Kebut Penyidikan Kasus Lahan Jalan Tol Sumatera, KPK Periksa Mantan Cawawakot Bandar Lampung


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan penyidik memeriksa pengusaha Aryodhia Febriansya SZP (AF).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Aryodhia merupakan mantan Calon Wakil Wali Kota (Cawawakot) Bandar Lampung yang mendampingi Reihana dalam Pilkada Serentak 2024. Dia adalah putra kedua dari mantan Gubernur Lampung dua periode, Komjen (Purn) Sjachroedin ZP.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tahun anggaran 2018–2020 hampir selesai.

Dia menyebut kesaksian Aryodhia diperlukan untuk memperkuat pembuktian Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), saat kasus tersebut dilimpahkan ke persidangan.

“Perkara tersebut sudah hampir rampung, sampai dengan saat ini untuk pemeriksaan saksi ini adalah menambah atau memperkuat berdasarkan permintaan dari BPKP, dan juga jaksa penuntut umum,” kata Tessa kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Sabtu (3/5/2025).

Selain Aryodhia, penyidik juga memeriksa dua pensiunan, Achmad Yahya dan Win Andriansyah Yahya, untuk dikonfirmasi terkait alat bukti dalam kasus tersebut. Ketiga saksi dipanggil penyidik pada Jumat (2/5/2025).

“Saksi pasti ada hal yang perlu dikonfirmasi, baik itu keterangan saksi yang lain yang perlu dikonfirmasi kepada saksi tersebut, maupun alat bukti mulai dari surat dokumen maupun petunjuk lainnya seperti barang bukti elektronik maupun hal-hal lainnya,” jelas Tessa.

Tessa enggan membeberkan secara rinci keterkaitan ketiga saksi dalam kasus ini. Ia menyebut hal tersebut akan diungkapkan dalam persidangan melalui bukti-bukti yang dihadirkan jaksa.

“Pasti ada kaitannya namun kaitannya seperti apa itu masih menjadi materi penyidikan yang belum bisa dibuka saat ini,” ucapnya.

Sebelumnya, KPK telah menyita 65 bidang tanah di Kalianda, Lampung Selatan, yang terkait perkara dugaan korupsi pengadaan lahan JTTS pada tahun anggaran 2018–2020. Penyitaan dilakukan pada 14–15 April 2025.

Tessa menjelaskan bahwa mayoritas lahan tersebut merupakan milik para petani. Mereka hanya menerima uang muka dari para tersangka pada tahun 2019, berkisar antara 5 hingga 20 persen, yang diduga berasal dari aliran dana korupsi. Lahan itu sebelumnya dibeli oleh PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) dari para petani untuk kemudian dijual kembali kepada PT Hutama Karya (HK).

Lebih lanjut, Tessa mengatakan hampir enam tahun tidak ada kejelasan kelanjutan pembayaran lahan oleh para tersangka kepada petani. Di sisi lain, para petani tidak dapat menjual tanah tersebut ke pihak lain karena surat kepemilikannya dikuasai oleh notaris.

Tessa menambahkan, penyitaan dilakukan agar nantinya KPK dapat meminta pengadilan untuk memutuskan agar tanah dan surat-suratnya dikembalikan kepada para petani (tanpa pengembalian uang muka yang telah diterima), atau agar tanah tersebut dilelang dan hasilnya digunakan untuk melunasi hak para petani yang belum dibayarkan selama enam tahun.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dua tersangka dari pihak PT Hutama Karya pada tahun 2024, yakni BP dan MRS, serta satu korporasi swasta, PT STJ.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, ketiga pihak yang telah dicegah ke luar negeri dan ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur PT Hutama Karya, Bintang Perbowo; pegawai PT Hutama Karya, M. Rizal Sutjipto; serta Komisaris PT STJ, Iskandar Zulkarnaen. KPK juga menetapkan PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) sebagai tersangka korporasi.