Kanal

Kisruh Usai Pemilu: Ke Mahkamah Konstitusi atau ke Jalanan?


Kejadiannya tak harus tengah malam, tidak pula disertai lolong anjing dan turunnya kabut dini hari laiknya adegan film-film mendiang Suzanna. Di layar real count Komisi Pemilihan Umum (KPU), mereka melihat tak kurang dari 3,4 juta suara hasil Pilpres pasangan AMIN, raib tiba-tiba. Ibarat—konon–moksanya Prabu Siliwangi saat menghindari putranya, Prabu Kian Santang.

Bagi Tim Anies-Muhaimin, Kamis malam (15/2) lalu benar-benar menjadi malam Jumat yang penuh misteri. Kejadiannya tak harus tengah malam, tidak pula disertai lolong anjing dan turunnya kabut dini hari laiknya adegan film-film mendiang Suzanna. Di layar real count Komisi Pemilihan Umum (KPU), mereka melihat tak kurang dari 3,4 juta suara hasil Pilpres pasangan AMIN, raib tiba-tiba. Ibarat moksanya Prabu Siliwangi saat—konon—menghindari putranya, Prabu Kian Santang.

Hal itu, antara lain, yang diungkap Deputi Hubungan Antarlembaga Timnas AMIN, Putra Jaya Husain, pada Konferensi Pers yang digelar di Jalan Brawijaya X, Jakarta Selatan, Jumat (16/2) siang. “Anomali terjadi, dalam waktu singkat suara Paslon 01 hilang. Ini indikasinya adalah dihapus,” kata Putra Jaya.

Lebih detail Putra bercerita, Kamis malam pukul 19.00 WIB itu suara AMIN telah mencapai 13.243.659 suara atau 31,97 persen total suara masuk. Di sisi lain suara Prabowo-Gibran tercatat 21.363.432 suara atau 51,63 persen, dan Ganjar-Mahfud dengan 6,765,067 suara atau 16,4 persen. Menurut Putra, saat tim mengecek kembali setengah jam kemudian, alias pukul 19.30 WIB, data tersebut telah berubah. Bukan naik seperti peluang normal dan masuk akal, melainkan jeblos menurun. Suara AMIN turun menjadi 9.823.013 atau lenyap sebesar 3.411.645, sehingga proporsinya menjadi 25,59 persen. Sementara sebagaimana common sense, suara Prabowo-Gibran bertambah 316.278 suara menjadi 21.708.715 alias jadi 56,51 persen. Demikian pula suara Ganjar-Mahfud yang bertambah 78.995 suara menjadi 6.874.062, atau menjadi 17,18 persen.

Soal kejanggalan tersebut, Putra mengatakan tidak ada maksud untuk menuduh siapa pun. Perubahan suara Anies-Muhaimin, kata dia, belum diketahui penyebabnya, apakah penghapusan suara itu dilakukan petugas resmi KPU atau dilakukan oleh pihak lain yang bisa menerobos sistem teknologi informasi KPU. Untuk itu, menurut dia, sebaiknya KPU memberi akses kepada Tim IT ketiga Paslon, membuka sistem, melakukan forensik datang bersama-sama.“(Itu) agar sistem IT KPU bisa kembali dipercaya publik,” kata Putra.

Sejak hari “H” Pemilu, Rabu (14/2) lalu, apa yang disebut “kecurangan Pilpres” memang mendominasi media-media sosial. Di beragam grup WA, konten-konten tulisan, meme atau pun video tentang “kecurangan” berseliweran tanpa henti, bahkan hingga tulisan ini dibuat.

Timnas AMIN bahkan sampai mengatakan setidaknya ada 10 pola “kecurangan” dalam Pilpres kali ini. “Laporan-laporan kecurangan yang kami terima sudah banyak dengan beberapa pola kecurangan,” kata Direktur Sengketa Proses Timnas AMIN,  Zaid Mushafi, Kamis (15/2). Menurut Zaid, ada sekitar 10 pola kecurangan yang mereka identifikasi. Sayang, ia enggan menyebut detail pola kecurangan itu.“Nanti akan kami sampaikan pada waktunya. Sementara, itu yang bisa kami sampaikan,” ujar dia.

post-cover
Pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyampaikan pidato usai unggul quick count atau hitung cepat Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2024) malam. (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)

Asisten Pelatih Timnas AMIN, Tamsil Linrung juga menegaskan bahwa pihaknya masih menunggu perhitungan dan rekapitulasi suara akhir dari KPU. Menurut Tamsil, data Timnas menunjukkan tidak ada yang mencapai suara di atas 50 persen. “Tetapi oleh Mas Anies kami diminta untuk bekerja tuntas, (dan) tidak mempublikasikan data, sampai KPU bekerja dengan betul-betul selesai,” kata Tamsil dalam sebuah keterangan tertulis.

