Jelang Pilkada, Perludem Soroti Kinerja Pj Gubernur yang Tak Maksimal


Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama mengungkap kinerja para pejabat (Pj) gubernur yang terdapat di berbagai provinsi jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. 

Setidaknya terdapat lima isu yang berhasil diungkapkannya dalam diskusi media bertajuk “Refleksi Hasil Pemantauan Kinerja dan Netralitas Penjabat Kepala Daerah dalam Pemilu 2024” di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2024).

Pertama, Heroik menyebut Pj gubernur minim untuk melibatkan publik dalam membuat kebijakan. Berdasarkan temuan yang dilakukan di 25 provinsi yang dipimpin oleh Pj gubernur, ia mengungkap kelompok marjinal, masyarakat adat, disabilitas hingga perempuan korban kekerasan masih dianggap sebagai objek kebijakan publik.

“Jadi dia hanya sebatas penerima manfaat, padahal dalam hal ini penting (untuk dilibatkan),” kata Heroik.

Akibatnya, kelompok-kelompok tersebut tidak mendapatkan manfaat maksimal dari setiap kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah. Heroik menilai, para Pj Gubernur hanya menjalankan kebijakan yang telah dirancang oleh pemimpin daerah sebelumnya.

“ Sehingga tidak cukup menjawab terhadap kebijakan-kebijakan,” ucapnya.

Kedua, Heroik juga menilai Pj gubernur kurang memiliki komitmen dan minim perspektif dalam merumuskan kebijakan. Salah satu contohnya adalah implementasi kebijakan yang kurang maksimal karena alokasi anggaran serta sumber daya manusia yang kurang memadai karena para minim partisipasi masyarakat.

“Hal ini disebabkan kurangnya perspektif korban yang ditangkap saat perencanaan kebijakan,” ujarnya.

Ketiga, ungkap Heroik, pelaksanaan kebijakan belum mampu menyelesaikan permasalahan di kelompok marjinal. Hal ini disebabkan karena alokasi anggaran lebih banyak digunakan untuk kepentingan belanja administrasi hingga perjalanan dinas pemerintah ketimbang mengimplementasikan kebijakan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat.

“Di sisi lain, temuan di beragam daerah menunjukkan orientasi pelaksanaan program masih program follows the money bukan money follow the programs. Hal ini berimplikasi pada ketidakcukupan anggaran untuk mencapai tujuan program,” tuturnya.

Keempat, Perludem juga menemukan keterlibatan publik dan minimnya alokasi anggaran membuat Pj Gubernur gagal untuk memenuhi kebutuhan kelompok marjinal. Padahal, implementasi kebijakan yang dijalankan seharusnya dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh mereka.

“Minimnya keterlibatan publik berujung pada gagalnya pelaksanaan program dalam memenuhi kebutuhan kelompok marjinal,” ucap Heroik.

Terakhir, Perludem juga menyoroti Pj gubernur dalam memanfaatkan teknologi di pemerintahannya. Ia menilai secara umum pemerintah daerah sudah mulai memanfaatkan teknologi dalam pelayanan publik.

“Namun, teknologi tersebut tidak langsung ditujukan pada pelayanan isu kelompok marjinal, melainkan yang berkaitan dengan pelayanan publik,” ujarnya.

Hal ini tampak di beberapa daerah yang menggunakan teknologi seperti aplikasi dan situs resmi sudah memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas, terutama disabilitas netra. Akan tetapi, di beberapa daerah lainnya masih didapati laman yang tidak ramah dan akses oleh kalangan disabilitas.

“Contoh baik dapat ditemukan di DKI Jakarta, dengan aplikasi bernama JAKI. Aplikasi ini menyediakan layanan pengaduan bagi warga terkait tugas-tugas pemerintah, termasuk pelaksanaan program yang berdampak pada kelompok marjinal,” tuturnya. 

Exit mobile version