Market

Menebak Nasib KA Cepat Jakarta-Bandung, Mangkrak dan Jadi Skandal Baru?

Mega proyek Kereta Cepat (KA) Jakarta-Bandung-Jakarta masih belum rampung dengan diiringi berbagai kontroversi sejak awal pembangunannya hingga kini. Banyak pihak memprediksikan proyek ini akan berakhir menjadi skandal besar atau bahkan mangkrak.

Saat ini, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini sudah mencapai pembangunan 85 persen. Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan, pihaknya masih menyisakan beberapa pekerjaan terkait dengan tunnel 2, penyelesaian stasiun, dan sejumlah persoalan lainnya.

Rangkaian kereta cepat sudah dikirimkan dari China ke Indonesia oleh China Railway Rolling Stock Corporation atau CRRC. Rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) ini akan melakukan perjalanan darat sekitar 160 kilometer menuju Stasiun Tegalluar, dengan melewati Tol Cikampek, Purwakarta, hingga Bandung.

Proyek kereta cepat harus menyelesaikan seluruh kegiatannya terutama menghadapi G20 dan target operasi pada Juni 2023. “Ditargetkan, pada November 2022 mendatang atau bertepatan dengan penyelenggaraan Presidensi G20, KCJB sudah menjalani tes dinamis,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Jumat (5/8/2022).

Kereta cepat Jakarta-Bandung akan menggunakan generasi terbaru CR400AF dengan panjang trase mencapai 142,3 km yang terbentang dari Jakarta hingga Bandung. Kereta cepat ini memiliki empat stasiun pemberhentian yakni di Halim, Karawang, Walini, Tegalluar dengan satu depo yang berlokasi di Tegalluar.

Sementara soal perkembangan pendanaan, awalnya, proyek kereta cepat China dengan rute Jakarta-Bandung ini dibiayai Bank Pembangunan China atau China Development Bank (CDB), senilai US$5,5 miliar. Selanjutnya bengkak dua kali menjadi US$5,8 miliar, dan US$ 6,07 miliar. Belakangan bengkak lagi US$1,9 miliar menjadi US$7,97 miliar.

Pembengkakan sebesar US$1,9 miliar itu bukan nilai yang kecil mengingat nilainya setara dengan Rp27,09 triliun. Nilai ini sangat berarti di tengah kondisi keuangan negara yang tengah kembang kempis.

Proyek kereta cepat China ini juga mulai merongrong anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), karena dua kali bengkak. Skemanya berubah dari business to business menjadi APBN bisa mengguyur proyek ini.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang diteken Presiden Jokowi pada 6 Oktober 2021 sebagai pengganti Perpres 107 Tahun 2015 terungkap dalam Pasal 4 soal pendanaan. “Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.”

Seiring dengan membengkaknya biaya proyek target penyelesaiannya juga molor. Semula ditargetkan kelar 2019, namun molor ke 2022. Kini meleset lagi ke Juni 2023. Entah tahun depan bisa jadi meleset lagi ke tahun kapan.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo tetap optimistis kereta cepat ini bisa beroperasi pada 2023. Wahyu mengatakan pemerintah masih membahas besaran pembengkakan biaya pembangunan dan permintaan penanggungan kelebihan biaya tersebut sedang dihitung oleh Kementerian Keuangan.

Kontroversi Sejak Awal

Memang sejak awal perencanaan hingga pembangunan mencapai 85 persen, perjalanan proyek ini selalu diiringi dengan kontroversi. Sejak perencanaan, ada menteri yang ngotot untuk melaksanakan proyek ini, namun ada pula yang menolak.

Realisasi pembangunan banyak yang tidak sesuai estimasi, seperti bahan bangunan, baja, semen dan tenaga kerja. Belum lagi pembengkakan biaya akibat pembebasan lahan, bahan baku material, hingga pembiayaan tenaga kerja yang tidak terestimasi di awal.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Prof Anthony Budiawan menyebut, proyek kereta cepat China tak ada manfaatnya untuk perekonomian nasional. Yang ada malah keuangan negara boncos alias tekor.

Menurutnya, keputusan pemerintah untuk investasi kereta cepat dengan menggandeng China, berpotensi melahirkan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. “Karena sebagian besar bahan bakunya dari impor. Mulai gerbong, rel termasuk manajemen proyek. Setelah beroperasi dan ternyata rugi. Juga akan mengurangi pertumbuhan ekonomi,” papar Prof Anthony kepada Inilah.com.

Ia juga menyebut, proyek kereta cepat China yang dibangun di Indonesia, bisa menjadi proyek kereta cepat termahal di dunia. Bank Dunia telah melakukan studi atas biaya pembangunan kereta cepat di seluruh dunia. Hasilnya, China biayanya US$17 juta-21 juta/km; Eropa biayanya US$25 juta-39 juta/km; dan California biayanya US$56 juta/km.

Sementara di Indonesia, dari hitung-hitungan Anthony, biaya pembangunan kereta cepat China biaya di awal proyek mencapai US$42,6 juta/km. Didapatkan dari US$6,07 miliar/142,5km. Namun setelah bengkak, biayanya melejit menjadi US$56,8 juta/km. Didapatkan dari US$8,1 miliar/142,5km. “Apakah ini yang tertinggi di dunia?” kata Anthony heran.

