Pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan soal aplikasi layanan pajak berbasis digital, Coretax memantik respons tajam dari Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI).
Pasalnya, pernyataan Luhut berubah-ubah alias tak konsisten terkait sistem pajak digital bernama Coretax, dalam rentang waktu kurang dari enam bulan.
“Inkonsistensi Pak Luhut bisa dipandang sebagai bentuk sikap yang bertentangan secara moral dan politik dengan perintah Presiden Prabowo yang menekankan pelaksanaan Pancasila secara penuh dan menyeluruh,” papar Rinto Setiyawan, Ketua Umum IWPI, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Selanjutnya Rinto mengeluarkan catatan pernyataan Luhut terkait Coretax yang ‘mencla-mencle’ alias tak konsisten. Misalnya pada 15 Januari 2025, Luhut menegaskan siap pasang badan untuk membela Coretax, lantaran banyak kritik yang menderanya.
“Pak Luhut bahkan memberi waktu 3 sampai 4 bulan untuk melihat hasil kinerja Coretax,” paparnya.
Pada 19 Februari 2025, lanjutnya, mantan Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) itu, melontarkan kritik pedas terhadap Coretax.
“Pak Luhut menyebut Coretax adalah program yang sudah 10 tahun, tidak jadi-jadi. Dia menyarankan agar presiden melakukan audit menyeluruh,” ungkapnya.
Empat bulan berselang, kata Rinto, tepatnya pada 12 Juni 2025, Luhut berubah lagi. Dia bilang. Coretax akan berfungsi optimal dalam satu atau dua tahun ke depan.
“Walau secara eksplisit menyatakan bahwa sistem ini tidak akan mampu memberantas korupsi sepenuhnya. Ia bahkan mencontohkan negara seperti Amerika Serikat pun masih bergulat dengan korupsi,” bebernya.
Rinto menilai, pernyataan Luhut bukan hanya membingungkan publik, namun secara substansial bertentangan dengan perintah Presiden Prabowo.
Dalam pidatonya saat peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2025, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya menjalankan Pancasila secara penuh dan sungguh-sungguh dalam seluruh aspek pemerintahan.
“Sikap plin-plan terhadap sistem perpajakan digital justru mencederai nilai-nilai Pancasila, khususnya sila 2, 4, 5,” ungkapnya.
“Bagaimana mungkin sistem yang belum selesai dan belum bekerja bisa dipromosikan terus menerus? Di sisi lain, rakyat wajib lapor pajak tahunan, dengan sistem yang justru menyusahkan mereka,” imbuh Rinto.
Sebagai solusi konkret, kata Rinto, IWPI mendorong pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai lembaga terpisah dari Kementerian Keuangan, untuk menjamin adanya pengawasan silang (checks and balances) antara perancang kebijakan fiskal dan pelaksana penerimaan.
“Selain itu, kami mendorong dilakukannya audit independen terhadap Coretax, serta revisi peraturan perpajakan, agar sesuai dengan semangat reformasi fiskal yang dijanjikan Presiden Prabowo selama kampanye,” pungkasnya.
Di sela acara International Conference on Infrastructure, Jakarta, Kamis (12/6/2025). Luhut mengatakan, Coretax berfungsi penuh dalam 1-2 tahun ke depan. Setelah terus mengalami permasalahan sejak implementasi awal pada 1 Januari 2025.
Jika telah berfungsi penuh, Luhut menilai, Coretax akan berkontribusi banyak dalam percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan daya dorong 1,5 persen, Coretax membendung terjadinya korupsi.
“Saya percaya Coretax akan berfungsi secara baik satu atau dua tahun lagi, sehingga dapat membantu sekitar 1,5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi kita,” kata Luhut.
Meski mampu menjadi sistem yang memerangi permasalahan korupsi, Luhut menegaskan, korupsi tidak mungkin hilang secara total di Indonesia, sebab di negara mana pun praktik korupsi selalu ada saja yang terjadi.
“Jadi saya tidak mengatakan korupsi hilang di Indonesia. Kita masih akan temui praktik korupsi, di mana pun bahkan di Amerika Serikat, secara global, mereka ada korupsi. Jadi jangan pernah klaim kita tidak ada korupsi,” ucap Luhut.