MA Merasa Vonis 10 Tahun Gazalba Sudah Tepat, tak Masalah Jadi Sasaran Kritik


Mahkamah Agung (MA) angkat bicara soal kekecewaan publik terhadap putusan majelis hakim kasasi yang dinilai menyunat vonis terhadap Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dari 12 tahun menjadi 10 tahun penjara.

Juru Bicara MA, Yanto, yang juga merupakan anggota majelis hakim kasasi, menjelaskan bahwa saat musyawarah untuk menjatuhkan putusan kasasi, para hakim mempertimbangkan bahwa vonis banding dari Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta perlu diperbaiki. Mereka menilai putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lebih tepat.

“Jadi intinya ini, itu kan putusan PN 10 tahun, PT 12 tahun. Terus tatkala kasasi, majelis kasasinya ternyata sependapat dengan putusan PN gitu saja,” kata Yanto saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Minggu (22/6/2025).

Yanto enggan menjelaskan lebih jauh alasan majelis hakim kasasi bersepakat dengan putusan tingkat pertama. Ia menyebut, aturan internal MA melarang hakim mengomentari isi putusan di luar pertimbangan hukum yang tercantum secara resmi dalam amar.

“Nah, pertimbangannya nanti dibaca aja. Karena kita kan nggak boleh mengomentari putusan kita sendiri kan. Jadi hakim itu dilarang mau ngomentari putusannya sendiri dan teman juga nggak boleh,” katanya.

Ia meminta masyarakat menunggu dan membaca langsung salinan lengkap amar putusan kasasi yang akan dipublikasikan melalui situs resmi MA. Saat ini, menurutnya, putusan tersebut masih dalam proses perbaikan dan minutasi.

“Nanti dilihat aja di website ya, apa udah minutasi apa belum. Biasanya kan setelah putusan, minutasi dulu. Minutasi dikoreksi dulu,” sambungnya.

Menanggapi berbagai kritik publik atas putusan kasasi yang lebih ringan dari putusan banding, Yanto menyebut hal itu sah-sah saja selama sifatnya membangun.

“Terhadap kritik masyarakat kan mereka punya hak untuk kritik gitu aja. Punya hak untuk kritik. Jadi monggo, sepanjang membangun kan diterima aja dong,” pungkasnya.

Banjir Kritik

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menyayangkan putusan kasasi ini. Dia bilang, Majelis Hakim Kasasi MA seharusnya memberatkan hukuman terhadap Gazalba, minimal sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yakni 15 tahun penjara agar menimbulkan efek jera. Menurutnya, Gazalba sebagai hakim agung seharusnya menjadi panutan dalam penegakan hukum.

“Seharusnya malah meningkat, setidaknya sama seperti tuntutan jaksa KPK yaitu 15 tahun, apalagi karena terdakwa merupakan hakim agung yang seharusnya menjadi role model sehingga diharapkan menjadi efek jera,” kata Yudi saat dihubungi Inilah.com, Minggu (22/6/2025).

Ia menegaskan, putusan kasasi terhadap Gazalba sangat mengecewakan, terlebih di tengah semangat pemberantasan korupsi yang terus digaungkan pemerintah. “Tentu putusan ini mengecewakan di tengah semangat pemberantasan korupsi yang semakin baik,” ucapnya.

Kritikan juga datang dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Dia bilang MA sudah gagal memberikan teladan.

Boyamin mengatakan vonis 10 tahun penjara tidak memenuhi rasa keadilan. Menurutnya, pemotongan hukuman penjara Gazalba menjadi 10 tahun tidak memberikan efek jera bagi para ‘hakim nakal’.

“Jelas itu tidak memenuhi rasa keadilan dan Mahkamah Agung tidak memberikan efek jera kepada hakim yang nakal. Kalau itu ancamannya 20 tahun kan apalagi ada tambahan denda-denda dan pengembalian itu lebih besar lagi, ya otomatis semua orang berpikir seribu kali kalau melakukan korupsi khususnya hakim,” ucapnya.

Dia menilai MA telah gagal membersihkan lingkungannya dari tingkat bawah sampai atas. Selain itu, MA juga dinilai gagal memberikan teladan terhadap pemberantasan korupsi.