Kejagung dan PPATK Didesak DPR, Buka-bukaan Aliran Dana Korupsi Kredit Sritex


Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), untuk membuka semua aliran dana dan melacak siapa saja yang terlibat dalam dugaan korupsi kredit bank yang dilakukan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk.

“Semua pihak yang terlibat harus ditindak, sebab ulah mereka mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan,” ujar Sahroni dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (22/5/2025).

Ia juga mengapresiasi penangkapan Komisaris Utama (Komut) PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto terkait dugaan korupsi kredit bank sebesar Rp692,9 miliar.

Selain itu, Sahroni mengecam keras tindakan koruptif direksi Sritex. Mereka dinilai mengkhianati kepercayaan ribuan buruh yang bekerja di sana selama ini.

“Akibat keserakahan direksi Sritex, ribuan rantai kehidupan masyarakat jadi terputus. Pabrik tutup, pekerja kehilangan penghasilan, keluarga jadi kesulitan, anak-anak putus sekolah,” kata dia.

“Ini luka sosial yang nyata. Mereka mengkhianati para pekerja yang telah memberi mereka keuntungan bertahun-tahun. Selama ini berpura-pura sedih, padahal mereka sendiri pelakunya. Drama yang memalukan,” tegasnya.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian kredit. Iwan Setiawan Lukminto ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai direktur utama PT Sritex periode 2005-2022.

Selain Iwan Lukminto, Kejagung juga menjerat dua eks petinggi bank daerah, yakni Zainuddin Mappa dan Dicky Syahbandinata. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa pada Rabu (21/5/2025).

“Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap DS (Dicky Syahbandinata), kemudian terhadap ZM (Zainuddin Mappa) dan ISL (Iwan Setiawan Lukminto), pada hari ini Rabu 21 Mei 2025 penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung RI menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka karena ditemukan alat bukti cukup tipikor pemberian kredit kepada Sritex,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di gedung Kejagung, Rabu (21/5/2025) malam.

Abdul Qohar menekankan, tim penyidik memiliki bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit bank pemerintah kepada PT Sritex dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 sebesar Rp3,5 triliun.

Nilai tersebut terdiri dari kredit dari Bank Jateng sebesar Rp395,6 miliar, Bank BJB sebesar Rp543,9 miliar, dan Bank DKI Rp149,7 miliar. Selain itu, Sritex juga memiliki tagihan kredit dari Bank BNI, LPEI dan sejumlah bank swasta lainnya.

“Selain pemberian kredit terhubung di atas, PT Sri Rezeki Isman Tbk juga mendapatkan pemberian kredit di bank swasta yang jumlahnya sebanyak 20 bank. Ini tidak saya sebut ya, karena banyak sekali, jumlahnya 20 bank,” ungkapnya.

Kejagung menduga, pemberian kredit kepada PT Sritex dilakukan secara melawan hukum dan menyebabkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp692,9 miliar dari total tagihan Rp3,5 triliun.

“Bahwa akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp692.908.592.122 dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi sebesar Rp3,58 triliun,” katanya.