Kanal

Mobil Listrik Digeber, Sudahkah Mengantipasi Limbahnya?

Indonesia tengah menggenjot pemakaian kendaraan listrik. Pemerintah bahkan berharap pengguna kendaraan listrik pada 2030 mencapai 80 persen. Untuk merealisasikan itu, pemerintah juga memberikan subsidi bagi kendaraan ramah lingkungan ini. Tapi sudahkah pemerintah memikirkan limbah baterainya?

Pemerintah sudah memberlakukan insentif motor listrik Rp7 juta per unit mulai Senin (20/3/2023). Total anggaran yang disiapkan pemerintah untuk 2023 hingga 2024 mencapai Rp 7 triliun. Pada 2023, total motor listrik baru yang mendapatkan insentif sebanyak 200 ribu unit. Sedangkan motor listrik konversi 50 ribu unit. Angka ini bertambah di 2024 menjadi 600 ribu unit untuk motor listrik baru dan 150 ribu unit motor listrik konversi.

Sementara untuk meningkatkan minat masyarakat membeli kendaraan listrik roda empat, pemerintah juga memberikan insentif PPN sebesar 10 persen sehingga yang harus dibayar hanya 1 persen. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangannya pernah menyebutkan target mobil listrik mencapai 35.900 unit.

Tergantung pada baterai

Kendaraan listrik akan sangat mengandalkan baterai battery pack dalam operasinya. Kendaraan jenis ini menyimpan energinya di dalam komponen battery pack (baterai). Battery pack memiliki beragam kapasitas yang daya listriknya bisa diisi ulang lewat charging atau regenerative braking.

Komponen battery pack bisa disebut juga dengan baterai traksi. Baterai traksi memiliki fungsi utama menyimpan dan mengalirkan arus listrik DC (Direct Current). Besaran kapasitas energi listrik yang tersimpan di dalam baterai traksi berupa satuan kW (kilowatt). Umumnya, material yang digunakan sebagai baterai traksi mobil listrik adalah lithium-ion.

Dikutip dari berbagai sumber seperti Hyundai Indonesia, BMW Indonesia, dan Nissan Indonesia, baterai menggunakan lithium-ion memiliki lifetime yang sangat panjang. Bahan ini memiliki penurunan fungsi yang sangat rendah akibat siklus dari proses charging dan panas saat energi listrik dialirkan.

Selain itu lithium-ion bisa menyimpan energi listrik yang besar dengan materi yang kecil. Konstruksi baterai traksi terdiri dari beberapa modul yang disatukan dalam pack. Di dalam satu modul baterai traksi terdiri dari sejumlah sel yang disusun secara serial. Agar bisa menjadi tenaga untuk menggerakkan mobil listrik, arus listrik DC dari baterai traksi diteruskan ke komponen inverter. Inverter mengubah arus listrik DC menjadi arus listrik AC (Alternating Current) untuk menggerakkan motor listrik.

Pemerintah Indonesia sendiri tengah berusaha memproduksi sendiri baterai untuk kendaraan listrik. Bahkan menargetkan angka produksi baterai kendaraan listrik mencapai 600 ribu unit untuk mobil dan 2,45 juta unit untuk sepeda motor pada 2030. Target produksi baterai itu untuk mengimbangi jumlah kendaraan listrik dalam sembilan tahun mendatang yang diproyeksikan mencapai 2 juta unit mobil dan 13 juta unit sepeda motor.

Limbah baterai mengancam

Kendaraan listrik memang jauh lebih ramah lingkungan ketimbang kendaraan berbahan bakar minyak (BBM). Ini karena mobil listrik murni (battery electric vehicle/BEV) tidak menghasilkan emisi gas buang. Namun, faktanya tidak menjadikan mobil listrik benar-benar ramah lingkungan.

Ada komponen yang hingga kini masih menjadi pembahasan karena limbahnya sangat berbahaya yakni bateri EV itu sendiri. Artinya masalah lingkungan akan menanti dan harus diantisipasi sejak dini.

Dari sisi pembuatan baterai untuk kendaraan listrik saja, potensi masalah lingkungan sudah muncul. Pada saat proses penambangan logam dan mineral untuk bahan baterai, dapat menimbulkan kerusakan serta pencemaran lingkungan.

Begitu pula ketika baterai nantinya didaur ulang sekalipun, masih berpotensi menghasilkan limbah dan emisi. Sebab, baterai lithium terdiri dari casing, anoda, katoda, separator, elektrolit dan komponen beracun lainnya. Baterai lithium mengandung logam berat dan senyawa organik yang beracun. Pembuangan limbah baterai lithium yang tidak tepat dapat mengakibatkan risiko lingkungan yang memiliki efek buruk bagi kesehatan hewan dan manusia.

Potensi masalah lingkungan lain datang dari panel listrik kendaraan listrik pasca pemakaian. Ini pun berpotensi menjadi e-waste jika tidak dikelola dengan baik. Jangan sampai kita hanya fokus menurunkan emisi yang ada di perkotaan, tapi di sektor-sektor lain muncul masalah baru.

Jadi masalah di beberapa negara

Baterai kendaraan listrik ini sudah menjadi masalah di beberapa negara. Hal ini mengingat, tidak ada cara untuk memperbaiki paket baterai bahkan jika mengalami kerusakan ringan setelah kendaraan mengalami kecelakaan. Saat ini paket baterai menumpuk di tempat pembuangan sampah di beberapa negara.

