Kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam mengoleksi setoran pajak, terus disorot. Tahun ini diramalkan gagal meraih target Rp2.189,3 triliun. Celakanya, angka kekurangan (shortfall)-nya cukup gede.
Kepala Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman memperkirakan, setoran pajak 2025, mencatatkan shortfall di kisaran Rp80 triliun hingga Rp130 triliun. Jauh di atas angka shortfall 2024 sebesar Rp56,5 triliun.
Ketika menarik pajak susahnya minta ampun dampak dari pelemahan ekonomi, target pajak yang dibebankan kepada DJP juga bukan main beratnya. Tahun ini, targetnya Rp2.189, triliun atau naik 13,9 persen ketimbang outlook 2024.
Rizal menjelaskan, proyeksi shorfall ini mengacu kepada tren penerimaan pajak di kuartal I-2025 yang mengalami kontraksi. Di mana, setoran pajak Januari hingga Maret 2025 mencapai Rp322,6 triliun, atau terkontraksi 18,1 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
“Jika melihat tren anjloknya penerimaan di kuartal pertama 2025, serta mempertimbangkan makroekonomi dan outlook harga komoditas, proyeksi penerimaan pajak tahun ini diperkirakan Rp2.050 triliun hingga Rp2.100 triliun. Artinya, potensi shortfall Rp80 triliun hingga Rp130 triliun,” tutur Rizal, dikutip Senin (12/5).
Menurutnya, penyebab target penerimaan pajak akan meleset disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya turunnya harga komoditas unggulan (seperti batu bara dan crude palm oil (CPO) yang sebelumnya menjadi kontributor besar penerimaan, serta pelemahan aktivitas ekspor akibat perlambatan ekonomi global.
Selain itu, basis penerimaan yang tinggi pada 2022 dan 2023 membuat pertumbuhan lebih sulit dicapai tanpa ekspansi basis pajak yang signifikan. Dengan tantangan-tantangan tersebut lanjutnya, pemerintah harus bekerja ekstra keras agar gap antara target dan realisasi tidak semakin lebar.
Lebih lanjut, Rizal membeberkan, tantangan utama penerimaan pajak tahun ini datang baik dari sisi eksternal maupun internal.
Dari sisi eksternal, perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas menekan basis pajak dari sektor ekspor dan pertambangan. Dari sisi internal, konsumsi masyarakat masih belum sepenuhnya pulih, dan investasi cenderung wait and see karena transisi pemerintahan pasca pemilu.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati melaporkan, penerimaan pajak membaik pada Maret 2025. Pada triwulan I-2025, pajak yang dikumpulkan mencapai Rp 322,6 triliun, atau sekitar 14 persen dari target pajak 2025 sebesar Rp2.433,5 triliun.
Sri Mulyani menyatakan, telah terjadi pembalikan tren penerimaan pajak yang sempat merosot menjadi positif. Khususnya setelah penerimaan pajak di bulan Maret 2025 mencapai Rp134,8 triliun rupiah.
“Rebound terjadi dibandingkan (pajak yang terkumpul) pada Februari 2025, yaitu sebesar Rp 98,9 triliun,” ucap Sri Mulyani di sela konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Keuangan (KSSK), Jumat (25/4/2025).
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat akumulasi penerimaan pajak pada Januari dan Februari 2025, mencapai Rp187,8 triliun, atau 8,6 persen dari target.
Sri Mulyani menyebut, pajak yang dikumpulkan pada Maret 2025 mencapai 41,8 persen dari total realisasi akumulasi penerimaan pajak pada tiga bulan awal yang mencapai Rp322,6 triliun.