Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Credit Manager Bank Panin Tbk terkait dugaan cicilan pembelian rumah oleh tersangka menggunakan uang hasil korupsi dalam kasus kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019–2022.
“Pemeriksaan terhadap satu orang saksi yaitu kredit manajer di Bank Panin. Kami sampaikan bahwa penyidik mendalami kepada saksi, dimintai keterangannya terkait dengan pembayaran angsuran kredit,” kata Jubir KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (20/6/2025).
“Angsuran kredit terkait dengan rumah milik tersangka ke pihak bank, dan hal itu diduga berasal atau bersumber dari tindak pidana korupsi tersebut,” sambung Budi.
Namun, Budi enggan membeberkan nilai angsuran bulanan, lokasi rumah, maupun identitas tersangka yang dimaksud. Sebab, substansi materi penyidikan bersifat rahasia dan akan diungkap di proses persidangan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan tiga mantan anggota dewan direksi PT ASDP Indonesia Ferry dalam kasus yang sama. Mereka adalah Ira Puspadewi (Direktur Utama periode 2017–2024), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024), serta Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024). Selain itu, Adjie, pemilik PT JN, turut menjadi tersangka yang telah ditahan juga tapi langsung dibantarkan ke RS Polri karena sakit.
Konstruksi Perkara
Pada 2014, Adjie menawarkan perusahaannya, PT JN, untuk diakuisisi oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Namun, sebagian direksi dan dewan komisaris saat itu menolak, karena kapal-kapal milik PT JN dinilai sudah tua. ASDP saat itu memprioritaskan pengadaan kapal baru.
Ketika Ira Puspadewi menjabat sebagai Direktur Utama ASDP pada 2018, Adjie kembali mengajukan tawaran akuisisi. Pembahasan dilakukan dalam sejumlah pertemuan, termasuk di rumah Adjie, yang dihadiri oleh Ira, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Pada 2019, PT JN secara resmi mengajukan penawaran tertulis untuk diakuisisi. Proses ini ditindaklanjuti melalui perjanjian kerja sama usaha (KSU) tahun 2019–2020 yang kemudian diperpanjang hingga 2022.
Pada 26 Juni 2019, kedua pihak menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang diteken oleh Ira Puspadewi dan Direktur PT JN, Rudy Susanto. Kontrak induk kerja sama usaha ditandatangani pada 23 Agustus 2019.
Kemudian pada 20 September 2019, Ira mengirim surat ke Komisaris Utama PT ASDP untuk meminta persetujuan kerja sama usaha dengan PT JN Group. Namun, surat tersebut tidak menyebutkan rencana akuisisi. Surat kepada Menteri BUMN pada 11 Oktober 2019 juga hanya menyatakan bahwa ASDP sedang menjajaki akuisisi kapal melalui skema kerja sama usaha. Meski demikian, dewan komisaris tetap menolak rencana itu.
Dalam pelaksanaan KSU, ASDP disebut memprioritaskan penggunaan kapal milik PT JN agar kinerja keuangan perusahaan tersebut tampak layak untuk diakuisisi.
Pada 2020, setelah terjadi pergantian dewan komisaris, pembahasan akuisisi kembali dilanjutkan. Saat itu, ASDP belum memiliki pedoman internal terkait akuisisi. Ira kemudian memerintahkan penyusunan draf keputusan direksi, dan rencana akuisisi PT JN dimasukkan ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024.
RJPP tersebut menyebutkan rencana penambahan 53 kapal melalui skema kerja sama usaha. Sebelum Keputusan Direksi diteken pada 7 Februari 2022, dilakukan proses due diligence dan valuasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Namun, valuasi KJPP MBPRU terhadap 53 kapal PT JN diduga telah direkayasa agar mendekati harga yang diinginkan oleh Adjie, yakni sekitar Rp2 triliun. Data usia kapal yang digunakan tidak sesuai dengan sistem internasional IMO GISIS, di mana kapal-kapal PT JN ternyata jauh lebih tua.
Setelah proses negosiasi, disepakati nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun. Rinciannya, Rp892 miliar untuk 42 kapal PT JN dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi. Manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.
Transaksi diresmikan melalui Akta Jual Beli Saham Nomor 139 tertanggal 22 Februari 2022. Berdasarkan perhitungan KPK, akuisisi tersebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp893,16 miliar.