News

Megaskandal Rp349 Triliun, Inisial BSI Diduga Bukan Bank Syariah Indonesia

PT BSI disebut-sebut oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pusaran megaskandal dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan nilai Rp349 triliun. Dugaan publik pun langsung mengarah ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk, emiten bank syariah BUMN dengan kode saham BRIS.

Namun, terkait perusahaan apa dengan inisial BSI itu sebenarnya masih teka-teki alias misteri. Hanya saja jika menelusuri pemberitaan terkait kasus importasi emas yang melibatkan Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada medio 2021, PT BSI tersebut diduga kuat adalah perusahaan money changer alias penukaran uang yang beralamat di Pontianak, Kalimantan Barat dengan Direktur berinisial SB.

Karena itu, inisial BSI dimaksud diduga bukan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Hingga berita ini diturunkan, Inilah.com masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari pihak emiten bank syariah BUMN tersebut.

SB sendiri disebut-sebut Sri Mulyani merupakan salah satu pihak yang memiliki transaksi jumbo hingga triliunan rupiah pada periode 2017-2019, sebelum pandemi COVID-19, selain DY. Hal tersebut ia ketahui dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dikirimkan kepada Kemenkeu agar meneliti dari sisi pajaknya.

“Satu, figurnya pake inisial SB. Ini di dalam data PPATK disebutkan omzetnya mencapai Rp8,247 triliun. Data dari SPT pajak adalah Rp9,68 triliun, lebih besar di pajak daripada yang diberikan oleh PPATK,” kata Sri Mulyani di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (20/3/2023).

Ia menuturkan SB memiliki saham di PT BSI yang transaksinya menurut PPATK sebesar Rp11,77 triliun, tetapi dalam laporan SPT menunjukkan nilai yang lebih sedikit selama 2017-2019. “Di SPT pajaknya Rp11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp212 miliar, itu pun tetap dikejar. Dan kalau memang buktinya nyata, maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen,” ujar Sri Mulyani.

Perusahaan SB lainnya adalah PT IKS selama periode 2018-2019. PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp4,8 triliun sementara SPT perusahaan tersebut dilaporkan Rp3,5 triliun.

Dugaan PT BSI merupakan perusahaan money changer, merujuk kepada Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung dan jajarannya pada Senin (14/6/2021). Dalam rapat itu, Anggota Komisi III Arteria Dahlan, mengungkapkan adanya praktik penggelapan alias ada indikasi perbuatan manipulasi dan pemalsuan informasi dengan mempergunakan Harmonized System (HS) yang tidak sesuai oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta berinisial FM.

Karena itu, produk emas impor senilai Rp47,1 triliun tidak dikenai bea impor dan pajak penghasilan impor. Kerugian negara pun ditaksir mencapai Rp2,9 triliun.

“Batangan emas yang sudah bermerek dan bernomor seri dikatakan sebagai bongkahan emas, sehingga bea impor dan pajak penghasilan impor nol persen,” ungkapnya.

Ada delapan perusahaan yang dimaksud Arteria Dahlan terkait emas impor yang berasal dari Singapura tersebut. Satu di antaranya berdasarkan penelusuran alamat dan nomor telepon kantornya, PT BSI yang berdomisili di jalan Gajah Mada Pontianak.

Hanya saja pada alamat yang dimaksud tidak ditemukan adanya plang nama PT BSI, namun sebuah perusahaan Money Changer atau penukaran uang.

“Sudah lama pengurus PT BSI tidak beraktivitas di kantor ini,” ucap staf perusahaan Money Changer saat ditanya terkait aktivitas PT BSI seperti dikutip Jurnalis.co.id.

Sementara Direktur PT BSI berinisial SB sendiri diketahui banyak memiliki usaha lain, di antara bergerak di bidang pergudangan dan dermaga bongkar muat barang serta perhotelan.

Direktur PT BSI berinisial SB, melalui seorang pimpinan perusahaan milik SB, diketahui tidak bersedia diwawancara oleh awak media saat itu. “SB memilih diam daripada berpolemik di media,” tulisnya via seluler.

Kediaman SB diketahui berlokasi di kawasan jalan Kapten Tendean Pontianak.

Selain SB, Sri Mulyani juga menyebut inisial DY, nama lain yang memiliki transaksi jumbo. Orang tersebut melaporkan SPT hanya Rp38 miliar, sementara itu temuan PPATK menunjukkan nilai transaksinya sebesar Rp8 triliun.

“Nah, perbedaan data ini yang kemudian dipakai oleh Direktorat Jenderal Pajak memanggil kepada yang bersangkutan. Muncul modus bahwa tadi SB menggunakan tadi nomor account-ya 5 orang yang merupakan karyawannya,” imbuhnya.

Sri Mulyani menyebutkan bahwa jenis transaksi SB terkait dengan money changers. “Jadi Anda bisa bayangkan money changers cash in, cash out orang,” terang Sri Mulyani.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button