Hangout

KLHK Bantah PLTU Banten Sebabkan Polusi Udara Jakarta, Inilah Penyebab Sesungguhnya

Penyebab utama polusi udara di Jakarta diklaim bukan berasal dari emisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di sekitarnya, terutama di Suralaya, Banten, melainkan lebih banyak disebabkan oleh faktor lokal. Hal ini disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam media briefing terkait kualitas udara di wilayah Jabodetabek.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sigit Reliantoro, klaim ini didukung oleh data dari satelit Sentinel-5P yang menunjukkan distribusi tropospheric column density, termasuk gas nitrogen dioksida (NO2).

Mungkin anda suka

Dalam penjelasannya, Sigit menampilkan gambar satelit yang menunjukkan bahwa emisi di sekitar PLTU Suralaya tidak menyebar ke Jakarta. Dia menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena angin bertiup ke arah Selat Sunda.

“Kita juga melakukan studi untuk PLTU, juga untuk menjawab apakah PLTU masuk ke Jakarta atau tidak. Sudah terkonfirmasi, bahwa sebagian besar masuk ke Selat Sunda, tidak ke arah ke Jakarta,” kata Sigit dalam acara yang ditayangkan melalui Youtube Kementerian LHK, Minggu (13/8).

Dalam data yang disampaikan, terungkap bahwa penyumbang emisi terbanyak adalah sektor transportasi yang mencakup 44 persen. Sementara itu, industri energi berkontribusi 25,17 persen, manufaktur industri 10 persen, perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen.

Sigit juga mengungkapkan bahwa jumlah kendaraan bermotor yang teregistrasi di DKI Jakarta mencapai 24,5 juta, dimana 78 persennya merupakan sepeda motor. Pertumbuhan kendaraan ini tercatat sebesar 5,7 persen per tahun dari 2018 hingga 2022.

“Jadi sebetulnya ini mengonfirmasi sebetulnya ini [polusi di Jakarta] sifatnya lokal, tidak ada yang dari Suralaya ke Jakarta,” tegasnya.

Penjelasan ini menanggapi konten viral yang menyatakan bahwa kontributor utama polusi Jakarta adalah asap dari pembangkit listrik batubara di Banten.

Isu kualitas udara di Jakarta telah lama menjadi sorotan. Pada 2019, sekelompok warga mengajukan gugatan class action atas pencemaran udara di Jakarta terhadap beberapa pejabat pemerintah. Pada tahun 2021, PN Jakarta Pusat menyatakan para tergugat melanggar hukum, meskipun perkara ini masih berlanjut di MA.

Sebagai catatan, kualitas udara di Jakarta pada Minggu (13/8) pagi kembali menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terburuk di dunia, dengan indeks kualitas udara (AQI) mencapai 170.

Penelitian dan pengawasan terus dilakukan untuk mendapatkan solusi yang tepat dalam mengatasi masalah polusi udara ini, yang terus meningkat dengan pertambahan jumlah kendaraan dan industri di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button