Market

Kisruh Gili Trawangan, Tokoh Masyarakat NTB Mengadu ke Mahfud MD, KPK dan Kejagung

Sengkarut pengelolaan kawasan wisata Gili Trawangan yang melibatkan masyarakat lokal, orang asing dan Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) belum juga terurai. Itu sebabnya, sejumlah tokoh masyarakat NTB akan membawa persoalan ini ke Menko Polhukam Mahfud MD, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Dalam waktu dekat saya akan ke Jakarta dengan perwakilan masyarakat Gili Trawangan untuk menemui KPK, Kejagung, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, dan Menko Polhukam, biar masyarakat dapat penjelasan yang pasti,” kata HM Izzul Islam, perwakilan tokoh masyarakat Gili Trawangan kepada inilah.com, Sabtu (1/4/2023).

Mungkin anda suka

Menurut Izzul Islam, pada 26 Februari 2023 di Aula Pendopo Gubernur NTB dilakukan silaturami dengan Gubnernur NTB Zulkieflimansyah. Ada beberapa poin yang disampaikan masyarakat Gili Trawangan.

Pertama, masyarakat menginginkan diberikan SHM oleh pemerintah provinsi NTB atas tanah yang sudah di kuasai/ditempati baik untuk tempat tinggal maupun untuk berusaha karena secara historis tanah ini di rampas oleh pemerintah era orde baru. Waktu itu masyarakat digusur paksa oleh pemerintah.

Kedua, masyarakat menginginkan yang bekerja sama dengan pemerintah adalah penduduk lokal bukan pengusaha/warga negara asing yang selama ini menyewa/bekerja sama dengan masyarakat lokal (B to G kemudian B to B) sehingga masyarakat tidak kehilangan hak/sumber penghasilan yang selama ini telah diterima.

Ketiga, masyarakat menilai isi perjanjian yang telah diterbitkan oleh pihak Pemprov NTB tidak disosialisasikan secara menyeluruh sehingga masih ada ketentuan-ketentuan yang sifatnya memberatkan pihak masyarakat.

Keempat, masyarakat meminta pemerintah provinsi untuk mencabut 11 perjanjian yang telah diterbitkan dan ditandatangani oleh pihak penyewa lahan sebelumnya baik berbentuk Perusahaan/WNA/WNI karena telah merugikan masyarakat.

Kelima, masyarakat meminta pemerintah provinsi untuk mencabut segala bentuk laporan kepolisian yang melibatkan masyarakat Gili Trawangan.

“Nah kenyataan di lapangannya tidak seperti yang diharapkan. Saya mendapat info beberapa warga akan menjadi tersangka dengan tuduhan korupsi. Menyebut nyebut KPK pula. Dimana korupsinya? Padahal Pemda dalam hal ini Biro Hukum dalam silaturahmi itu sudah diperintahkan mencabut laporan kepolisian di Polda NTB  yang melibatkan masyarakat Gili Trawangan. Janganlah masyarakat itu ditekan-tekan terus,” ungkap Izzul.

Tanggapan Gubernur

Dalam silaturahmi Gubenrnur NTB menjelaskan, selaku wakil pemerintah pusat dia tidak serta merta dapat memenuhi aspirasi masyarakat terkait permohonan SHM di Lahan 65 hektar Gili Trawangan. Ini karena jelas perintah dan arahan dari Bapak Menteri ATR/BPN bahwa masyarakat diberikan sertifikat HGB dengan pola kerja sama dengan Pemprov.

Pemprov NTB juga tidak dapat memberikan SHM sesuai keinginan masyarakat karena aset ini sudah tercatat sebagai aset milik Pemda sesuai sertifikat HPL Nomor 1 Tahun 1993, sehingga segala bentuk perubahan, pemanfaatan harus tetap mengacu kepada peraturan perundang undangan yang berlaku.

“Bagi masyarakat yang merasa lahan 65 Ha bukan dimiliki oleh pemerintah provinsi melainkan merupakan tanah milik leluhur/orang tua yang menggarap sejak awal lahan di Gili hingga kondisi sekarang ini maka UPTD GT selaku perwakilan pemerintah provinsi dapat memfasilitasi pengumpulan bukti-bukti kepemilikan masyarakat sebagai bahan kajian dan pertimbangan Pemda dalam mengambil keputusan,” papar Zulkieflimansyah seperti tertuang dalam notulensi pertemuan yang diterima inilah.com.

