News

Pembentukan Dapil Diserahkan ke KPU, Ramlan Surbakti: Karena Pembuat UU Tak Taat Asas

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Prof. Ramlan Surbakti mencermati, dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pembentukan daerah pemilihan (dapil) kewenangannya kini dikembalikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), lebih pada mengoreksi para pembuat Undang-Undang (UU) atau DPR.

“Kalau saya baca ulang kemarin putusan MK itu, kenapa pembentukan dapil diserahkan kepada KPU, sebenarnya hanya mengoreksi bahwa pembuat UU itu tidak taat asas,” ujar Ramlan dalam siaran virtual mengenai Daerah Pemilihan Pemilu Legislatif Pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi, digelar di Jakarta Kamis (22/12/2022).

Dengan 11 tahapan pemilu yang ada sudah seharusnya menjadi kewenangan KPU, hanya saja saat masuk pada tahap pembentukan dapil Ramlan justru heran karena hal ini justru diserahkan ke peserta pemilu.

Hal ini juga ia singgung sebagai titik kelemahan pemilu di Indonesia. “Ini titik lemah pemilu kita ini, karena alokasi kursi DPR di tiap provinsi itu tidak jelas aturannya dan yang melakukan pembentukan dapil itu peserta pemilu. Tolong teman-teman jangan menggunakan (sebutan) DPR atau pemerintah, (tetapi) peserta pemilu,” kata Ramlan menegaskan.

“Nah ini kan tidak konsisten gitu ya. Pembentukan dapil oleh peserta pemilu itu tidak fair, saya menyebut itu bom waktu,” tambah dia.

Dengan begitu, menurutnya jika pembentukan dapil diserahkan kepada peserta pemilu dalam hal ini DPR, tentu akan terjadi konflik kepentingan.

“Karena partai di DPR kan peserta pemilu, presiden juga peserta pemilu, mereka yang membuat dapil itu menyalahi prinsip, conflict of interest pasti terjadi. Apalagi jargon partai itu kan bertambah boleh, berkurang jangan,” terangnya.

Oleh karena itu, hal ini tentu akan berdampak pada tidak terjaminnya kesetaraan nilai suara. “Kalau menurut saya ini sumber double criming, dalam arti alokasi kursi itu bisa tidak menjamin kesetaraan nilai suara tadi, itu juga tidak menjamin proporsionalitas dan gerrymandering karena yang membuat mereka (DPR),” ungkapnya.

Tak hanya itu, Ramlan pun mempertanyakan apakah dengan semakin bertambahnya provinsi di Indonesia, maka alokasi kursi juga akan bertambah. Sebab, dengan 575 anggota DPR saja, sudah terlalu banyak untuk Indonesia yang berjumlah penduduk hampir 280 juta jiwa.

“Ini sekarang sudah 575 menurut saya sudah terlalu banyak. India saja yang penduduknya 1,4 miliar anggota DPRnya itu hanya 545. Amerika yang penduduknya 350 juta anggota DPR-nya hanya 435,” ungkapnya.

“Loh kita ini yang penduduknya 280 juta, 580 wah terlalu banyak. Padahal yang kerja di DPR siapa? Wakil dari wakil rakyat, jadi wakil rakyat itu yang kerja bukan 580, siapa itu yang memegang jabatan pimpinan komisi, fraksi, dan sebagainya,” tambah dia lagi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button