Kanal

Ketika Dunia Berusaha Selamatkan Lebah

Lebah membantu menyerbuki sekitar sepertiga dari tanaman pangan dunia, tetapi populasinya telah menurun tajam selama beberapa dekade. Ilmuwan pun berusaha keras membantu sang lebah untuk lebih kuat dan siap bertarung menghadapi tantangan zaman.

Sejal lama ilmuwan menyatakan lebah sangat penting dalam ekosistem saat proses penyerbukan tanaman, baik itu tanaman buah maupun sayur. Lebah juga menghasilkan madu yang mempunyai segudang manfaat dalam kehidupan manusia. Hal lain, lebah termasuk satu di antara binatang yang tercantum dalam Alquran, menunjukkan termasuk binatang yang istimewa.

Albert Einstein pernah menulis tentang lebah ini. “Jika lebah menghilang dari permukaan bumi, maka manusia hanya memiliki empat tahun kehidupan tersisa. Tidak ada lagi lebah, tidak ada lagi penyerbukan, tidak ada lagi tumbuhan, tidak ada lagi hewan, tidak ada lagi manusia.”

Karena itu ilmuwan dunia terus berusaha mencari cara untuk menyelamatkan lebah. Awal tahun ini, Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS) memberikan persetujuan bersyarat untuk vaksin lebah madu pertama di dunia, yang akan meningkatkan kekebalan mereka terhadap penyakit yang secara rutin merusak koloni.

Vaksin ini dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Dalan Animal Health untuk melindungi dari American foulbrood yakni bakteri agresif yang menyebar cepat yang menargetkan larva lebah madu dan dapat memusnahkan seluruh koloni hanya dalam tiga minggu. Tidak ada obatnya saat ini dan satu-satunya obat adalah menghancurkan dan membakar koloni yang terinfeksi, bersama dengan peralatan yang terkontaminasi, untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.

Vaksin baru ini bertujuan untuk menghentikan penyakit sejak awal. Vaksin mengandung beberapa bakteri dalam bentuk jeli gula, yang diumpankan ke ratu oleh lebah pekerja. Setelah tertelan, vaksin dikirim ke indung telur ratu lebah, di mana kekebalan kemudian diteruskan ke keturunannya.

Terobosan vaksin

Peternak lebah dan para ahli menyebut temuan ini sebagai terobosan – langkah pertama untuk mengendalikan virus dan hama yang lebih umum yang telah memusnahkan populasi lebah. Hal ini mengingat sejak 1940-an, jumlah sarang lebah madu berkurang lebih dari setengahnya di AS. Penurunan serupa telah tercatat di seluruh Eropa dan Asia, menimbulkan ancaman berat bagi ketahanan pangan global.

“Tidak ada pengganti lebah madu dalam hal layanan penyerbukan yang mereka berikan untuk populasi manusia yang terus bertambah,” kata Dr Juliana Rangel, profesor asosiasi pemeliharaan lebah di Texas A&M University, mengutip Channel News Asia. “Jadi, jika kami mampu menciptakan jenis kekebalan antivirus yang serupa dengan apa yang dilakukan dengan foulbrood Amerika, itu akan menjadi terobosan yang luar biasa.”

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengatakan bahwa pekerjaan paling penting lebah madu adalah sebagai penyerbuk tanaman, yang menempatkan manfaat pertanian sekitar 10 hingga 20 kali nilai total madu dan lilin lebah. Makanan yang terancam dari populasi lebah madu yang memburuk termasuk apel, melon, cranberry, labu, labu, brokoli, dan almond, menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS.

Selain penyakit, lebah madu rentan terhadap parasit, patogen, pestisida pertanian, dan hilangnya habitat. Perubahan iklim juga muncul sebagai ancaman serius bagi lebah madu.

Uni Eropa siapkan buzz line

Badan Eksekutif Uni Eropa mengungkapkan, saat ini, satu dari 10 spesies lebah dan kupu-kupu dan satu dari tiga spesies hoverfly terancam punah. Ilmuwan UE akan berusaha untuk mencegah penurunan serangga penting untuk produksi tanaman ini.