“Kami membeli mobil listrik untuk alasan keberlanjutan,” kata Matthew Avery, direktur riset di perusahaan intelijen risiko otomotif Thatcham Research. “Tapi EV tidak terlalu berkelanjutan jika Anda harus membuang baterainya setelah terjadi tabrakan kecil,” tambahnya mengutip Reuters.

Paket baterai dapat berharga puluhan ribu dolar dan mewakili hingga 50 persen dari label harga kendaraan EV, seringkali membuatnya tidak ekonomis untuk menggantinya.

Berapa lama baterai mobil listrik bertahan? Secara umum, mengutip Carfax.com, pembuat mobil menjamin paket baterai mobil listrik mereka setidaknya selama delapan tahun atau 100 ribu mil. California membutuhkan masa garansi yang lebih lama yaitu 10 tahun atau 150 ribu mil.

Di luar garansi, ada masalah degradasi baterai. Baterai kehilangan beberapa kapasitas dari waktu ke waktu, sehingga menjadi sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Degradasi juga bervariasi. Membiarkan paket baterai turun di bawah kapasitas 20 persen secara teratur dapat menyebabkan degradasi yang lebih cepat, seperti halnya penggunaan pengisi daya berkecepatan tinggi secara teratur.

Pemilik kendaraan listrik harus mempertimbangkan untuk mengganti baterai atau mobil mereka ketika sudah menurun antara 70 dan 80 persen dari kapasitas aslinya. Setelah itu terjadi, kendaraan mungkin tidak memberikan jangkauan dan tenaga yang diharapkan.

Daur ulang baterai

Mendaur ulang baterai tidak murah, tidak efisien, dan tidak cepat. Tesla mengklaim dapat mendaur ulang hingga 92% bahan di dalam baterainya dan mengatakan bahwa tidak ada yang berakhir di tempat pembuangan sampah. Meskipun itu mungkin tidak sepenuhnya akurat, perusahaan berupaya mengurangi biaya dan meningkatkan jumlah bahan yang dapat digunakan kembali dengan aman.

Saat ini, satu-satunya kandungan bahan baterai EV yang layak didaur ulang adalah kobalt. Sehingga baterai kemudian menyisakan lithium, mangan, dan nikel, dan sejumlah bahan lain yang mungkin tidak dapat didaur ulang secara ekonomis atau memerlukan pemrosesan tambahan yang mendorong biaya lebih tinggi.

Dua metode utama untuk mendaur ulang baterai melibatkan suhu ekstrem atau asam. Kedua proses tersebut menghasilkan emisi dan menghasilkan limbah, yang dapat berakhir di lingkungan. Lalu ada masalah ekonomi, karena banyak perusahaan baterai terlihat menggunakan lebih sedikit kobalt.

Jika itu yang terjadi, margin keuntungan pendaur ulang yang sudah sedikit akan terpukul. Ada metode yang dikenal sebagai daur ulang langsung, yang membiarkan campuran katoda tetap utuh, tetapi belum siap digunakan.

Di luar fakta bahwa mendaur ulang bahan di dalam baterai itu padat karya dan terkadang berbahaya, seperti yang dijelaskan oleh Science.org , biaya yang diperlukan untuk mengangkut baterai dari satu tempat ke tempat lain adalah biaya yang cukup besar. Perkiraan mematok biaya pengangkutan baterai EV sebanyak 40 persen dari keseluruhan biaya daur ulang.

Selain itu, karena risiko kebakaran, beberapa perusahaan pengapalan dan pengangkutan memiliki panduan ketat tentang bagaimana dan kapan EV dapat diangkut. Mereka yang menerima muatan mungkin mengenakan biaya tambahan untuk risiko dan kerumitan saat pengangkutan.

Persoalan serius

Ancaman limbah kendaraan listrik merupakan persoalan serius. Kasus tidak tertanganinya limbah baterai rumah tangga, menjadi salah satu indikator betapa mengerikannya limbah baterai kendaraan listrik jika tidak ada sistem daur ulang. Karena beberapa bagian baterai memiliki kandungan yang tidak bisa terurai dan merusak lingkungan juga kesehatan.

Pengamat Institut Teknologi Bandung (ITB) Agus Purwadi sudah mengingatkan produsen otomotif di Indonesia tidak hanya menjual mobil listrik, tapi juga memikirkan pengolahan limbah baterai.

“Baterai harus didaur ulang, itu bahan beracun, limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), tidak boleh dibuang sembarangan, harus ada tempat penampungan. Makanya standar internasional menyatakan, kalau menjual mobil listrik, harus bertanggung jawab atas menampung baterai, jadi baterainya harus ditarik kembali oleh pabrikan,” kata Agus.

Yang jelas biaya daur ulang baterai EV akan sangat tinggi, tidak selalu masuk akal secara ekonomis bagi tempat pembuangan sampah atau perusahaan daur ulang untuk melakukannya. Keuntungan finansial dari daur ulang pada akhirnya tidak akan sebanding dengan biayanya.

Bisa jadi pemerintah harus merogoh kocek lagi untuk memberikan subsidi bagi daur ulang baterai dari mobil listrik dari kas negara. Berat memang konsekuensi untuk bergaya dengan mobil listrik dan demi lingkungan bersih.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button