MA Mengecewakan, Hukuman Gazalba Saleh Disunat Jadi 10 Tahun


Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman terhadap Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dari 12 tahun penjara dalam putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 10 tahun penjara di tingkat kasasi. Gazalba merupakan terdakwa dalam kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengkondisian perkara peradilan di lingkungan Mahkamah Agung.

Ketua Majelis Hakim Kasasi, Dwiarso Budi Santiarto bersama anggota majelis lainnya dalam amar putusannya menolak permohonan kasasi Gazalba Saleh dengan memperbaiki putusan banding PT DKI Jakarta.

“Perbaikan pidana menjadi pidana penjara selama 10 Tahun,” demikian dikutip dari situs MA, Jumat (20/6/2025).

Selain pemotongan masa hukuman penjara, perbaikan juga dilakukan terhadap uang pengganti, khususnya di bagian subsider. Sedangkan, pidana denda tetap. MA menetapkan pidana denda sebesar Rp500 juta subsidair 4 bulan kurungan dan uang pengganti Rp500 juta subsidair 1 tahun penjara. Sebelumnya, dalam putusan banding PT DKI Jakarta, denda juga dijatuhkan Rp500 juta subsidair 4 bulan penjara, namun uang pengganti sebesar Rp500 juta disertai subsidair 2 tahun penjara.

“Denda Rp500 juta, Subsidair 4 bulan Kurungan, UP Rp500 Juta subsidair 1 tahun penjara,” ucap Hakim Dwiarso.

Putusan ini diketok palu oleh Hakim Dwiarso pada Kamis (19/6/2025). Ia didampingi oleh dua Hakim Agung anggota, yakni H. Arizon Mega Jaya dan Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H. Perkara ini teregister dengan nomor 4072 K/PID.SUS/2025.

Perkara diterima di Kepaniteraan MA pada 10 April 2025 dan terdaftar secara resmi pada hari yang sama. Distribusi ke majelis hakim dilakukan pada 16 April 2025, dengan total usia penanganan perkara di tingkat kasasi mencapai 66 hari. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk menjatuhkan putusan adalah 65 hari.

Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta agar Gazalba Saleh dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Selain itu, jaksa juga menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 18.000 dolar Singapura dan Rp1.588.085.000 yang harus dibayar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan TPPU dengan total nilai Rp62,89 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta tindak pidana pencucian uang yang terdiri atas 18.000 dolar Singapura (sekitar Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama periode 2020 hingga 2022.

Uang hasil gratifikasi dan penerimaan lainnya tersebut kemudian digunakan Gazalba untuk melakukan pencucian uang bersama kakaknya, Edy Ilham Shooleh, dan teman dekatnya, Fify Mulyani.

Atas perbuatannya, Gazalba dijerat dengan Pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.