News

Kenaikan Tarif Kembali Ditunda, Nasib Pengemudi Ojol Kian Menggantung

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk kedua kalinya menunda pemberlakuan kenaikan tarif ojek online (ojol). Alhasil, pengemudi ojol tak hanya terombang-ambing persoalan tarif, tetapi juga soal kejelasan dari sisi hukum.

Awalnya pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif ojek online pada 14 Agustus 2022. Namun, kemudian memutuskan menunda pemberlakuannya menjadi 29 Agustus 2022. Kini, pemberlakuan aturan kenaikan tarif ojek online kembali ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.

Presiden Joko Widodo sudah meminta kepada Menhub Budi Karya Sumadi untuk mengkaji soal kenaikan tarif ojek daring atau online. Sebab kenaikan tarif ojek online atau ojol ini akan berdampak besar bagi masyarakat khususnya dalam situasi ekonomi yang saat ini belum begitu pulih.

“Arahan Pak Presiden adalah satu bahwa rakyat ini didengar suaranya, masyarakat pengguna ojek, pengendara ojek kita dengar. Maka itu kita butuh waktu,” kata Menhub Budi Karya saat ditemui awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/8/2022).

Dia mengatakan, pengkajian tarif baru ojek online ini perlu sebagai masukan pemerintah agar dalam penetapan keputusan nanti menguntungkan semua pihak. “Supaya tidak ada missed, nanti kita menguntungkan pengendara ojek, penumpangnya marah. Atau sebaliknya, jadi kita ajak semua untuk bicara,” kata Menhub Budi Karya.

Sedangkan Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menuturkan keputusan penundaan kembali ini dengan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat. “Selain itu, penundaan itu dibutuhkan untuk mendapatkan lebih banyak masukan dari para pemangku kepentingan, sekaligus melakukan kajian ulang agar didapat hasil yang terbaik,” katanya.

Kenaikan tarif ojol berpatokan pada Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No. 564/2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat. Surat ini diterbitkan pada 14 Agustus lalu.

Kenaikan Tarif Sudah Tepat?

Apakah kebijakan soal kenaikan tarif ojol ini sudah tepat? Sejak awal penerbitan keputusan kenaikan tarif ojol hingga 30 persen dari Menhub Budi Karya ini menuai reaksi keras termasuk dari pengemudi ojol. Padahal pemerintah katanya menyetujui kenaikan tarif ini berdasarkan permintaan driver ojol.

Misalnya saja, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mempertanyakan besaran kenaikan tarif ojek online yang melebihi laju inflasi saat ini mencapai 5 persen. “Yang mengusulkan kenaikan tidak transparan seperti apa perhitungannya, kok bisa naik sekitar 30 persen. Apa dikatakan tepat jika menaikkan tarif berlipat-lipat di atas kenaikan inflasi. Dasarnya apa? Jika naik untuk menyesuaikan kenaikan inflasi itu masih wajar-wajar saja,” kata Sekretaris Jenderal MTI Harya S Dillon, Senin (29/8/2022).

Sementara analis kebijakan transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan menilai keputusan itu sejatinya tidak menguntungkan pengemudi ojol. Karena kenaikan tarif itu begitu besar. “Kan dilihat dari kenaikan, per kilometer itu naiknya Rp1.000, kalau begini akan terjadi penurunan permintaan dari masyarakat, tidak menguntungkan ojek online,” katanya.

Dari sisi momentum, penetapan tarif baru ojol juga dinilai tidak tepat. Saat ini inflasi tinggi masih menjadi ancaman. Besaran kenaikan tarif sudah melebih angka inflasi akan memberatkan konsumen. Apalagi, daya beli konsumen belum pulih sepenuhnya.

Rencana kenaikan tarif ojol yang akan diberlakukan pemerintah ini, terkesan tidak melihat dari berbagai sisi, terutama dari aspek konsumen. Karena itu, banyak pihak meminta peraturan Menhub Budi Karya tentang kenaikan tarif ojol, layak ditinjau ulang.