Sedemikian parahnya dugaan kecurangan yang ada, membuat Timnas AMIN sampai menduga bahwa server KPU di-setting khusus untuk kepentingan pasangan calon tertentu. Hal itu dilontarkan anggota Dewan Pakar Timnas AMIN, Bambang Widjojanto.”Hasil forensik IT yang kami lakukan, diduga keras sistem dalam server KPU itu sudah sudah terdistorsi, dan ada intrusi di mana ada sistem logaritma yang di-setting secara khusus untuk kepentingan calon tertentu dengan nilai tertentu. Ini harus dilawan,” ujar Bambang  dalam sebuah video yang beredar sejak Sabtu (17/2). Menurut Bambang, kalau memang sistem IT KPU “beres”, sudah diaudit dan mengadaptasi teknologi yang baik, harusnya angka 300 yang menjadi jumlah maksimum daftar Pemilih Tetap (DPT) di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), bisa dikunci.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sendiri tidak menafikan kuatnya dugaan kecurangan tersebut. Berdasarkan hasil patroli pengawasan di 38 provinsi yang dituangkan melalui aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Pemilu (Siwaslu) hingga pukul 06 pagi 15 Februari 2024, Bawaslu menemukan 19 masalah pada pemungutan dan penghitungan suara hasil Pilpres. Temuan Bawaslu antara lain adanya mobilisasi atau mengarahkan pemilih untuk mencoblos peserta Pemilu tertentu. Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan mobilisasi diduga dilakukan tim sukses, peserta pemilu, serta penyelenggara di 2.271 TPS.

Bawaslu juga menemukan dugaan intimidasi kepada pemilih dan penyelenggara Pemilu, yang berada di 2.632 TPS, tersebar di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Lainnya, ada 2.413 TPS yang berpotensi melakukan pemungutan suara ulang (PSU) lantaran para pemilih mendapatkan hak pilihnya lebih dari satu kali. Tak hanya dalam negeri, pemungutan suara ulang juga mungkin akan terjadi di Malaysia.

Tentang hilangnya 3,4 juta suara pemilih AMIN, KPU punya versi jawaban sendiri. Komisioner KPU, Idham Holik, membantah isu yang menyebutkan seolah KPU sengaja menurunkan perolehan suara Anies-Imin. Menurut Idham, masalahnya hanya kesalahan konversi angka dalam aplikasi sistem informasi rekapitulasi (Sirekap). “Penurunan angka data suara yang terpublikasi dalam Sirekap tersebut, itu diakibatkan dari adanya koreksi data perolehan suara di TPS 006 Kelurahan Kota Dalam, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung,” kata Idham dalam keterangan tertulis yang beredar Jumat (16/2).

Dalam publikasi Sirekap pada Kamis (15/2) pukul 18:30 WIB, di TPS 006 Kota Dalam itu tampak Paslon 01 Anies-Imin memperoleh 3.514.615 suara. Sementara Paslon 02 Prabowo-Gibran memperoleh 415 suara dan Paslon 03 memperoleh 315 suara. Padahal, menurut Idham, dalam Formulir C. Hasil, AMIN memperoleh 35 suara, 02 mendapat 146 suara, dan 03 memperoleh 15 suara. KPU pusat pun langsung memerintahkan operator Sirekap KPU Kabupaten Pesawaran, mengoreksi data tersebut dengan merujuk sepenuhnya terhadap data perolehan suara dalam foto Formulir Model C.Hasil. Itulah sebabnya, kata Idham, setelah dilakukan koreksi data, peroleh suara AMIN kembali turun drastis.

Kekecewaan Kubu 03

Tidak hanya dari Tim AMIN, kekecewaan atas terjadinya banyak dugaan kecurangan datang dari Kubu 03, pasangan Ganjar-Mahfud. Ketua Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN), Todung Mulya Lubis, mengatakan bahwa segala upaya hukum bakal dilakukan tim Ganjar-Mahfud. Selain melaporkan kecurangan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), tim akan melaporkan tindak pidana Pemilu ke Kepolisian. Rencana gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pun tengah disiapkan.