Indonesia tidak bisa menanggung 100 persen, pembengkakan biaya atau cost overrun dari proyek kereta cepat China karena ini proyek patungan (joint venture). Di mana, kepemilikan Indonesia 60 persen, sisanya China. Menanggung seluruh pembengkakan biaya ini sama saja dengan merugikan keuangan negara, berarti korupsi.

Bagi pihak China sulit menanggung biaya yang bengkak lebih dari 30 persen dari US$6,07 miliar menjadi US$8 miliar. Apalagi kalau tanpa alasan dan perhitungan yang jelas. Bisa-bisa mereka juga akan disangka korupsi, dan terancam hukuman mati. Sehingga China akan mati-matian memaksa Indonesia untuk menanggung seluruh pembengkakan biaya yang terjadi hingga 100 persen.

Karena itu pula, pembengkakan biaya atau cost overrun dari proyek kereta cepat China, bakal menjadi sengketa. Diperkirakan pula adanya kemungkinan tambahan biaya yang harus keluar untuk pemeliharaan dan penggunaan kereta cepat ini ke depannya, yang berpotensi menimbulkan masalah pendanaan baru.

Bakal Menjadi Skandal Baru

Dengan berbagai pertanyaan yang muncul sejak awal perencanaan ini, pantas jika ekonom senior Prof Didik J Rachbini ini menyebut proyek kereta cepat China Jakarta-Bandung adalah proyek mengada-ada yang dipenuhi skandal. Ia menyebut proyek tersebut adalah proyek mubazir dan kesalahan dari pucuk pimpinan.

“Ya, ini skandal besar, dan DPR harus bergerak, jalankan fungsi kontrolnya. Jangan hanya jadi ‘pajangan’. Sejak 2020 dan 2021, DPR sudah jadi ‘pajangan’ karena tidak bisa lagi menentukan anggaran, sekarang waktunya untuk bangkit dong. Bentuk pansus kereta cepat China,” tegas Prof Didik yang juga Rektor Universitas Paramadina, Jakarta itu.

Dia pun berharap, pemerintah tidak gampang-gampang menuruti kemauan China untuk menggelontorkan dana tambahan untuk menalangi bengkaknya biaya atau cost overrun proyek kereta cepat China sebesar US$1,9 miliar. “Ini biayanya nambah-nambah terus. Emangnya APBN itu sungai, airnya mengalir terus,” ungkapnya.

Kemungkinan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi skandal baru memang beralasan. Sehingga nantinya akan menambah daftar skandal besar yang mewarnai perjalanan pemerintahan. Seperti kita tahu, sudah banyak skandal besar yang terjadi di masa lalu dengan dugaan kerugian triliunan.

Publik mungkin tidak lupa dengan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sampai saat ini belum tuntas. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan penggunaan dana BLBI telah diselewengkan dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp138,4 Triliun.

Kasus lainnya yang juga sangat besar adalah skandal Bank Century. BPK RI dalam Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara di kasus Bank Century kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyimpulkan telah terjadi penyimpangan dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp689,39 miliar dan Rp6,76 triliun.

Bukan tidak mungkin proyek kereta cepat China yang begitu dibanggakan Presiden Jokowi akan serupa dengan skandal-skandal sebelumnya. Potensi terjadinya dispute panjang atau deadlock, cukup besar. Apalagi Pemilu dan Pilpres yang memerlukan anggaran besar, semakin dekat. Ditambah lagi perekonomian dunia masih diselimuti ketidakpastian.

Dari Gedung DPR Senayan Jakarta, beberapa anggota parlemen sudah menghembuskan perlunya membentuk Pansus Kereta Cepat di DPR. Pansus ini bertujuan agar permasalahan yang terjadi dalam proyek kebanggaan Presiden Jokowi itu, bisa diungkap dengan terang benderang.

Kalau saja proyek ini terancam dispute berkepanjangan dan kemungkinan deadlock, tidak selesai hingga pemilu dan pilpres 2024 tentu akan ada masalah baru. DPR dan presiden yang akan datang kemungkinan besar akan meninjau ulang proyek ini dan melakukan audit menyeluruh.

Sementara dari sisi bisnis, dengan adanya pembengkakan biaya atau cost overrun yang lebih dari 30 persen, atau US$1,9 miliar, menurut hitung-hitungan pengamat, proyek kereta cepat China ini, tidak akan untung. Jangankan untung, balik modal atau break event point saja sulit sekali.

Nantinya, tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan dikenakan tarif sekitar Rp250.000 sampai dengan Rp350.000. Kisaran tarif akan disesuaikan dengan kelas pelayanan yang terbagi pada delapan rangkaian kereta untuk total kapasitas 601 pelanggan. Kelas layanan yang ada terbagi menjadi VIP Class untuk 18 pelanggan, First Class 28 pelanggan, dan Second Class 555 pelanggan.

Yang jelas nasib kereta api cepat ini masih akan panjang. Kemungkinan menjadi skandal baru cukup terbuka. Sementara proyek ini mangkrak dan menjadi monumen raksasa juga bisa menjadi sebuah kemungkinan selanjutnya. Lalu siapa nanti yang akan menjadi tumbal proyek ini?

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button