Market

Jatam Sebut Smelter Nikal Harita Group Bikin Rusak Pulau Obi

Rencana PT Trimegah Bangun Persada (TBP) menambah pabrik pengolahan nikel mentah bersama perusahaan China, Lygend di Pulau Obi, Maluku Utara, mendapat sorotasn tajam dari kalangan aktivis lingkungan Jatam (Jaringan Advokasi Tambang).

Dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (24/3/2023), Koordinator Jatam, Melky Nahar menyatakan, pabrik pengolahan nikel TBP yang merupakan bagian dari Harita Group, memiliki jejak kotor di Desa Harita, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Sejak perusahaan tambang nikel milik Harita Group itu, masuk dan beroperasi sejak 2010, Desa Kawasi seluas 286 kilometer-persegi (Km2), dihuni lebih dari 1.118 jiwa, membuat lingkungan menjadi rusak. Padahal, sebagian besar penduduk Kawasi adalah pendatang dari Tobelo-Galela di Pulau Halmahera, sebagian besar berprofesi sebagai petani, perkebunan serta nelayan.

“Kini, semuanya berubah menjadi area pertambangan yang meluluh-lantakkan wilayah daratan, pesisir, dan laut. Lahan-lahan warga dicaplok, tanaman perkebunan lenyap, sumber air tercemar, udara disesaki debu dan polusi, air laut keruh-kecoklatan, bahkan ikan-ikan tercemar logam berat,” ungkap Melky.

Ironisnya, lanjut Melky, pencaplokan lahan warga oleh pengusaha tambang, diselimuti kekerasan dan intimidasi. Bahkan, sebagian warga yang menolak lahannya digusur justru berhadapan dengan tindakan represif aparat negara dan perusahaan.

“Perusahaan selalu menggunakan siasat licik, dengan menerobos terlebih dahulu baru melakukan negosiasi. Siasat ini, selain merugikan warga, juga mempersempit pilihan warga untuk bertahan atas tanah yang sudah dihancurkan dan dikepung operasi pertambangan,” ungkapnya.

Saat ini, lanjutnya, hampir seluruh sumber air warga Kawasi telah tercemar. Akibat sedimentasi ore nikel dari operasi perusahaan. Warga yang sebelum ada perusahaan tambang, bisa mendapatkan air secara gratis, kini, harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan air bersih. “Padahal, sebagian besar warga Kawasi, secara perekonomian, kekurangan,” tuturnya.

Sebut saja, Air Cermin dan Sungai Loji yang biasanya digunakan warga sebagai sumber air bersih, kini tak bisa lagi. Semuanya lenyap pasca perusahaan membongkar sebagian besar kawasan hutan di daratan hingga pesisir. Sementara Sungai Ake Lamo, sungai terbesar di Pulau Obi, kawasan hulunya tengah dibongkar perusahaan tambang. Bukit-bukit yang menjadi daerah aliran dan badan sungai telah dikupas, menyebabkan sungai ini dalam kondisi tercemar dan rusak.

Setelah ruang hidup warga di darat dihancurkan, ruang laut tempat nelayan mencari ikan di Pulau Obi pun turut dirusak dan dicemari. Limbah-limbah yang dibuang ke sungai-sungai dan mengalir ke laut menyebabkan pesisir dan laut berubah warna menjadi keruh-kecoklatan. “Pipa-pipa pembuangan limbah dari aktivitas eksplorasi perusahaan diduga mengarah ke laut, menyebabkan ekosistem dan ikan-ikan rentan tercemar logam berat,” ungkapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button