KPK Sudah Buat Kajian Potensi Korupsi Tambang Nikel di Raja Ampat


Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan bahwa pihaknya telah membuat kajian potensi korupsi di bidang pertambangan sebelum ramai permasalahan tambang di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.

“Kajian itu ya memang dalam proses, dan nanti diajukan kepada kementerian/lembaga terkait untuk bisa memitigasi. Akan tetapi, kemudian keburu bahwa ada permasalahan di sana gitu,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).

Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa KPK melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) akan mendetailkan kembali kajian yang sudah dibuat tersebut.

“Kami akan detailkan lagi dengan permasalahan yang sudah ada. Salah satunya bahkan sudah ada pencabutan perizinan terhadap beberapa perusahaan nikel di sana,” katanya.

Dia juga mengatakan bahwa perubahan kajian tersebut tidak sebatas di wilayah Raja Ampat, tetapi di wilayah-wilayah lainnya.

Setelah itu, dia mengatakan bahwa KPK akan menyampaikan hasil kajian terbaru mengenai potensi korupsi di bidang pertambangan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup, hingga pemerintah daerah.

Pada kesempatan berbeda, Kepala Satuan Tugas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria dalam diskusi terkait Raja Ampat yang diikuti secara daring dari Jakarta, Kamis (12/6/2025), mengatakan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah tantangan dan permasalahan yang ditemukan dalam sektor pertambangan dalam negeri.

Sementara itu, pemerintah resmi mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang di wilayah Raja Ampat pada Selasa (10/6/2025).

Empat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.

Pencabutan IUP dilakukan karena empat perusahaan terbukti melanggar ketentuan lingkungan, serta kawasan geopark atau taman bumi.