News

Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, PSI Catut Nama Emil Dardak sebagai Pemohon?

Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim) Emil Dardak menegaskan dirinya bukan lah pemohon dalam gugatan Pasal 169 huruf q UU Pemilu, soal persayratan usia capres-cawapres, yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia bercerita awal mula dirinya dikaitkan. Menurutnya, pada Mei lalu dirinya dimintai audiensi oleh sejumlah mahasiswa yang menamakan diri sebagai Gerakan Zillenial Indonesia.

Emil dimintai dukungan untuk mendorong penghilangan syarat usia capres-cawapres. Karena sejumlah kepala daerah sudah mendukung, maka ia juga memberikan dukungan untuk menghilangkan syarat usia capres-cawapres. Namun Emil menampik adanya kaitan dukungan dirinya kepada gugatan ini dengan peta politik 2024.

“Tentu saya tidak memandang ini tepat sebagai tujuan jangka pendek atau kepentingan praktis terkait Pilpres 2024 yang akan datang, tetapi lebih sebagai tujuan jangka panjang agar di masa mendatang jika ada tokoh muda yang berpotensi dan mumpuni, jangan sampai terhalang usia,” jelasnya di Surabaya, dikutip Minggu (6/8/2023).

Juru bicara DPP Partai Solidaritas (PSI) Francine Widjojo menyebut pihaknya mengajukan 26 nama pemimpin muda dibawah usia 35 tahun yang sukses sebagai dalam permohonan uji materiil batasan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Menariknya, ia juga tidak menampik ada nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak.

“Ada diantaranya memang ada nama Mas Emil dardak dan juga Mas Gibran,” kata Francine dikutip dari acara Indonesia Bicara yang bertajuk ‘Polemik Batasan Usia Capres-Cawapres’, Jakarta, Sabtu (5/8/2023).

Francine menyebut pihaknya mengajukan permohonan uji materiil ini bukan tanpa alasannya, melainkan mempertanyakan dasar dari ketentuan usia minimal capres dan cawapres menjadi 40 tahun tersebut. Karena dalam pembahasan yang ditemukan pihaknya, usia dibawah 40 tahun masih dianggap labil.

“Sedangkan kalau dari kondisi psikologis usia 35 sampai 40 tahun itu masuk di dalam kategori yang sama yaitu kategori dewasa akhir,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya dan para penggugat menganggap bahwa kebijakan ini menjadi diskriminatif karena menurut kesempatan bagi mereka yang berusia dibawah 40 tahun.

Francine pun menyebut bahwa argumennya dalam permohonan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan kebijakan hukum terbuka terkait dengan kewenangan pembentuk undang-undang ketika konstitusi tidak memberikan batasan yang jelas bagaimana seharusnya materi dalam undang-undang diatur atau yang disebut open legal policy.

“Kita bisa lihat contohnya adalah putusan terkait dengan masa jabatan dan usia pimpinan KPK yang terbaru ya (atau) yang sebelumnya terkait dengan usia pemberhentian hakim pajak,” ucapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button