Hangout

‘Mother of All Diseases’ Melonjak, Butuh Kebijakan Komprehensif Pemerintah

Kasus diabetes di Indonesia terus melonjak. Berdasarkan data terakhir, kenaikannya sebanyak 13 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Pemerintah harus serius menyusun kebijakan yang komprehensif  tidak hanya di bidang kesehatan saja untuk mencegah bertambahnya penderita diabetes.

“Diabetes kita itu naik. Catatannya kemarin 13 persen. Jadi, 13 persen itu dari 280 juta itu kan 35 jutaan, dan diabetes itu mother of all diseases (ibu dari penyakit),” tutur Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (7/11/2023).

Menurutnya, naiknya angka kasus diabetes ini banyak dialami oleh negara-negara maju. Sebab, gaya hidup dan pola makan seseorang menjadi tidak terkontrol dengan baik. Menkes menginginkan agar skrining diabetes bisa dilakukan sedini mungkin sebagai bentuk pencegahan dan penanganan lebih awal.

Ke depannya, Menkes berharap skrining untuk penyakit diabetes bisa dilakukan di level posyandu. “Jadi, saya sarankan yang dilakukan adalah kita masifkan skriningnya. Kita ingin kalau bisa skrining gula darah di level posyandu. Kalau sudah di atas 200 (gula darahnya), langsung kasih metformin,” jelas Menkes.

Selain skrining gula darah, Menkes mendorong untuk bisa melakukan tes hemoglobin A1c (HbA1c). Cara ini dilakukan untuk mengetahui kadar rata-rata gula darah dalam tiga bulan terakhir. Kondisi seseorang dikatakan normal jika kadar HbA1c ini berada di bawah 5,7 persen. Untuk kadar HbA1c pada kisaran 5,7 – 6,4 persen termasuk pasien prediabetes. 

Sebelumnya berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), prevalensi pasien pengidap diabetes di Indonesia mencapai 6,2 persen, artinya ada lebih dari 10,8 juta orang menderita diabetes per tahun 2020. Dengan catatan terbaru dari Menkes bahwa pengidap diabetes sudah mencapai 13 persen tentu sangat tinggi.

Kementerian Kesehatan RI sebelumnya juga melaporkan, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak ke-5 di dunia pada 2021 dengan total sebanyak 19,5 juta kasus. Di atas Indonesia, ada empat negara lain yang mencapai jumlah kasus diabetes lebih banyak pada periode 2021. Negara-negara tersebut yakni China dengan total 140,9 juta kasus, India 74,2 juta kasus, Pakistan 33 juta kasus, dan Amerika Serikat dengan total 32 kasus.

Singapura Sudah Waspada Sejak Lama

Negara tetangga Singapura sudah sejak awal mengantisipasi penyakit ini. Di Singapura, ada lebih dari 400.000 orang menderita diabetes, dengan satu dari tiga diperkirakan mengembangkan kondisi tersebut selama hidup mereka. 

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengimbau negara lain bekerja sama mengatasi penyakit yang mempengaruhi lebih dari 420 juta orang di dunia. Sekitar 6 persen populasi dunia mengidap diabetes, diperkirakan meningkat melebihi 500 juta pada 2030. Beban biaya diabetes – termasuk biaya pengobatan dan hilangnya produktivitas, di Singapura mencapai lebih dari US$940 juta pada 2014. Angka ini bisa meningkat menjadi US$1,8 miliar pada 2050

Selama lima tahun terakhir negara ini menyatakan perang melawan diabetes melalui kebijakan di berbagai bidang. PM Lee menguraikan berbagai langkah yang telah diambil Singapura untuk mengurangi prevalensi diabetes.

Misalnya, minuman manis kemasan harus menampilkan label nutrisi dengan nilai mulai dari A hingga D pada akhir tahun ini. Pengecer juga akan dilarang mengiklankan minuman kelas D di semua platform. Negara ini juga mempromosikan aktivitas fisik secara teratur untuk menjaga kebugaran dan mengurangi obesitas, yang dapat memengaruhi orang untuk mengembangkan diabetes.

Selain itu, SingHealth Duke-NUS Diabetes Center menyatukan berbagai spesialis dan profesional kesehatan untuk membantu penderita diabetes mengelola kondisi mereka dengan lebih baik. Mereka termasuk pekerja sosial medis serta ahli penyakit kaki yang dapat membantu mengatasi komplikasi kaki penderita diabetes.

Mendesak Bagi Indonesia

Menilik apa yang dilakukan secara serius oleh pemerintah Singapura, tentu harus juga dilakukan secara serius oleh pemerintah Indonesia. Sudah saatnya menyusun kebijakan yang komprehensif tentang pencegahan penyakit ini. Kebijakan di sektor kesehatan juga harus sejalan dengan kebijakan di sektor lain.

Seringkali terjadi penerapan kebijakan yang bertolak belakang antara kebijakan kesehatan dan kebijakan perdagangan dan industri. Misalnya tentang penegakan hukum terhadap food labeling yang harus konsisten untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang sehat. 

Sementara kebijakan penerapan cukai terhadap Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) mengalami penundaan dan baru dilakukan pada tahun depan. Namun ada golongan produsen yang tidak terkena cukai salah satunya adalah pedagang minuman di pinggir jalan yang malah banyak diminati anak-anak dan pelajar.

Pemerintah tentu harus mengeluarkan peraturan dan mengawasinya dengan sangat keras dan ketat menjaga agar kadar gula makanan dan minuman sesuai dengan ketentuan kesehatan. 

Yang juga sebaiknya mendapat perhatian adalah gaya hidup yang tidak sehat dari kalangan anak-anak hingga remaja. Pemerintah harus mendorong agar pelajar bisa menjalani hidup lebih sehat dan aktif. Perlu ada program khusus yang mengkampanyekan aktivitas fisik secara teratur untuk menjaga kebugaran dan menghindari obesitas yang dapat memicu penyakit diabetes.

Dengan memperhatikan masalah yang dihadapi anak-anak dan remaja dari ancaman diabetes, sejatinya kita sedang berupaya memperbaiki masa depan bangsa ke arah yang lebih baik. Sudah sepatutnya semua pihak bersama-sama mendorong berbagai langkah antisipatif hingga solusi untuk mencegah dan mengatasi ancaman diabetes terhadap anak Indonesia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button