Market

Lawan Disriminasi Sawit UE, RI Tunda Bahas Perjanjian Dagang

Terkait diskriminasi Uni Eropa terhadap produk sawit Indonesia, melalui EU Deforestation Free Regulation (EUDR), bakal direspons dengan penundaaan kerja sama perdagangan.

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan, negosiasi perdagangan bebas antara Indonesia dengan Uni Eropa akan ditunda sementara waktu. Pembahasan perdagangan bebas ini telah berjalan selama tujuh tahun, namun tak kunjung menelorkan sebuah keputusan. .

“Sambil menunggu kelonggaran aturan yang diberikan kepada produsen minyak sawit di bawah aturan baru. Kami akan tunggu tujuh tahun lagi,” ujar Menko Airlangga, Jakarta, dikutip Sabtu (3/6/2023).

Dia mengatakan, Indonesia dan Malaysia mengambil sikap tegas dengan menunda pembicaraan kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa, sambil menunggu kelonggaran aturan EU Deforestation Free Regulation (EUDR). Kedua negara menginginkan perlakuan yang lebih adil kepada produsen minyak sawit yang terkena aturan baru tersebut.

Menko Airlangga mengatakan, kebijakan EUDR tersebut berpihak pada “perusahaan besar atau multinasional” yang mampu membayar tingkat birokrasi yang dituntut oleh peraturan tersebut.

Sebelumnya, deputy prime minister of Malaysia, Dato’ Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof mengatakan, EUDR sangat diskirminatif dan tidak adil bagi petani Malaysia dan Indonesia. “EUDR ini bersifat hukuman dan tidak adil bagi petani di Malaysia dan Indonesia,” ujar Dato’ Sri Haji dikutip dari Financial Times saat berkunjung ke Brussel, Rabu (31/5/2023).

Dia mengatakan bahwa tawaran dari pejabat UE untuk memajukan pembicaraan tentang kesepakatan perdagangan dengan Malaysia akan bergantung pada tindakan apa yang diambil UE untuk meningkatkan perlakuan terhadap petani kecilnya.

Intervensi oleh kedua menteri tersebut adalah yang terbaru dari serangkaian perselisihan perdagangan antara negara-negara Asia Tenggara dan UE. Kedua belah pihak memiliki perselisihan terbuka dengan pihak lain yang sedang ditinjau oleh Organisasi Perdagangan Dunia.

Joint Mission Indonesia dan Malaysia ke Uni Eropa yang berlangsung pada 30 – 31 Mei 2023 di Brussels, Belgia, bertujuan untuk menyampaikan concern kedua negara mengenai European Union Deforestation Free Regulation (EUDR) yang dipandang dapat menghambat akses pasar komoditas kelapa sawit ke pasar Uni Eropa dan merugikan para petani kecil (smallholders) yang akan terbebani dengan persyaratan regulasi EUDR dimaksud.

Kegiatan utama Joint Mission yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dan Deputy Prime Minister/Minister of Plantation and Commodities of Malaysia Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof adalah pertemuan dengan beberapa pejabat kunci Uni Eropa, di antaranya High Representative of the European Union for Foreign Affairs and Security Policy, Josep Borrell-Fontelles; Commissioner for the Environment, Oceans and Fisheries, Virginijus Sinkevicius; Executive Vice President–European Green Deal and Commissioner for Climate Action Policy, Frans Timmermans; Vice President of the European Parliament MEP, Heidi Hautala; serta Chair of International Trade/INTA Committee MEP, Bernd Lange.

Dalam pertemuan tersebut, hal yang dibahas antara lain menyangkut implementasi atau dampak dari EUDR terhadap akses pasar kelapa sawit ke Uni Eropa, penerapan country benchmarking (penerapan label high risk, standard, dan low risk kepada negara tertentu yang dinilai akan merusak citra), Geolocation Data (membebani smallholders dan isu keamanan data), pengakuan standar nasional/internasional sektor kelapa sawit sebagai langkah mitigasi dari EUDR (RSPO, ISPO dan MSPO), compatibility EUDR terhadap ketentuan WTO, serta komitmen Indonesia dan Malaysia dalam perlindungan hak-hak pekerja sesuai Konvensi ILO.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button