Todung menyebutkan tim akan menggugat hasil resmi penghitungan suara oleh KPU dengan mengajukan permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke MK.”Masih terlalu dini untuk kami ungkapkan. Dihadapkan pada situasi seperti ini memang cara inilah yang akan kami tempuh,” ujar Todung.

Dalamnya rasa kecewa Kubu 03 bisa diukur dari pernyataan Ketua Tim Penjadwalan Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aria Bima. Tidak hanya menyebut-nyebut soal kemungkinan adanya azab Tuhan, maraknya dugaan kecurangan membuat Aria memandang sia-sia Pilkada mendatang.

“Saya sekali lagi pakai ilmu wong Jowo, yang main-main dengan suara rakyat, suara di TPN, itu bisa kena azab!” kata Aria Bima,  dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/2). “(Itu) tidak hanya menyalahi hukum, tapi juga dosa. Vox populi vox dei,” katanya, mengutip adagium bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Aria juga menilai maraknya dugaan kecurangan dalam Pilpres dapat menjadi salah satu faktor untuk meniadakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) beberapa waktu mendatang. “Bahkan Pilkada besok, kalau masih menggunakan instrumen aparat, keterlibatan oknum aparat, untuk apa Pilkada? Tunjuk langsung saja!” kata Aria, hari berikutnya.

post-cover
Petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melaksanakan rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan penetapan hasil pemilihan umum tingkat Kecamatan di GOR Senen, Jakarta Pusat, Jumat (16/2/2024). (Foto: Inilah.com/Didik Setiawan).

Bila digelar dengan cara-cara seperti saat ini, kata Aria, Pemilu 2029 pun sejatinya tak perlu lagi. “Saya kira nggak perlu lagi. Kalau Pemilu seperti sekarang ini, dilaksanakan di tahun 2029 nggak perlu lagi,” kata dia, menambahkan.

Yang lebih ‘mutung’ dari Aria Bima karena merajalelanya dugaan kecurangan juga tak sedikit. Salah satu sebagai contoh adalah Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-POLRI untuk Perubahan dan Persatuan (FKP3). Forum, usai melakukan konsolidasi di Museum Bang Yos, Sabtu (17/2) lalu mendesak agar pasangan calon 02, Prabowo-Gibran didiskualifikasi, dan Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya. Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta, Letjen TNI (purn) Sutiyoso, salah seorang anggota Forum, konsolidasi tersebut dilakukan untuk menyikapi situasi dan perkembangan terakhir di Tanah Air, khususnya pasca-Pemilu.

Sementara, hasil konsolidasi dibacakan mantan Menteri Agama, Jenderal TNI (purn) Fachrul Razi. Dalam hasil konsolidasi yang dibacakannya, Fachrul menyatakan banyak catatan buruk untuk Pemilu kali ini. Catatan buruk tersebut, menurut mereka, di antaranya fakta bahwa Presiden Jokowi nyata-nyata ikut campur terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024, dengan mengerahkan aparat-aparat pemerintah mendukung pemenangan Paslon 02 (Prabowo-Gibran), yang menurut Forum sangat menodai demokrasi di Indonesia. Begitu pula munculnya nama Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden 02, yang dilakukan melalui rekayasa hukum yang menurut Forum sangat memalukan. Sementara KPU langsung menyambutnya tanpa lebih dahulu menunggu revisi peraturan KPU. Hal itu menurut Forum,”Telah nyata-nyata mengkhianati Konstitusi.”

“Berdasarkan hal tersebut, kami memprotes keras deklarasi pemenangan 02 yang dilakukan berdasarkan quick count yang bukan merupakan hasil resmi Pemilu. Kedua, mendesak kepada yang berwenang untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran sebagai paslon 02,” kata Fachrul.

Menanggapi derasnya tudingan bahwa Pemilu sudah digelar dengan aneka laku curang dan lancung itu, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Grace Natalie, mempersilakan kedua kubu lainnya melaporkan kecurangan Pemilu kepada Bawaslu. “Jangan cuma teriak-teriak, tapi nggak ada buktinya,” ujar Grace di kantor DPP PSI, beberapa waktu lalu.

Jalan MK atau Jalanan?

