Masa Cegah Cuma 6 Bulan, Kejagung Didorong Segera Tetapkan Nadiem Tersangka


Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung didesak untuk mempercepat proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.  Khususnya untuk segera menetapkan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka, usai menerbitkan surat permintaan larangan bepergian ke luar negeri.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menyatakan, proses percepatan penetapan tersangka mesti segera dilakukan mengingat masa berlaku pencegahan selama enam bulan.

“Segera diperiksa kembali Nadiem Makarim dan itu kan pencegahan itu hanya 6 bulan, maka ya harus segera supaya ini tuntas gitu,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada Inilah.com, Jumat (27/6/2025).

Selain itu, menurut Boyamin, percepatan penyidikan juga agar perkara ini segera dilimpahkan ke pengadilan. 

“Mendesak segera dipanggil lagi Nadiem Makarim dan segera menetapkan siapa-siapa yang diduga terlibat tersangka,” kata dia.

Nadiem Dicegah 

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah mencegah eks Mendikbudristek Nadiem Makarim bepergian ke luar negeri. Pencegahan ini berlaku sejak 19 Juni 2025 hingga 19 Desember 2025, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan. Surat pencegahan diterbitkan setelah Kejagung mengajukan permohonan kepada Ditjen Imigrasi.

“Iya, sejak 19 Juni 2025 untuk 6 bulan ke depan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (27/6/2025).

Pencegahan dilakukan agar Nadiem bersikap kooperatif selama proses pemeriksaan oleh penyidik Jampidsus terkait dugaan korupsi pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2022.

“Alasannya untuk memperlancar proses penyidikan,” ucap Harli.

Nadiem sebelumnya telah diperiksa hampir 12 jam pada Senin (23/6/2025), dengan 31 pertanyaan dari penyidik. Ia kemungkinan akan kembali diperiksa karena masih ada sejumlah berkas yang belum lengkap dan beberapa pertanyaan yang belum diajukan.

Pemeriksaan juga menelusuri relasi antara Nadiem dan pihak Google, terutama terkait penawaran pengadaan Chromebook.

“Ada hubungan-hubungan seperti penawaran yang dilakukan oleh pihak Google dan sebagainya terkait dengan Chromebook itu yang masih dibicarakan,” ucap Harli.

Penyidik turut mendalami peran Nadiem dan staf khususnya, termasuk Fiona Handayani dan Jurist Tan, dalam dugaan pemufakatan jahat terkait pengkondisian kajian teknis pengadaan Chromebook.

Diketahui, Nadiem memimpin rapat bersama jajaran Kemendikbudristek dan pihak terkait pada 6 Mei 2020. Rapat ini menjadi salah satu dasar kebijakan pengadaan Chromebook, meskipun kajian awal pada April 2020 merekomendasikan penggunaan laptop berbasis Windows. Kajian tersebut kemudian berubah pada Juni 2020 dan diarahkan menggunakan Chromebook.

“Namun sebelum itu ada rapat tanggal 6 Mei 2020 dan oleh penyidik ini yang akan didalami. Nah tentu ada kaitannya juga dengan bagaimana peran dari para stafsus,” lanjut Harli.

Penyidik juga menggali komunikasi antara Nadiem dengan Fiona dan Jurist Tan terkait penyusunan kajian teknis tersebut.

“Nah itu yang saya sampaikan tadi bahwa ada banyak informasi yang dilakukan cross-check oleh penyidik ya. Kita kan mendapatkan berbagai informasi di lalu lintas percakapan di barang bukti elektronik ya, dan ini juga yang dikonfirmasi kepada yang bersangkutan (Nadiem). Lalu kaitannya dengan Stafsus juga,” katanya.

Fiona telah diperiksa dalam dua kesempatan, yakni pada Selasa (10/6/2025) dan Jumat (13/6/2025), terkait bukti percakapan. Sementara itu, Jurist Tan belum memenuhi tiga kali panggilan pemeriksaan.

“Tapi kita tahu bahwa salah seorang Stafsus kan belum hadir kan,” kata Harli.

Sebagai informasi, Kejagung telah menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek pengadaan Chromebook berlangsung saat Nadiem menjabat sebagai Mendikbudristek.

Berdasarkan konstruksi perkara, pada 2020 Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk satuan pendidikan dasar hingga menengah guna mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Namun, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menemukan sejumlah kendala, termasuk ketergantungan pada jaringan internet stabil yang belum merata di seluruh Indonesia.

Kajian awal dalam dokumen Buku Putih semula merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, kemudian diubah menjadi ChromeOS/Chromebook. Tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian teknis yang mengunggulkan Chromebook secara tidak objektif.

“Berdasarkan uraian peristiwa tersebut, Tim Penyidik telah menemukan suatu peristiwa tindak pidana korupsi. Sehingga Tim Penyidik pada JAM PIDSUS menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Dikbudristek) dalam Program Digitalisasi Pendidikan Tahun 2019–2022 dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan,” kata Harli, Senin (26/5/2025).