Kejagung Diminta Tolak Pemeriksaan Daring Jurist Tan, KBRI Disarankan Jemput Paksa


Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, mendorong penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menolak permohonan pemeriksaan daring dari eks Staf Khusus Mendikbudristek, Nadiem Makarim, Jurist Tan, yang kini berada di luar negeri.

Menurut Ficar, Jurist Tan seharusnya bersikap kooperatif dan hadir langsung untuk diperiksa di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta Selatan, sebagai bagian dari proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.

“Tidak ada alasan untuk diperiksa daring, karena panggilan kejaksaan sekalipun terhadap saksi itu bersifat projustisia,” kata Ficar saat dihubungi Inilah.com, Kamis (19/6/2025).

Ficar menilai Jurist Tan layak dijemput paksa, mengingat yang bersangkutan telah mangkir dari panggilan penyidik lebih dari dua kali.

Ia menjelaskan Kejagung dapat mengajukan permohonan bantuan kepada Atase Kepolisian atau Atase Kejaksaan yang bertugas di perwakilan RI di luar negeri. Upaya ini dapat dilakukan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), termasuk di Australia, tempat Jurist Tan dikabarkan berada saat ini.

“Karena itu kejaksaan bisa meminta KBRI untuk melakukan upaya paksa jika telah dipanggil secara patut tetapi tidak punya niat baik untuk memenuhinya,” ujar Ficar.

Sebelumnya, Jurist Tan melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan kepada penyidik Jampidsus Kejagung agar pemeriksaan dilakukan secara daring atau di lokasi keberadaannya.

Penyidik masih mempertimbangkan permohonan tersebut.

“Dalam surat itu juga, yang bersangkutan melalui kuasanya menginginkan sekiranya penyidik mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan secara online dan atau penyidik yang memeriksa di tempat yang bersangkutan,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (17/6/2025).

Jurist Tan disebut tidak dapat hadir langsung di Gedung Bundar karena berada di luar negeri. Karena itu, penyidik mempertimbangkan opsi pemeriksaan daring dengan memperhatikan perbedaan yurisdiksi hukum antarnegara.

“Karena sepertinya kan yang bersangkutan kalau tidak salah tidak berada di Indonesia, sehingga yang membutuhkan karena perbedaan yurisdiksi,” ucap Harli.

Jurist Tan diketahui telah tiga kali mangkir dari pemeriksaan penyidik Jampidsus Kejagung. Ia tidak hadir pada jadwal pemeriksaan Selasa (17/6/2025), Rabu (11/6/2025), dan Selasa (3/6/2025).

Jurist juga tidak menepati janjinya yang sebelumnya disampaikan melalui surat dari kuasa hukumnya untuk hadir pada Selasa (17/6/2025).

“Padahal kita sudah mengagendakan sesuai dengan surat yang telah dilayangkan oleh kuasanya beberapa waktu yang lalu untuk diperiksa hari ini, dijadwal hari ini,” lanjut Harli.

Sementara itu, dua mantan staf khusus Mendikbudristek lainnya, Fiona Handayani dan Ibrahim Arief, telah memenuhi panggilan penyidik. Fiona hadir pada pemeriksaan Selasa (10/6/2025) dan Jumat (13/6/2025), sementara Ibrahim diperiksa ulang Kamis (12/6/2025).

Menurut Harli, pemeriksaan terhadap ketiganya dilakukan untuk mendalami peran mereka dalam tim teknologi penyusun kajian teknis program pendidikan. Kajian itu diduga diarahkan untuk memprioritaskan pengadaan laptop Chromebook, yang dianggap tidak efektif karena seharusnya menggunakan sistem operasi Windows.

“Dalam kaitan ini, penyidik terus menggali bagaimana peran yang bersangkutan terkait dalam tim teknologi. Itu yang menjadi pertanyaan bagi penyidik—bagaimana dalam kapasitas sebagai stafsus tetapi juga berkiprah memberikan masukan-masukan terkait dengan pengadaan Chromebook ini ya,” terang Harli.

Sebelumnya, penyidik juga telah menggeledah kediaman para mantan stafsus Mendikbudristek, termasuk apartemen milik Fiona Handayani dan Jurist Tan, pada Rabu (21/5/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita 24 barang bukti yang terdiri atas sembilan perangkat elektronik dan 15 dokumen, termasuk laptop, ponsel, dan buku agenda.

Rumah Ibrahim Arief di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, turut digeledah pada Jumat (23/5/2025). Dari lokasi tersebut, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti elektronik seperti laptop dan ponsel.

Ketiga stafsus Mendikbudristek, yakni Fiona, Jurist, dan Ibrahim, telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 4 Juni 2025.