Bagaimana sikap pengemudi ojol? Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono malah menyambut baik penundaan kenaikan tarif ojek online yang mestinya berlaku mulai 29 Agustus 2022.

Ia menyebut pemerintah perlu melakukan kajian terkait pengaturan tarif ojek online. “Jadi penundaan atau pembatalan Kepmenhub No. KP 564 tahun 2022 sudah tepat dan perlu dikaji ulang agar dapat dibuat regulasi terbaru yang sesuai tuntutan aspirasi kami,” kata Igun.

Para pengemudi ojol sudah melayangkan surat kepada Presiden agar pemberlakuan tarif baru ojek online ditunda. Alasannya, Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor No.KP 564 tahun 2022 belum mewakili para pengemudi ojek online, khususnya di wilayah Jabodetabek. Kepmenhub ini dinilai hanya memfasilitasi kenaikan tarif ojol per kilometer pada daerah Jabodetabek.

Legalitas Ojol Lebih Penting

Tak hanya mempersoalkan besaran dan momentum penetapan tarif, keputusan Menhub itu menyisakan banyak pertanyaan. Terutama dari sisi kewenangan Kementerian Perhubungan. “Ojek tidak diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kemenhub tidak memiliki kewenangan menetapkan tarif,” ujar Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno, Rabu (31/8/2022).

Perusahaan aplikasi seperti GoJek, Grab, Maxim, dan lain-lain diatur di bawah kemenangan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). “Mereka kan bukan operator, mereka aplikator. Urusannya Kominfo,” jelas Djoko yang juga akademisi dari Unika Soegijapranata.

Pertanyaan serupa juga muncul dari Komisi V DPR. Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Itjen, BPSDM, BKT, dan BPTJ Kemenhub, Selasa (30/8/2022), anggota Komisi V DPR Fraksi Gerindra Sudewo justru menyebut Kemenhub selama ini tidak pernah melegalkan ojol. “Karena memang Kementerian Perhubungan selama ini tidak pernah melegalkan ojol. Tapi tiba-tiba mau mengatur kenaikan tarif,” tuturnya.

Dari pernyataan ini sepertinya yang dibutuhkan pengemudi ojol saat ini adalah legalitas dari sisi perundang-undangan ketimbang tarif baru. Asosiasi pengemudi ojol yang tergabung dalam Presidium Nasional Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia sudah mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menetapkan legalitas ojol dari sisi perundang-undangan.

Ada lima poin permohonan itu, yakni pertama, mendorong legalitas ojek daring masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2022/2023. Kedua, menolak aturan kenaikan tarif yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No.KP 564/2022. Para pengemudi meminta agar Kemenhub menerbitkan regulasi baru berupa tarif ojek online yang pengaturannya diserahkan kepada masing-masing provinsi dan melibatkan driver.

Lalu ketiga, asosiasi driver meminta agar biaya potongan sewa dari perusahaan aplikasi diturunkan dari 20 menjadi maksimal 10 persen. Keempat, pemerintah diminta agar tetap memberikan ojek online BBM subsidi pertalite dengan harga yang sama jika harga BBM diputuskan naik.

Adapun yang kelima, Kemenhub diminta melibatkan Asosiasi Pengemudi Ojek Daring berlegalitas resmi terdaftar dalam lembar Negara yang memiliki perwakilan di berbagai daerah dalam setiap pembahasan regulasi mengenai ojek daring.

Masih banyak persoalan yang harus dihadapi para driver daring ini. Payung hukum yang jelas untuk melindungi pengemudi ojek daring menjadi hal terpenting. Dengan payung hukum yang jelas, perusahaan aplikator atau penyedia jasa ojek online tidak semena-mena terkait batasan potongan tarif dan pajak pesanan. Selain itu, ada juga rasa keadilan dari sisi kepentingan pengemudi dan konsumen.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button