Mengutip Reuters, salah satu program menariknya adalah membuat program ‘Buzz Lines’ atau jalur khusus untuk lebah dan penyerbuk lainnya. Dengan program ini, lebah dapat bergerak melintasi Eropa dan menemukan makanan dan tempat berlindung.

Rencana tujuh tahun yang diajukan UE juga akan meningkatkan pemantauan serangga di 27 negara anggota, yang bertujuan untuk menghentikan penurunan populasi penyerbuk yang sangat penting bagi sebagian besar tanaman dan bunga liar. Perubahan penggunaan lahan, pertanian intensif dengan pestisida, polusi, spesies asing invasif, patogen, dan perubahan iklim adalah beberapa ancaman yang dihadapi serangga penyerbuk.

Parlemen Eropa dan Dewan, yang mewakili pemerintah Uni Eropa, didesak mendukung rencana tersebut. Anggota UE kemudian harus mengidentifikasi langkah-langkah untuk membalikkan penurunan penyerbuk pada 2030, yang akan menjadi persyaratan hukum berdasarkan Undang-Undang Pemulihan Alam UE.

Mengurangi penggunaan pestisida dan meningkatkan habitat penyerbuk di daerah pertanian dan perkotaan juga direkomendasikan oleh Komisi itu. Badan tersebut akan memantau otorisasi darurat yang diberikan untuk pestisida berbahaya dan melarang penggunaannya jika tidak diizinkan.

Prancis, misalnya, telah membatalkan rencana untuk mengizinkan petani gula bit menggunakan pestisida yang dilarang karena berisiko terhadap lebah setelah pengadilan Uni Eropa menolak pengecualian tersebut. Rencana tersebut merupakan revisi dari inisiatif tahun 2018 yang berupaya meningkatkan pengetahuan dan kesadaran publik tentang penurunan penyerbuk.

Bagaimana di Indonesia?

Kondisi Indonesia serupa dengan yang terjadi di Eropa dan Amerika, bahkan terjadi penurunan populasi besar-besaran, baik lebah yang diternakkan maupun alami. Populasi lebah di Indonesia mengalami penurunan dampak perubahan iklim, ketersediaan pakan, dan pestisida yang digunakan di bentang alam.

Hal itu terlihat dari sebuah survei dari 57 persen responden dari 272 peternak oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) sepanjang 2020 lalu. Mendeteksi kondisi populasi lebah sangatlah penting agar dapat melakukan tindakan-tindakan penyelamatan hal ini mengingat lebah memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan pangan dan kesehatan manusia.

Studi ini mengidentifikasi tiga faktor utama penyebab kematian lebah di nusantara, yaitu iklim (31 persen), sumber makanan (23 persen), dan pestisida (21 persen). Berbagai masalah lain juga dapat memengaruhi kuantitas dan kualitas hasil madu seperti cuaca, sumber pakan, jenis lebah, dan perlakuan saat panen dan pascapanen.

Menurut entomologis dari Departemen Proteksi Tanaman IPB Damayanti Buchori, populasi serangga yang menurun adalah lebah, sedangkan hama-hama invasif justru bertambah karena meluasnya daerah yang mereka kolonisasi. Damayanti menjelaskan serangga, termasuk lebah, jangan sampai mengalami penurunan populasi.

Kondisi yang bisa berakhir dengan kepunahan ini akan merugikan manusia, apalagi serangga yang menguntungkan kehidupan. “Kerugian kehidupan ketika tidak ada serangga tentu banyak sekali, sebagai contoh, lebih dari 75 persen tumbuhan diserbuki oleh serangga penyerbuk, dengan mayoritasnya adalah lebah,” kata Damayanti.

Jika tidak ada penyerbuk maka tumbuhan-tumbuhan tersebut tidak dapat bereproduksi dengan baik. Hal ini akan berdampak pada hilangnya spesies tumbuhan tersebut dan juga hasil pertanian akan menurun.

Banyak ahli menyebut kehidupan akan runtuh jika serangga seperti lebah hilang dari muka bumi. Untuk mencegah kemungkinan ini, berbagai upaya dilakukan demi mengatasi penurunan populasi lebah dan serangga lain pada umumnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button