Barangkali, dalam beberapa hari ke depan kita akan menyaksikan banyak hal menarik di pentas politik negeri ini. Pertama, besar kemungkinan Kubu 01 dan 03 bersatu dalam memperjuangkan hasil Pemilu, terutama Pilpres. “Kami membuka diri untuk melakukan koordinasi, karena kita punya komitmen dan tujuan yang sama,” kata Todung Mulya Lubis saat ditanya wartawan soal itu, Jumat (16/2) lalu. Menurut dia, kolaborasi Kubu 01 dan 03 itu akan menjadi simbol bahwa semua orang ingin Pemilu yang jujur dan adil.

Wakil Ketua TPN Ganjar-Mahfud, Jenderal (purn) Andika Perkasa, bahkan lebih dulu menegaskan sudah berkomunikasi dengan Timnas AMIN untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu itu.

Kedua, bagaimana sengketa Pemilu yang melibatkan 204,8 juta pemilih, 820.161 TPS dalam negeri dan 3.059 TPS luar negeri ini akan bermuara? Kita bisa menengok pengalaman, terutama pasca-Pilpres 2019. Saat itu ada dua reaksi Kubu Prabowo-Sandi dan para pendukungnya dalam merespons. Di sisi legal, Pasangan Prabowo-Sandi saat itu mengajukan gugatan kepada MK. Sementara, para pendukung yang kecewa karena juga merasa dicurangi, memilih turun ke jalan, berdemonstrasi.

post-cover
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan (kiri) dan Muhaimin Iskandar (kanan), menyapa para pendukungnya dalam kampanye akbar bertajuk “Kumpul Akbar Ber1 Berani Berubah”, di Jakarta International Stadium (JIS), Jakarta, Sabtu (10/2/2024). (Foto: Inilah.om/Didik Setiawan).

Saat ini, untuk upaya pertama, menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Solo, Agus Riewanto, penggugat harus membuktikan adanya selisih antara hasil penghitungan yang diajukan pemohon dan hasil rekapitulasi suara KPU. Selisih –yang dianggap signifikan—itu yang bisa menjadi pintu masuk untuk membatalkan perolehan suara pemenang.”Harus ada selisih. Tak cukup hanya mendalilkan adanya pelanggaran dan kecurangan. Gugatan tak akan diterima kalau tak bisa membuktikan adanya selisih,” ujar Agus, dua hari setelah Pemilu kemarin.

Menurut Agus, kubu pasangan calon yang mempersoalkan hasil penghitungan suara KPU tak cukup mengumpulkan dokumentasi kecurangan atau perubahan suara sebagai alat bukti sahih yang didalilkan. Ia mencontohkan, katakanlah hasil rekapitulasi KPU menunjukkan calon A memperoleh 64 persen suara. Di sisi lain, calon B mendapat 61 persen suara. Selisih di antara kedua penghitungan itulah yang dipersoalkan dan menjadi obyek gugatan ke KPU.  Setelah diketahui jumlah selisihnya, kata Agus, pemohon menjelaskan penyebab adanya perbedaan jumlah tersebut. Salah satunya menyebutkan adanya dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu sehingga mempengaruhi hasil penghitungan. “Setelah itu, perkuat pembuktiannya dengan data dan saksi,” ujar dia.

Sementara upaya kedua, pada 2019 ada yang turun ke jalan. Sayangnya, kita tahu, terjadi bentrokan dengan aparat keamanan saat berlangsung aksi di depan Gedung Bawaslu, 21-22 Mei 2019. Jatuh sembilan orang korban meninggal, kebanyakan ditembak. Ada juga 200-an orang menderita luka-luka. Di antara korban meninggal termasuk pemuda tanggung berusia 15 tahun, Harun Al-Rasyid.

Mungkin saja, seperti mengulang 2019, kedua upaya itu akan berlangsung. Upaya legal melayangkan gugatan ke MK tampaknya akan menjadi opsi legal, baik Kubu 01 maupun 03. Yang cukup bikin miris, justru manakala jalanan dipenuhi para pendukung 01 dan 03. Dan semua itu berlangsung di tengah ekonomi Indonesia yang megap-megap ini. Dan semua tampaknya tak akan terhalangi Bulan Puasa. Ingat, 21-22 Mei 2019 yang berdarah-darah itu berlangsung di bulan Ramadan. Di satu sisi, ada kelompok yang percaya pada perjuangan di bulan Ramadan. Di sisi lain, tak kurang pihak yang juga santai mengucurkan darah di bulan itu.
[dsy/ hafiz ibnumarsal/vonita betalia]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button