News

JPU Dinilai Kehabisan Akal Tuntut Pidana Mati HH

Kuasa Hukum Terdakwa kasus Asabri Heru Hidayat, Kresna Hutauruk menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah kehabisan akal dengan menuntut kliennya dengan pidana mati. Pasalnya replik JPU yang menggunakan dalil putusan pengadilan sudah dibatalkan dalam putusan kasasi.

“Kami sangat menyayangkan tindakan JPU yang menggunakan dalil putusan Pengadilan Negeri yang sudah dibatalkan oleh Putusan Kasasi hanya untuk memaksakan tuntutan di uar dakwaan, yang jelas menyimpang. Ini menunjukkan JPU sudah kehabisan akal,” ujar Kresna di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/12/2021).

Kresna menilai tidak ada hal baru dalam replik JPU selain mengulang apa yang dituangkan dalam surat dakwaan Heru Hidayat. Satu-satunya hal baru dalam replik JPU tersebut, kata Kresna, adalah JPU mengutip Putusan Pengadilan Negeri perkara Susi Tur Andayani di mana hakim memutus di luar dakwaan.

Namun, JPU lupa atau memang sengaja mengabaikan fakta bahwa putusan PN Susi tersebut sudah dibatalkan oleh Putusan kasasi karena hakim PN memutuskan di luar dakwaan.

“Dalam duplik, kami sudah membantah dalil JPU tersebut sebab Putusan Pengadilan Negeri perkara tersebut sudah dibatalkan oleh Putusan Kasasi yang berkekuatan hukum tetap dengan alasan pemeriksaan di sidang Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan musyawarah Majelis Hakim didasarkan atas Surat Dakwaan Jaksa,” jelas Kresna.

Menurut Kresna, JPU tidak boleh menyesatkan masyarakat dengan memaksakan sesuatu yang berada di luar koridor hukum. Tuntutan pidana mati terhadap Heru Hidayat, kata dia, sudah jelas melanggar aturan dan berlebihan karena JPU menuntut di luar dakwaan.

“JPU tidak boleh menyesatkan masyarakat dan menghalalkan segala cara dengan kekuasaannya untuk menuntut terdakwa di luar surat dakwaan,” tandas Kresna.

Diketahui, dalam surat dakwaan terhadap Heru Hidayat dalam kasus Asabri, JPU sama sekali tidak pernah mencantumkan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor merupakan pasal yang mengatur pidana mati bagi terdakwa jika melakukan korupsi dalam keadaan tertentu seperti bencana nasional, krisis moneter atau pengulangan tindak pidana. Namun, dalam tuntutan, JPU justru menuntut Heru Hidayat dengan pidana mati.

Kresna juga menyayangkan tindakan JPU yang kembali memaksakan tuduhan kerugian negara dalam kasus Asabri sebesar Rp 22 triliun hanya dengan menghitung uang keluar Asabri periode 2012-2019.

Padahal dalam periode tersebut Asabri tidak hanya keluar uang, melainkan juga menerima keuntungan dari penjualan saham bahkan sampai saat ini masih memiliki saham dan unit penyertaan reksadana yang masih bernilai.

“Apabila metode penghitungan hanya menghitung uang keluar, tentunya bukan hanya Asabri yang mengalami kerugian, Perusahaan seluruh dunia juga akan mengalami kerugian,” tutupnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Willi Nafie

Jurnalis, setia melakukan perkara yang kecil untuk temukan hal yang besar
Back to top button