Jangan Korbankan Pariwisata, DPR Desak Menteri Bahlil Evaluasi Tambang Nikel di Raja Ampat


Wakil Ketua Komisi VII DPR, Evita Nursanty menyoroti potensi konflik antara industri pertambangan nikel dan keberlangsungan ekosistem pariwisata di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Evita menegaskan, banyak pekerjaan rumah yang perlu segera ditindaklanjuti, terutama menyangkut maraknya aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, belakangan mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Termasuk dari NGO lingkungan Greenpeace.

“Banyak pekerjaan rumah yang harus kita tindak lanjuti. Salah satunya adalah pembangunan industri pertambangan nikel di Raja Ampat. Kita tahu ini sudah marak, diviralkan oleh Greenpeace, dan saya datang ke beberapa tempat yang juga didemo. Semua pihak punya keinginan yang sama, kelestarian dan keberlanjutan daerah wisata yang luar biasa kaya,” ujar Evita, dikutip Minggu (1/6/2025).

Di sisi lain, kader PDIP ini, mengaku kagum dengan kekayaan alam yang dimiliki Raja Ampat. Bukan hanya pantai dan lautnya saja, namun juga sungai, hutan, dan seluruh ekosistem yang menyatu sebagai potensi pariwisata berkelas dunia.

Bertumbuhnya sektor pariwisata, kata Evita, jangan sampai menjadi tumbal demi eksploitasi sumber daya alam yang mengancam keseimbangan lingkungan. “Ekosistem dari perkembangan pariwisata ini tidak boleh terganggu karena adanya usaha-usaha yang mengancam keberlanjutan kawasan ini. Kita akan membicarakan hal ini di DPR RI, mencari solusi terbaik,” tambahnya.

Evita mengungkapkan, beberapa perusahaan tambang yang baru mulai beroperasi, harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah harus segera melakukan evaluasi terhadap izin-izin tambang yang ada, serta meminta kejelasan mengenai komitmen perusahaan dalam menjaga lingkungan.

“Tadi yang menambang katanya belum begitu banyak, baru beberapa yang baru mau mulai. Kita minta pemerintah untuk mengevaluasi, apakah ini akan diteruskan? Suka tidak suka, harus kita katakan: bisa menjaga ekosistem? Bohong lah itu,” tegasnya.

Evita menuntut perusahaan-perusahaan tambang untuk transparan soal rencana mereka dalam melindungi lingkungan, khususnya ekosistem laut dan terumbu karang yang menjadi daya tarik utama Raja Ampat. Ia juga menyoroti pentingnya pengelolaan limbah agar tidak mencemari kawasan pesisir.

“Kita ingin penjelasan, apa yang akan dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut untuk menjamin ekosistem kepariwisataan tidak rusak, menjamin kekayaan laut tidak tercemar, dan bagaimana dengan pembuangan limbahnya? Banyak hal yang harus kita dalami di Komisi VII,” pungkasnya.

Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik menyoroti maraknya tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

“Saat ini Raja Ampat yang kita kenal sebagai tempat wisata alam terbaik yang ada di Indonesia dalam kondisi terancam (aktivitas tambang nikel),” kata Kiki dalam video singkat yang diunggah dari akun Instagram Greenpeace, Minggu (1/6/2025).

Greenpeace menyebutkan, hampir seluruh pulau di Raja Ampat, termasuk pulau-pulau kecil, diberikan izin nikel atau izin ekspolitasi  “Seolah-olah perusahaan ini melakukan aktivitas konservasi, tapi kalau kita lihat aktivitas pembukaannya justru dia merusak habitat yang lebih luas,” demikian narasi Greenpeace.

Aktivitas tambang nikel diketahui merambah Pulau Kawe, Pulau Gag, hingga Pulau Manuran. Kondisi ini perlahan merusak ekosistem laut dan darat. Lubang-lubang tambang mengancam keanekaragaman hayati Raja Ampat.

“Kini, Raja Ampat ada di persimpangan jalan: mau tetap mempertahankan keindahan alamnya, atau harus jadi korban kerakusan tambang,” kata Kiki.