjalankan atau abaikan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Hal serupa pernah terjadi dua kali, yakni pada tahun 2009 dan 2019.

Pada tahun 2019, tutur dia, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus bahwa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak boleh berasal dari anggota partai politik (parpol) namun kemudian muncuk keputusan Mahkamah Agung (MA) yang berlawanan.

“Saat itu ada putusan MK Nomor 30 Tahun 2018, ketika MK mengatakan calon anggota DPD tidak boleh berasal dari anggota parpol, tapi muncul putusan MA Nomor 65 Tahun 2018, yang mengatakan calon anggota DPD itu boleh berasal dari parpol, mirip dengan hari ini,” ujarnya. KPU pun hanya menjalankan putusan MK,” jelasnya di Gedung KPU, Kamis (9/3/2023).

Selanjutnya, pada 2009, MA menyebutkan perolehan kursi DPR dan DPRD yang disusun KPU bertentangan dengan UU Pemilu. Namun, kemudian MK mengeluarkan putusan yang membenarkan tata cara perolehan kursi DPR tersebut. Dia menyebut saat itu KPU pun hanya melaksanakan putusan MK dan abaikan putusan MA.

“Putusan MA 15 Tahun 2009, pada waktu itu MA mengatakan tata cara perolehan anggota kursi DPR DPRD oleh KPU bertentangan dengan UU Pemilu, tapi tiba-tiba ada putusan MK yang mengatakan membenarkan tata cara yang dilakukan oleh KPU. Dan KPU memilih melaksanakan putusan MK karena dianggap setara putusannya dengan Undang-Undang,” tambah dia.

Agus meminta KPU untuk tidak khawatir dengan putusan PN Jakpus. Dia menyebut sampai saat ini pun tidak ada yang mempermasalahkan KPU tidak melaksanakan putusan MA di 2009 dan 2019.

Diketahui, dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.

“Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” demikian bunyi putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Oyong memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan KPU sebagai pihak tergugat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button