Sebelum bekerja sama dengan pemerintah NTB, masyarakat yang telah menjalin hubungan B to B dengan  dengan pengusaha/WNI/WNA maka terlebih dahulu melakukan negosiasi kedua belah pihak, baru permohonannya dapat di tindak lanjuti

“Silahkan masyarakat yang bekerja sama dengan pemerintah selanjutnta  Penduduk Lokal pengusaha/warga negara asing yang selama ini menyewa/bekerjasama dengan masyarakat local sehingga masyarakat tidak kehilangan hak/sumber penghasilan yang selama ini telah diterima”.

Terhadap isi perjanjian kerja sama yang masih dirasakan berat oleh masyarakat maka silakan masyarakat menyampaikan keberatannya untuk selanjutnya dilakukan pembahasan secara bersama.

Dalam notulensi itu juga disebutkan, Pemprov NTB akan meninjau ulang 11 Perjanjian yang sudah di terbitkan oleh Pemprov, dengan tidak menaikkan status ke HGB sambil dilakukan kajian dan telaah hukum agar tidak merugikan para pihak yang telah bekerja sama dengan pemerintah Provinsi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Izzul Islam memang berharap HGB Gili Trawangan diberikan kepada masyarakat setempat dibandingkan investor asing.

“Daripada dikasihkan ke orang asing, masyarakat akan ihlas kalau kita yang bayar royalti ke negara untuk dapat HGB. Royalti per meter cuma Rp25 ribu,” kata Izzul Islam, Senin (6/3/2023) lalu

Pengembalian itu menyusul berakhirnya HGB dari PT Gili Trawangan Indah (GTI) pada 2022. GTI menguasai 65 hektar HGB yang didapatkan dari negara melalui Pemprov NTB.

“Maunya Pak Gubernur (Zulkieflimansyah), supaya tetap masyarakat yang di depan. Investor nanti kerja sama dengan masyarakat. Misalnya orang asing berinvestasi,” ujarnya.

Di tengah perjalanan, Gubernur NTB sudah menandatangani 11 kontrak Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) dengan investor asing. “Mungkin ini di luar kontrol Pak Gubernur. Terjadilah isu korupsi,” tuturnya.

Belum lama ini, Lembaga Advokasi Pemuda Anti Korupsi meminta Kejaksaan NTB untuk mengungkap keterlibatan oknum ASN di Pemprov NTB terkait kasus dugaan korupsi sewa kelola aset Gili Trawangan. Sejauh ini, keterlibatan oknum ASN Pemrov NTB dalam dugaan korupsi sewa kelola aset Gili Trawangan masih misterius.

Izzul menduga adanya keterlibatan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) NTB alias BPKAD dan Biro Hukum.

“Jika biro hukum sudah paraf dan Sekda paraf, mungkin kadang-kadang enggak dibaca oleh Gubernur. Itu jadi merugikan daerah dan masyarakat setempat,” tuturnya.

Menurut dia, keinginan dirinya sama dengan keinginan Gubernur NTB, yakni mengembalikan HGB ke masyarakat. Sementara investor bekerja sama kalau ada pengusaha dari luar, termasuk asing.

Sengketa Lawas

Berdasarkan dokumen yang diterima inilah.com disebutkan, sengketa lahan di Gili Trawangan ini karena kenyataan sejarah yang membuktikan bahwa sejak awal tahun 70-an di Gili Trawangan sudah ada masyarakat yang bermukim.

Salah satu bukti saksi hidup adalah Muniah yang lahannya diserobot orang lain atas nama Pemprov (cq. Lalu Rudi Gunawan Kabag Hukum Pemprov NTB) yang lahir di Trawangan 1972 membuktikan bahwa orang tuanya dan banyak keluarga lain sudah bermukim.

Tahun 1973 terbitlah 4 HGU untuk anak dan keluarga gubernur NTB waktu itu Warsita, yang pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak paripurna dan tidak jelas, antara lain penanaman pohon Jarak, pohon Kelapa yang tidak ada kelanjutannya.

Kejanggalan terjadi saat HGU baru berumur 20 tahun dibatalkan (1993) dimana sudah terbukti Gili Trawangan menjadi ikon destinasi wisata Internasional, dan segera 4 bulan kemudian terbitlah HPL Pemprov di atas lahan yang berpenduduk di mana penduduk coba digusur dengan penggusuran paksa secara fisik dan penahanan beberapa tokoh.

Kejanggalan berlanjut pada tahun 2021 pemegang HPL (Pemprov) setelah 27 tahun tidak pernah berkomunikasi dengan masyarakat tiba-tiba hadir mengintimidasi masyarakat untuk memperkuat legitimasi HPL dengan menginstruksikan masyarakat agar menandatangani pernyataan bahwa ini tanah milik Pemprov NTB.

Sejatinya sejak awal masyarakat sudah berkali-kali mengajukan permohonan hak atas lahan yang dikelolanya namun tidak mendapatkan respon yang memadai.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button